02

"Di sini kau rupanya?" Dengan kedua tangan di saku hoodie, anak laki-laki berambut pirang menatap malas gadis sepantaran yang mendelik ke arahnya. "Kau ngapain, sih, Ubi satu?"

Ubi satu—sesuai panggilan Manjiro, mendecih kesal memandang sosok di belakang tubuh kecilnya.

"Kenapa kau ada di sini?" tanyanya frustasi. Belum sehari dan seseorang dari keluarga Sano sudah menemukannya? Keberuntungan benar-benar sebesar serpihan debu.

"Mencarimu, lah," jawab Manjiro enteng. Dia berjalan menghampiri Ubi satu dan duduk di sampingnya.

"Aku tidak mau pulang," sahut Ubi satu cepat.

"Siapa juga yang mau membawamu pulang?" Manjiro menatap Ubi satu remeh, "rumah lebih damai kalau tidak ada kau."

"Brengsek."

"Kalau begitu kenapa mencariku?" gerutu Ubi satu kesal. Berbulan-bulan, bahkan hampir setahun penuh, Ubi satu tidak pernah mengerti cara berpikir putra tengah Sano. Ini yang menyebabkan mereka tidak pernah ajrab.

"Aku mau mengambil kembali tenda dan cemilanku yang kau bawa," celetuk Manjiro, menjawab pertanyaan Ubi satu dengan tegas. Tangannya mengambil salah satu bungkus marshmellow dan mengambilnya tanpa meminta.

"Kau tidak punya hati, ya?" Ubi satu menatap Manjiro tidak terkesan.
"Sepertinya kau ini berniat membunuhku."

Kalau Manjiro mengambil satu-satunya tepat berteduhnya, dia tak punya pilihan selain tidur di kolong jembatan.

"Kuurungkan niatku kok." Mata gelap Manjiro menatap Ubi satu. Jika bukan untuk kalimat menjengkelkan yang akan keluar dari mulut laki-laki itu, Ubi satu akan tenggelam di manik sehitam jelaga yang sanggup menarik nafasnya. "Soalnya kau lebih menyedihkan dari dugaanku."

"Aku benci kamu."

"Tau kok."

Hening sesaat, Manjiro tidak bergeming dari tempatnya duduk. Ia mengambil stik dan membakar marshmellow dengan tenang, mengabaikan ubi satu yang menatap lekat ke arahnya.

Angin malam bertiup tenang, langit jingga sudah bergantikan biru gelap dan kelipan bintang-bintang mulai unjuk diri, seolah ingin bersaing dengan wajah rupawan anak laki-laki di sampingnya.

"Kau sudah dengar situasinya, ya?"

Manjiro menyahut tanpa menoleh. "Iya. Kau habis bertengkar parah dengan kakek, ya? berani juga."

"Aku tidak suka mendengar kakek menjelek-jelekkan adikku." Mengikuti Manjiro, Ubi satu mengambil marshmellow dan membakarnya di atas api unggun.

"Jika kakek ingin beban di keluarga sano berkurang. Lebih baik aku saja yang pergi." Raut wajahnya kesal, tapi kesungguhan terdengar dari kalimatnya.

Manjiro melirik Ubi satu dari sudut matanya. "Kau bilang begitu, tapi saat ini Ubi dua sangat mengkhawatirkanmu. kurasa dia akan gila kalau kau tidak akan segera pulang."

"Namanya Sachi, berhenti memanggil dia Ubi dua."

Ubi satu diam sejenak, pikirannya kembali berkelana pada sang adik.

"Bilang saja pada Sachi tidak usah mencariku. Aku ada di tempat yang aman, jadi dia tidak perlu khawatir."

Menghapus perasaan bersalah di benaknya, Ubi satu segera menepis pikiran buruk yang bersemayam. "Nanti aku akan mengunjunginya."

"Kau tidak berencana pulang?"

"... tidak," jawabnya ragu.

"Aku memerlukan tendaku kembali, lho?"

"Manusia tidak punya hati."

Dari kejauhan, sayup-sayup suara orang yang berbincang meramaikan malam mereka berdua. Diiringi bunyi jangkrik musim panas.

"Bagaimana kau bisa menemukanku di sini?" tanya Ubi satu.

"Kau berkemah di tempat yang tidak jauh dari rumah. tentu saja aku akan menemukanmu. aku lebih kaget Shinichiro dan Ubi dua tidak langsung menemukanmu."

"... besok aku akan pindah." Ubi satu kembali cemberut.

"Tidak usah. Aku tidak akan memberitahu mereka." Merasakan malam yang semakin larut, Manjiro beranjak dari tempat duduknya.

Menaikan alisnya heran, Ubi satu menatap Manjiro curiga. "Tumben kau baik padaku."

"Aku tidak mau bilang karena tidak ingin kau cepat pulang."

"Semoga hidupmu menderita."

Sembari membersihkan jaketnya dari rerumputan, Manjiro memandang Ubi satu.

"Nanti aku bilang pada Ubi dua dan Shinichiro untuk tidak mengkhawatirkanmu."

Ubi dua diam sejenak, sebelum membalas dengan suara kecil. "Terima kasih, kurasa."





"Dan cepat masuk tenda dan tidur. Jangan sampai besok pagi kujenguk, kau malah hilang diculik pedofil."

"berisik. cepat pulang."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top