01

Tidak semua orang akan menganggap kabur dari rumah dan tidur menggelandang di luar adalah kemah. Tapi gadis berambut panjang yang sibuk merapikan tendanya berusaha meyakinkan dirinya sendiri dia sedang berlibur dan bukan baru saja bertengkar hebat dengan kepala keluarga dari tempat yang berbaik hati menampungnya.

"Dasar tua bangka! Kalau dia pikir aku hanya membuat repot keluarga Sano, lebih baik aku pergi saja dari sana!" dumelnya. Iris cokelatnya menatap matahari yang perlahan tenggelam, menyisakan warna jingga yang memberi sedikit warna di perasaannya yang muram.

Melipat kedua kakinya, dia duduk cemberut di hadapan api unggun yang menyala hangat. Kepingan ingatan terputar di kepalanya.

"Sudah kubilang, membawa mereka ke keluarga kita hanya akan membuat masalah!" seru Mansaku Sano, menatap cucu pertamanya sengit. Di hadapannya sebuah vas tergeletak hancur berkeping-keping.

Di balik punggung Shinichiro, seorang anak menunduk dengan rasa bersalah, memainkan jari-jarinya kikuk.

Mencoba mengendalikan suasana, Shinichiro tersenyum canggung sembari berusaha menenangkan sang kakek. "Kek, aku akan menggantinya. Aku yakin Sachi tidak sengaja."

Di samping ketiganya, sepasang mata cokelat memperhatikan mereka dengan perasaan tidak nyaman.

"Shinichiro! Berhenti membela anak-anak ini." Ucapan Shinichiro tidak membuat suasana lebih dingin, malah seolah menyulut api yang lebih besar.

"Mereka hanya orang asing. Keluarga kita tidak membutuhkan beban." Shinichiro membelalakkan matanya, tidak menyangka kalimat yang keluar dari kakeknya. "Kau pikir berapa biaya yang dibutuhkan untuk menghidupi tujuh orang di rumah ini!?"

"Tunggu, bukan kah kakek sedikit berlebihan?" Suara lain ikut membaur, tatapan kesal dilayangkan pada lansia berwatak keras di hadapannya.

"Sachi hanya anak kecil! Jaga ucapan kakek dong!" Serunya nyalang, tangannya terkepal menahan emosi.

"Kak ..." suara lirih Sachi mencoba menahan sosok lebih tua di sampingnya, tangannya dengan cemas menarik ujung gaun putih gadis itu. Mencoba menghentikannya.

"Lagipula itu hanya vas biasa!" Sambungnya lagi.

Suasana menjadi lebih panas saat kakek menaikkan suaranya. "JAGA UCAPANMU SAAT BICARA DENGAN ORANG YANG LEBIH TUA."

"KALAU BEGITU KAKEK JUGA JAGA UCAPAN KAKEK KALAU DENGAN ANAK KECIL!!"

"Kalian berdua, hentikan!" Shinichiro mencoba menengahi, tapi anggota keluarga tertua Sano masih enggan untuk diam, tanpa pikir panjang ia terus meluapkan amarahnya.

"Kau. Di antara kalian, kau yang lebih tua kan? Seharusnya kau bisa lebih dewasa! Tapi yang kau lakukan hanyalah merepotkan keluarga ini," tukas Mansaku.

Ia berdecak, "seharusnya kau tidak membawa anak-anak bodoh tidak berguna ini ke sini, Shinichiro."

Semua terdiam sesaat, atmosfir menjadi lebih berat. Shinichiro membuka mulutnya, namun gadis di sampingnya mendahului Shinichiro.

"... kurang ajar." Bahunya bergetar menahan amarah, di balik poninya, kedua mata menatap Mansaku kian sinis.

"DASAR TUA BANGKA. NURANIMU IKUT KIKIS BERSAMAMU, YA!? JANGAN BILANG HAL MACAM ITU PADA ANAK KECIL!!" pekiknya keras.

"Kalau memang itu yang kakek pikirkan, aku akan pergi! Dengan begitu kakek tidak perlu pusing soal uang lagi!!" Dengan hentakkan kaki yang keras, dia berlari pergi dengan wajah memerah. "DAN JANGAN MENCARIKU."

Menenggelamkan kepalanya kebenaman tangannya, dia merintih malu.

"Harusnya aku berikan comeback yang lebih masuk akal. seperti anak kecil saja, langsung lari pergi begitu," bisiknya. Mengintip dari balik lengannya, dia memperhatikan api yang menari lembut diterpa angin.

Ia menyadari tindakannya tidak rasional, tapi bahkan saat ini, di tengah kesunyian, ia sama sekali tidak menyesali keputusan yang dipicu ledakan emosinya.

Entah apa yang ia coba buktikan, namun selain ke khawatirannya pada sang adik yang sendirian di kediaman Sano, dia tidak menyesali keputusannya.

Malam ini, dia akan berkemah dan tidur sendirian di bawah taburan bintang.

"Di sini kau ternyata."

rencananya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top