° Three °

"Demi Aeon, Dan Heng! Bagaimana bisa Astral Express meninggalkan kita berdua planet antah berantah ini--?!"

Sungguh malang sekali nasib mereka berdua. Maksud hati turun dari kereta sebentar untuk menghirup udara segar, pada jam berikutnya Dan Heng dan (Name) malah ditinggal di planet SDV-1753, planet mati yang hanya berisikan hutan dan hewan-hewan liar.

"Tenangkan dirimu, (Name). Aku tadi sudah menghubungi tuan Welt." Dan Heng lalu menyimpan ponselnya kembali di dalam saku. "Mereka akan menjemput kita. Hanya saja, Express sudah telanjur menuju ke destinasi tujuan."

"Jadi, setelah mereka sampai di destinasi, barulah mereka akan melakukan warp kembali ke planet ini."

(Name) menghela napas dengan penuh rasa lega. Ia sungguh panik andaikata mereka terjebak di planet ini berdua saja, tanpa ada manusia lain dan sumber daya planet ini pun akan segera habis. "Kamu tanya tidak kapan mereka akan tiba di sini?"

"Paling cepat besok."

Senyuman (Name) pun luntur ketika mendengar jawaban yang diberikan oleh Dan Heng. Ia menganga lebar sebab tak percaya atas fakta yang ia dengar. "Kau bercanda, 'kan?"

"Kau yang paling tahu aku tidak suka bercanda, (Name)." Dan Heng menghela napas berat. "Mau bagaimana lagi ... malam ini kita terpaksa harus berkemah."

Senyuman paksa terpampang jelas di wajah rupawan gadis itu, ketika mendengar fakta bahwasannya Astral Express benar-benar takkan menjemput mereka, setidaknya sampai besok.

(Name) putus asa.

***

(Name) menghela napas berat sembari membawa beberapa kayu bakar ke sebuah gua yang cukup besar di area hutan. Beruntung sekali mereka bisa menemukan gua untuk mereka tinggali malam nanti, setidaknya mereka tidak benar-benar harus tidur di bawah pohon atau di alam terbuka.

Langit sudah semakin sore. Sebentar lagi malam pasti akan tiba. Ia sudah harus bersiap-siap menyalakan kayu bakarnya.

Gadis itu sudah menyusun kayu bakar itu sedemikian rupa. Setidaknya, nanti malam dia tinggal membakar kayu itu dengan kekuatannya saja dan tidak perlu repot-repot menyusun kayu bakar lagi.

Dia dan Dan Heng sudah membagi tugas. (Name) mencari kayu bakar, dan laki-laki itu akan mencari sesuatu untuk mereka konsumsi. Mereka tidak ingin mati konyol karena dehidrasi dan kelaparan, tentunya.

"Segini cukup tidak, ya?" Gadis itu bergumam sendiri saat membawa kedua tangannya untuk dilipat di depan dada. "Hmm, bawa sedikit lagi tidak akan menjadi masalah. Sebaiknya aku cari kayu bakar lagi."

(Name) hendak keluar dari gua itu. Namun, baru beberapa langkah ia menjejakkan kaki, Dan Heng sudah tiba di gua tersebut, dengan membawa tombak Cloud-Piercer kebanggaannya. "Oh, (Name). Aku sudah kembali."

Laki-laki itu melirik ke dalam gua, kayu bakar yang diambil oleh (Name) ia rasa sudah lebih dari cukup. "Kau mau ke mana? Sudah, jangan jalan-jalan lagi. Kayunya sudah cukup, kok."

Dan Heng berjalan memasuki gua dan (Name) mengikuti langkahnya. Tunggu. Ada sesuatu yang ada di tombaknya. Gadis itu memicing tajam.

Sebentar-sebentar, itu ... ikan?

Lucu sekali melihat Dan Heng mengangkat tombak yang ujungnya terdapat banyak ikan, (Name) nyaris tidak bisa menahan tawa.

"Aku berhasil menangkap ikan dan mengambil air di sungai tadi. Yah--setidaknya bisa untuk memenuhi rasa lapar kita malam ini, (Name)." Dan Heng tersenyum tipis seraya duduk di atas batu di dekat tumpukan kayu bakar. "(Name), kau boleh nyalakan apinya sekarang."

(Name) bergidik dengan ngeri sebelum menuruti perintah Dan Heng. Bukan--bukannya dia pemilih; dia juga pernah dihadapkan pada situasi harus menelan air sungai dan makan seadanya. Hanya saja, satu pertanyaan terlintas di benaknya, "Kamu yakin ikan dan airnya masih aman kita konsumsi?"

"Bagaimana kalau sungainya sempat kena pengaruh stellaron?"

Dan Heng mengambil salah satu ikan yang ia tusuk dengan tombaknya, kemudian ia tusukkan ke ranting kecil. "Jangan khawatir. Aku sudah periksa, sungainya masih sangat jernih, kok."

"Yakin?"

"Sangat yakin."

Pada akhirnya (Name) memilih untuk memercayai Dan Heng. Ia kemudian mengulurkan tangannya ke arah kayu bakar, nyala api mulai menerangi gua yang gelap ketika suara ledakan akibat kekuatannya terdengar.

Sebisa mungkin (Name) menahan tenaga supaya tidak terlalu destruktif. Semua akan kacau kalau sampai gadis itu menghancurkan guanya tanpa sengaja.

Pas sekali, Dan Heng sudah selesai menusukkan ikan ke ranting. Ia menancapkan ikan ke sekeliling api unggun yang sudah dinyalakan oleh (Name), membiarkan ikan itu termasak dengan apinya.

"Duduklah, (Name). Kita harus makan dan segera istirahat." Dan Heng menarik tangan sang gadis yang masih terpaku melihat api unggunnya, sang gadis ia bawa untuk duduk tepat di sampingnya. "Tunggu sebentar, ikannya masih belum matang."

(Name) tertegun, sepasang netranya memantulkan refleksi api. Dan Heng juga terdiam, memainkan ponsel miliknya--meski sejujurnya, di sini hampir tidak ada sinyal sama sekali.

Gadis itu menghela napas berat.

Andaikata Stelle tidak melupakan kepergian mereka, saat ini dia pasti sedang bersantai di ruang arsip dan membaca buku.

Ingatkan (Name) untuk memarahi Stelle nanti.

"Ini, (Name). Makanlah." Selang beberapa menit, setelah memastikan ikannya sudah dipanggang dengan sempurna, Dan Heng mengambilkan ikan panggangnya untuk (Name). "Rasanya pasti hambar ... terima saja ya."

"Terima kasih, Dan Heng." (Name) menerima ikan tersebut dan hendak memakan ikan tersebut, namun, tanpa sengaja ia menyentuh permukaan ikan yang masih panas sekali. "Panas--!"

"Hati-hati, (Name)." Dan Heng memandang gadis itu dengan khawatir, kemudian mengusap-usap tanganmu. "Pelan-pelan."

Dan Heng memilih untuk meniup ikan tersebut untuk membuatnya jadi sedikit lebih dingin, supaya (Name) bisa lebih mudah memakannya.

Yang (Name) tahu Dan Heng adalah orang yang dingin dari luar. Karena itulah, melihat ia sepeduli itu padanya, meski tanpa kata-kata--mau tak mau gadis itu tersipu sebab perbuatannya.

Keduanya menikmati santapannya.  Setelah semuanya selesai mereka santap, mereka membereskan sisa-sisa makanan mereka dan bersiap-siap untuk istirahat.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top