Bab 20: Serius, Kami Tidak Berbuat Dosa
Mungkin sebaiknya Noura menjadi peramal cuaca.
Setelah mereka melanjutkan perjalanan, hujan turun semakin deras. Air menciprati sepatu Noura hingga basah total. Untungnya, tubuh cewek itu dilapisi jas hujan, begitu pula dengan tasnya, tetapi tidak dengan Devan.
"Enggak mau berhenti dulu?" Noura berteriak di sela air hujan yang mengguyur. Namun, angin kencang dan suara rintik yang deras mengalahkan teriakan Noura.
Untungnya, mereka sudah dekat dengan kompleks perumahan. Hanya dalam beberapa menit, keduanya sampai di depan rumah Noura. Cewek itu turun dari motor, lalu menarik tangan Devan ke depan rumahnya.
Ya Tuhan. Tangan cowok itu benar-benar dingin. Bagaimana Devan bisa bertahan seperti ini?
"Tunggu di sini, ya."
Noura tidak ingin meninggalkan Devan di luar rumah dan diterpa angin malam yang menggigilkan dengan pakaian basah seperti itu, tetapi tubuh cowok itu perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum masuk ke rumah. Noura mengambil beberapa helai handuk, lalu melilitkannya ke tubuh cowok itu. Meski Devan tidak menunjukkannya, tetapi tubuh cowok itu tampak sedikit gemetar.
"Ayo masuk. Ganti baju Mas Dika aja. Tapi, ya gitu. Baju dia gambarnya enggak jelas."
Saat Noura menarik jemari Devan agar mengikutinya ke dalam rumah, cowok itu menyentaknya.
Devan malu-malu kucing atau bagaimana? Padahal, dulu cowok itu selalu masuk ke rumahnya sambil berteriak, "Permisi, Tante. Aku mau ketemu Noura."
"Masuk aja, Van. Enggak ada siapa-siapa, jadi enggak usah takut. Lagian hujannya makin gede. Mending lo ganti baju dulu di sini karena hujan di luar masih deras."
Bahkan setelah Noura berkata demikian, cowok itu tetap bergeming. Mata Noura melirik Devan, lalu mendapati wajahnya yang semula pucat menjadi bersemu merah.
Apakah Devan malu? Cowok itu? Pft. Padahal di rumahnya saat ini sedang tidak ada orang. Orangtuanya menghadiri acara pernikahan teman dan Mas Dika pergi entah ke mana. Katanya mencari materi konten Youtube. Jadi, seharusnya ....
Tunggu.
Kali ini, giliran Noura yang bergeming. Mereka hanya berdua ... di sini? Di rumahnya?
Noura merasa kedua pipinya memanas meskipun Devan kecil sudah sering bermain ke rumahnya. Jangankan main. Noura dan Devan bahkan beberapa kali tidur di kasur yang sama. Namun ..., kenapa sekarang Noura merasa sangat malu?
Untuk memecah keheningan yang canggung, Noura berdeham. "Tunggu apa lagi? Di luar dingin. Mending di dalem. Ada pemanas air juga di kamar mandi, jadi lo tinggal atur aja."
Noura berusaha menghalau rasa malunya dengan berjalan cepat memasuki rumah, tetapi langkah kaki Devan terus mengikutinya. Jangan bilang Devan sengaja mengikutinya. Jangan bilang Devan ....
Kepala Noura menggeleng keras. Ucapan guru agamanya kembali terngiang. Kalau ada lelaki dan perempuan berduaan di satu ruangan, maka yang ketiga setan.
Tidak boleh ada setan di antara mereka!
Dengan ketakutan, Noura berbalik untuk meminta Devan agar berhenti mengikutinya. Namun, alangkah terkejutnya Noura ketika dia melihat tangannya masih menggenggam erat jemari Devan.
Malunya sampai menembus langit ketujuh!
Untungnya Noura membawa Devan ke jalan yang benar. Mereka berhenti di depan kamar mandi, lalu cewek itu mendorong Devan hingga terjerembap di lantai kamar mandi yang dingin. Posisi jatuh Devan mengingatkan Noura kepada film Bawang Merah dan Bawang Putih. Tentu saja Noura adalah Bawang Merah yang jahat dan senang mendorong Bawang Putih.
"Gue ambilin bajunya!" Sambil berteriak, Noura memelesat bak anak panah ke kamar Dika. Jantungnya berdegup sangat kencang hingga rasanya nyaris menulikan gendang telinga Noura, entah karena dia kabur secepat mungkin atau karena pegangan tangan dengan Devan memiliki efek sehebat itu. Begitu sampai di kamar Dika, tangan cewek itu mengambil pakaian paling normal di tumpukan baju kakaknya, yaitu pakaian berwarna kuning dan bergambar Spongebob. Sebenarnya, ada pakaian lain, tetapi antara terlalu gembel, bergambar tengkorak dan lambang-lambang kematian lain, atau bolong di sana sini.
Setelahnya, Noura memberikan baju tersebut kepada cowok itu. Untungnya, Devan masih bersimpuh di lantai kamar mandi yang kering dengan ekspresi terkejut sehingga Noura tidak perlu membuka pintu kamar mandi dan menyaksikan tubuh Devan di bawah siraman air panas.
Ups. Jauhkan pikiran seperti itu dari otak Noura!
Baju Spongebob milik Mas Dika adalah hal terakhir yang menghubungkan keduanya sebelum Devan menutup pintu kamar mandi. Noura langsung bernapas lega begitu bunyi ceklek terdengar.
Sekarang, saatnya menenangkan diri dengan segelas tes hijau.
***
"Aaaa!!!"
Noura kaget setengah mati sampai teh hangat di gelasnya tumpah ke pakaian. Rasanya cukup menyengat saat menembus ke kulit Noura, tetapi cewek itu langsung berlari menuju kamar mandi tempat seharusnya Devan berada dan dia tidak hanya menemukan Devan yang memakai pakaian Spongebob, tetapi juga Dika.
Bahkan, dengan warna baju seterang itu, Devan masih tetap keren. Jauh lebih keren daripada Dika meski kakaknya itu mengenakan jaket kulit.
Suara tawa Dika membuyarkan lamunan Noura. Cewek itu antara bersyukur dan tidak. Di satu sisi, dia takut tidak bisa menghentikan diri memuji Devan dalam hati—iya, memuji—tetapi dia juga tidak suka mendnegarkan suara tawa kakaknya yang keras dan sejelek nyanyian monyet di kebun binatang.
"Gila, ya, Nou. Gue keluar sebentar, lo udah bawa cowok aja ke rumah," kata Dika di antara tawanya.
Apa?
Wajah Noura kembali memerah. "Bukan, Mas! Tadi Devan kehujanan—"
"Alasan klasik," bantah Dika sambil mengusap sudut mata seolah dia tertawa sampai menangis. "Itu baju gue, 'kan? Masih ada aja tuh baju. Perasaan udah gue buang saking jeleknya senyum Spongebob di sana."
Devan mengabaikan pernyataan Mas Dika dan pamit. "Gue pinjem bajunya, ya, Bang. Besok gue balikin kalau udah selesai dicuci."
Tangan Mas Dika melambai tanda tidak peduli, tetapi matanya memantau setiap gerakan Devan, terutama saat cowok itu berjalan keluar rumah Noura. "Kenapa buru-buru pulang, Van? Masih hujan, lho, di luar." Suara cekikik Dika kembali terdengar.
Serius. Detik itu juga, Noura ingin mengambil panci dan memukulkannya ke kepala Dika. Kenapa kakaknya bertindak seolah mereka berbuat hal terlarang? Devan hanya numpang mandi, itu pun karena Noura merasa tidak enak cowok itu harus kebasahan akibat jas hujannya dipakai Noura.
Setelah pamit sekali lagi dan memakai jas hujan yang dipinjam Noura, Devan berjalan menuju motornya dengan terburu. Namun, celah kecil dari jas hujan yang menutupi kepalanya memperlihatkan telinga Devan yang memerah.
***
Setelah kejadian kemarin, Noura rasanya tidak ingin bertemu Devan. Padahal, hari ini cowok itu seharusnya mengajar asistensi untuk kelas Kalkulus Noura, tetapi dia merasa tidak sanggup bertatap muka dengan Devan. Bukan apa-apa, Noura malu setengah mati!
Untungnya, tim Robotik Noura hari itu mengadakan pertemuan. Cewek itu memohon izin tidak datang kepada Devan melalui chat, yang, tentu saja, langsung diizinkan. Sekarang, Noura tengah bersiap menuju tempat pertemuannya dengan anggota tim, tetapi dia dan Rangga janjian untuk berangkat bersama. Pada pertemuan ini, sebagai mentor Rangga memang meminta unjuk progres tim mereka. Rangga yang sedang berada di Fakultas Teknik memutuskan untuk mengaja Noura berangkat bersama.
Pesan singkat dari Rangga masuk ke ponsel Noura. Cowok itu menunggu di depan ruangan kelas bernomor 301. Noura setengah berlari menghampiri ruangan yang dimaksud ketika suara-suara yang dia kenal terdengar dalam perdebatan sengit dari balik belokan.
"... masalah sama gue."
Noura menghentikan langkahnya dan bersembunyi di belokan yang mengarah ke ruangan 301. Tanpa melihat si empunya suara, Noura tahu bahwa itu Devan.
Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa Devan ada di sini?
Mata Noura mengintip sedikit, lalu menemukan kedua cowok itu, Devan dan Rangga, berhadapan di depan ruangan 301.
Kepala Noura menjulur lebih jauh untuk mendengarkan suara-suara percakapan itu lebih jelas.
"Kalau masalahnya sama gue, enggak usah bawa-bawa orang lain."
Suara terkesiap meluncur dari bibir Noura, terutama saat Devan berkata dengan sangat dingin. Serius. Noura tidak pernah mendengar Devan berbicara dengan intonasi seperti ini, bahkan saat OSPEK, ketika dia terkenal dengan sikap kejamnya sekalipun.
"Enggak usah bawa-bawa Noura ke dalam masalah lo."
Mendengar namanya disebut Devan membuat Noura penasaran setengah mati. Yang punya masalah mereka, kenapa yang disinggung namanya?
"Gue ...." Namun, sebelum Rangga menyelesaikan kalimatnya, suara derap langkah terdengar dari belakang Noura. Cewek itu menoleh dan melihat gerombolan mahasiswa yang sedang berjalan menuju ruangan 301.
Kenapa harus pada saat seperti ini, sih?
Dari hasil mengintip, Noura menyaksikan Rangga mengatupkan mulut. Devan melihat ke arah sumber suara dan menemukan kepala Noura yang masih terjulur seperti kepala kura-kura keluar dari cangkangnya. Cewek itu memberikan cengiran lebar sebelum melambaikan tangan seakan berkata aku tidak mendengar apa pun. Bohong. Noura mendengar sebagian dan penasaran setengah mati.
Kepalang basah, Noura membuka suara. "Hai, Devan. Mau ikut pertemuan Robotik juga?"
Yang disapa tidak membalas, hanya memperhatikan wajah Noura seolah mencari sesuatu. Noura tidak tahu apa, tetapi sepertinya Devan ingin memastikan apakah dia mendengar percakapan mereka atau tidak. Namun, karena kemampuan akting Noura yang tidak buruk-buruk amat, cewek itu tetap tersenyum ceria seakan dia memang tidak mendengar satu hal pun.
"Selamat berjuang buat lombanya, Nou." Devan mengangguk ke arah Noura. Cowok itu berbalik untuk pergi, tetapi sebelumnya dia berbisik kepada Rangga.
"Inget apa yang gue bilang."[]
AUTHOR'S NOTE:
Sebenarnya ada apa,sih, Guuuys? Apa yang terjadi antara Devan dan Rangga menurut kalian? Coba,dong, kasih tahu teori konspirasi kalian. Siapa tahu bisa dijadiin konten MbakNessie Judge??? ((berdoa bersama dimulai))
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top