weird guy, weird feelings
Meskipun Xavier akan mengomel, Melissa tetap harus mengatakannya: Julian itu aneh. Banget.
Semenjak pertarungan terakhir mereka melawan Alice, iblis, dan para raven dari Monastery of Light, tim tiga orang mereka berubah menjadi empat orang—angka genap, awalnya Melissa merasa puas. Apalagi usai menyaksikan Julian membantai iblis-iblis yang mengejar mereka habis sembari tersenyum lebar, Melissa mau tidak mau berekspektasi tinggi; sepertinya rekan baru mereka ini akan menyenangkan.
Nyatanya, ekspektasi Melissa itu hancur tak bersisa, bak sudah dilambungkan tinggi-tinggi ke langit kemudian dihempaskan jatuh begitu saja.
Julian hampir tidak pernah berbicara! Dia tidak pernah menginisiasi obrolan atau bahkan memberi respons sepatutnya ketika diajak ngomong. Julian seringkali menghindari tatapan mata dalam waktu lama dan cowok itu punya senyum yang aneh.
Dugaan Melissa benar; rekan baru mereka adalah orang gila lainnya, sayangnya—bukan tipe orang gila yang keren seperti Xavier atau asik seperti Yin.
Melissa sendiri selalu merinding berada di dekat Julian. Juga seringkali terasa seperti ada kupu-kupu di perutnya, gejala yang mulai dirasakannya ketika pertama bertemu Julian—tepatnya saat melihat Julian menyusul mereka usai membantai puluhan iblis. Cowok itu seperti habis mandi darah saking banyaknya darah yang menempel pada tubuhnya. Senyuman lebar Julian belum hilang dan ia berkata, "Xavier, aku ikut kalian."
Melissa ingat sekali ia merinding hebat melihat Julian yang seperti itu. Tangannya refleks melingkari perutnya ketika merasakan kepakan sayap kupu-kupu di sana. Anehnya begitu Melissa melihat ke bawah, tidak ada kupu-kupu ataupun suara kepakan sayapnya.
Hanya ada perasaan aneh itu, yang terus dirasakannya hanya dalam kehadiran Julian.
***
"Malam ini kita akan bermalam di sini," ujar Xavier, kedua mata biru langitnya bergerak ke sana kemari memindai keamanan lingkungan sekitar mereka. "Besok kita cari kota terdekat dan beli beberapa barang yang dibutuhkan. Pastikan identitas kita tidak terungkap."
Tak ada sanggahan dari Melissa, Yin, maupun Julian. Sekarang ini mereka berempat sudah menjadi buronan utama Moniyan Empire, pastinya akan ada banyak orang yang mengincar mereka. Berita soal Forsaken Light—cahaya yang ditinggalkan, grup mereka, pasti sudah menyebar di seluruh Land of Dawn.
Meski begitu, detak jantung Melissa bertambah cepat, ini seru juga.
Jujur saja, hal ini adalah hal yang paling mendebarkan dan mengasyikkan yang pernah Melissa alami. Rasanya tidak buruk juga.
Kedua mata sewarna langit Xavier menatap mereka satu persatu. "Nggak ada yang protes? Kalau gitu, Julian dan Yin tolong cari kayu untuk membuat api. Melissa bisa berburu, 'kan? Kau denganku."
"Siap, Xavier!"
Melissa dan Xavier tengah menunggu seekor lagi binatang masuk dalam perangkap mereka ketika suara Yin terdengar samar-samar. "Xavier, ini kayunya diapakan?!"
Melissa terkikik kecil mendengar pertanyaan Yin. Seriusan bocah itu tidak tahu caranya menyalakan api? Bukannya kekuatan dia kurang lebih berhubungan dengan api, ya?
Xavier menghela napas dengan lelah. "Melissa, kuserahkan padamu. Seharusnya hewan yang kita tunggu tidak terlalu berbahaya, tetapi kalau merasa sulit dikalahkan, teriak saja. Nanti kami datang."
Dikipasnya tangannya seolah menepis perkataan Xavier. "Iya iya, sudah sana urusi saja si bodoh itu."
Xavier beranjak dari posisinya dan menepuk pundak Melissa pelan, mengucapkan terima kasih secara tersirat. Mengamati punggung Xavier yang menjauh, Melissa kembali memperhatikan perangkap yang mereka buat sebelumnya.
Awalnya Melissa masih bisa kalem, tetapi tak berapa lama kemudian Melissa sudah menggerak-gerakkan tangan dan kakinya mengikuti suatu melodi tak terdengar. Ia mulai bosan. Sudah menunggu lama sekali, perangkap itu tetap terbaring di atas tanah tak tersentuh.
Bosen banget, Melissa menghembuskan napas dengan kesal, kirain berburu hewan bakal menyenangkan ternyata jauh lebih membosankan daripada terpaksa duduk diam di kelas privat guru-guru lamanya.
Satu detik, dua detik.
Terdengar suara desiran daun-daun di tengah hutan, seperti ada sesuatu yang besar bergerak di antaranya. Seketika, Melissa langsung segar dan ditajamkannya pendengarannya.
Suara gesekan daun itu terdengar lagi, kini lebih keras menandakan apapun hewan yang sedang bergerak itu, makhluk itu sedang mendekati Melissa. Kemudian sunyi.
Tidak ada pergerakan baik dari Melissa maupun makhluk di tengah hutan itu. Keduanya sama-sama menunggu kesempatan untuk bergerak, untuk menyerang dan menghabisi satu sama lain.
Melissa merasakan hembusan angin di sisinya dan sebuah suara gesekan daun yang terdengar sangat kencang, persis di samping Melissa.
Cewek itu terlambat bereaksi, jarumnya dikeluarkannya sepersekian detik lebih lambat daripada makhluk di hadapannya. 'Hewan' itu mengaum kencang, membuat beku sekujur tubuh Melissa, membuatnya jadi santapan lezat di hadapan makhluk itu.
Melissa tidak menyadari kehadiran seseorang lainnya sampai makhluk besar yang seperti beruang itu melolong kuat-kuat. Melissa mengerjap sekali, hewan itu tumbang, memperlihatkan keberadaan seseorang di balik tubuhnya.
Julian, batin Melissa dalam hati sembari mengabaikan kupu-kupu yang kembali mengepak kencang.
Pandangan Melissa berpindah pada tangan kanan laki-laki itu yang terkena sedikit cipratan darah, sebuah belati dalam genggamannya. Melissa kembali menatap Julian yang ekspresinya tak terbaca. "Julian, kau sedang apa di sini?"
Karena Julian tak kunjung mengalihkan pandangan, Melissa yang menolak untuk 'kalah' juga sama keras kepalanya dan enggan berkedip. Akhirnya, Julian menatap tangan kiri Melissa yang sudah menggenggam jarum-jarum diolesi obat tidur kuat, yang awalnya akan Melissa gunakan untuk berburu.
"Aku dengar beruang," ujar Julian. "Tidak ada Xavier, jadi aku ke sini."
Berdasarkan hasil analisis Melissa, maksud Julian ialah; ia mendengar pergerakan seekor beruang di tengah-tengah pohon lalu menyadari Xavier tidak sedang bersama Melissa, makanya Julian mendatangi Melissa. Setidaknya, itu yang Melissa pikir terjadi.
"Oh," Melissa mengangguk-angguk dengan bodoh, "Makasih?"
Julian mengangguk kecil dan tersenyum lalu menarik belati yang dipakainya membunuh beruang tadi dengan tangan kiri, dan (Melissa berjengit jijik) mengorbankan kain bajunya untuk mengelap belati itu. Begitu selesai, Julian mengantongi belati tersebut lalu mengangkat beruang yang lehernya hampir putus itu dan menyampirkannya di pundak dengan mudah. "Hati-hati," kemudian, ia menghilang seolah ditelan kegelapan.
Melissa bahkan tidak meminta tolong untuk dibawakan beruangnya. Melissa bahkan tidak berteriak seperti kata Xavier kalau mengalami kesulitan.
Julian datang dan pergi sesukanya. Ia datang menolong Melissa tanpa diminta, kemudian tanpa pula meminta imbalan, langsung pergi begitu saja.
Melissa bisa merasakan kupu-kupu yang mengepak di perutnya semakin bertambah jumlahnya semakin ia memikirkan Julian.
Aneh, aneh banget. Anehnya jantung Melissa berdegup sangat kencang sampai-sampai ia takut bisa terdengar bunyinya dari luar. Anehnya wajah Melissa memanas mengingat senyuman kecil kaku yang Julian lemparkan padanya tadi.
Aneh, sangat aneh.
Sejak Julian bergabung dalam tim mereka, hal-hal aneh mulai terjadi pada Melissa.
Sialnya, Melissa tidak tahu apakah ia benar-benar merasa terganggu dengan hal-hal aneh ini atau malah ... menyukainya?
===
so so sorry it took me way too long to write this chapter 🙇♀️🙇♀️🙇♀️
kukira aku bakal bisa nyelesein tepat waktu TP KEBERADAAN TRY OUT DAN TUGAS TUGAS YANG MENUMPUK MENGUBAH SEGALANYA AAAAAAAA HUHUHUHUH jadi ini rasanya jadi anak kelas 12 .... /tepar
i'll work hard on the next chapter, thank you for reading this!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top