° Four °
(Name) kira, hal tersulit yang akan mereka jalani saat berkemah dadakan ini adalah kesulitan untuk makanan. Namun, nyatanya mereka berhasil memenuhi rasa lapar mereka tanpa ada kesulitan.
Sebaliknya, hal-hal yang tak pernah terpikir akan menjadi masalah adalah fakta bahwa mereka harus bermalam berdua.
Di gua yang sempit itu, berdua saja.
Bukan, (Name) bukannya merasa canggung pada Dan Heng. Di antara semua kru Astral Express, (Name) terbilang paling akrab dengannya, jelas tidak ada rasa canggung. Terlebih, (Name) tahu kalau Dan Heng bukanlah laki-laki brengsek yang akan mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Hanya saja, (Name) tidak tahan dengan udara dingin. Elemen yang dia kuasai adalah api; mungkinkah karena itu dia selalu membenci kedinginan?
Langit sudah semakin gelap. Gadis itu dapat melihat Dan Heng yang duduk bersandar di dinding gua sembari memejamkan mata. Ah, sepertinya laki-laki itu sudah tidur.
Sejak sejam yang lalu, (Name) sudah berusaha memejamkan matanya, memutar posisi beberapa kali supaya tidak kedinginan. Api unggun masih menyala, tapi sudah semakin mengecil dan udara di sekitarnya semakin mendingin.
'Tahu begini, harusnya aku benar-benar cari kayu bakar lebih banyak, deh.' (Name) menghela napas berat. Gawat, udara dingin ini bisa membunuhnya nanti.
(Name) beranjak berdiri dari posisi berbaring. Ia berencana untuk ke luar sejenak, mungkin mencari kayu bakar lagi?
Namun, mendengar suara langkah menuju keluar dari gua, Dan Heng segera terjaga. Sepasang netranya memandang lekat-lekat ke arah sang gadis. "Kau mau ke mana?"
(Name) terlonjak kaget kala mendengar suara Dan Heng tiba-tiba. Ia memandang laki-laki yang masih duduk di sana, dengan tatapan syok. "Lho, kamu belum tidur?"
"Sudah. Tapi aku terbangun mendengar suaramu," jawab Dan Heng sembari memandang ke api unggun mereka yang semakin mengecil, sebelum kembali mengalihkan atensinya pada (Name). "Kutebak, kau mau cari kayu bakar lagi?"
"Ketahuan, ya?"
"Aku sudah lama mengenalmu, 'kan. Jadi, wajar aku tahu apa yang ada di kepalamu." Dan Heng menghela napas berat. "Sebaiknya jangan. Kita tidak tahu ada bahaya apa di luar sana."
"Memang, musuh atau hewan liar tidak sekuat itu. Namun, karena gelap kita pasti kesulitan untuk bereaksi, (Name). Bahaya."
"Gampang. Aku bakar saja hutannya biar agak terang sedikit."
Dan Heng memandangnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Buru-buru, (Name) menyambung kalimatnya, "Aku hanya bercanda."
"Ngomong-ngomong, maaf ya aku jadi membangunkanmu." (Name) mengambil posisi duduk di sebelah Dan Heng, ikut bersandar pada dinding gua yang sama. "Kamu boleh tidur lagi. Istirahatlah, Dan Heng."
"Jangan khawatirkan aku. Aku memang bukan tipe yang akan tertidur pulas, kok." Dan Heng lantas melepas jaket yang ia kenakan, lalu memberikannya pada sang gadis. "Kau pakai saja jaketku. Setidaknya akan membuatmu jadi lebih hangat."
(Name) tertegun. Lagi-lagi, dia benar-benar perhatian. (Name) memeluk jaket yang diberikan olehnya, terdapat aroma parfum yang khas sekali, aroma khas Dan Heng. Tanpa sadar, ujung bibirnya terangkat dan membuat senyum yang tak hilang dari wajahnya. "Terima kasih, Dan Heng."
Laki-laki itu mengangguk. (Name) segera mengenakan jaket milik Dan Heng dan mencoba memejamkan mata lagi, hendak beristirahat. Begitu pula dengan Dan Heng.
Hanya saja, ternyata jaket saja tidak sepenuhnya bekerja.
(Name) masih tetap kedinginan, berkali-kali ia memutar tubuhnya ke sana dan ke sini, mecari posisi yang bisa membuatnya agak sedikit lebih hangat.
'Sialan, makin tengah malam makin dingin saja!' (Name) mengumpat kesal dalam hati. Sumpah, ingin sekali ia membakar seisi hutan supaya udaranya terasa hangat.
Dan Heng yang belum terlelap menyadari sang gadis gelisah dan tampak tidak nyaman. Lama kelamaan, tubuh sang gadis gemetaran. Oh, benar-benar separah itu (Name) terhadap rasa dingin. Pantas saja Welt melarang (Name) untuk turun ke Jarilo-VI yang sangat dingin itu.
Tiba-tiba, Dan Heng tergerak untuk merengkuh tubuh sang gadis, menariknya dalam dekap hangatnya. Tanpa ada niatan aneh-aneh, hanya semata-mata membuat gadis itu tidak kedinginan saja.
Keduanya saling terdiam tanpa ada sepatah kata.
"Dan Heng?" (Name) nyaris menjerit andaikan yang memeluknya adalah laki-laki lain. Berhubung dia adalah Dan Heng, sahabat terdekatnya; mau tidak mau malah ada rona merah yang terlukis di wajahnya. "Kenapa kamu memelukku?"
"Kalau kulit saling bersentuhan, akan terasa hangat." Dan Heng tidak berani memandang ke sepasang netra sang gadis. "Dengan suhu tubuh kita, sepertinya kita sudah bisa menghangatkan satu sama lain. Sekarang, istirahatlah."
"Oh ...."
Demi Aeon, (Name) bersumpah ia berterima kasih pada niat baik Dan Heng yang ingin membantunya tetap hangat.
Hanya saja--ini sih bukan hangat.
Ini panas, namanya.
(Name) dapat merasakan rasa panas yang menjalar di pipi, ketika rona merah semakin tercetak di wajahnya yang rupawan. Jantungnya berdebar-debar tak keruan.
"Wajahmu merah, kau sakit?" Menyadari (Name) seperti tidak baik-baik saja, Dan Heng memandang gadis itu dengan khawatir, ia melepas pelukannya, kemudian menyentuh kening sang gadis. "Tidak demam ... tapi suara detak jantungmu berdebar-debar kencang sekali."
"Aku baik-baik saja." (Name) membenamkan wajahnya ke dada Dan Heng, menyembunyikan rona merah yang terlukis. "Sudah, sebaiknya kita istirahat, Dan Heng."
Dan Heng hanya terdiam, kemudian memeluk (Name) sekali lagi, lebih erat, supaya ia tidak kedinginan.
Ya Aeon, (Name) jadi bertanya-tanya, sebenarnya Dan Heng itu tidak peka--atau memang ingin menggodanya saja?
(Name) hanya tidak tahu bahwasannya Dan Heng juga setengah mati menahan rasa berdebar-debar itu.
Dan Heng sesekali mengusap-usap lembut pucuk kepala (Name). Suara napas Dan Heng dapat ia dengar, sedikit banyak membuat deru jantung sang gadis semakin berpacu.
Perlahan-lahan (Name) tak lagi merasakan dinginnya malam dan memilih untuk terlelap dalam dekapan Dan Heng. Keduanya menghabiskan malam bersama, dalam dekap hangat masing-masing.
***
"March, kau cari ke arah sana, Stelle ke arah situ."
Keesokan paginya, kru Astral Express sudah tiba kembali di planet SDV-1753. Mereka tiba jauh lebih cepat dari perkiraan. Namun, ketika Welt mengontak Dan Heng dan (Name), tak ada satupun yang menjawab.
Ketiganya segera berpencar, mencari-cari kedua sosok itu. Demi Aeon, Welt sangat khawatir. Bagaimana kalau mereka diserang? Bagaimana kalau mereka dalam bahaya? Ia tidak boleh berlama-lama, harus secepatnya menemukan dua anak itu.
"Welt-jichan! Aku menemukan mereka!"
Laki-laki itu mendengar teriakan March dan segera menghampiri ke sumber suara. Oh, March menemukan mereka di dalam gua rupanya.
Ketika sudah sampai ke dalam gua, ia dapat melihat March yang asyik memotret dan Stelle yang hanya tertawa-tawa kecil.
Ada apa?
Welt memandang pada Dan Heng yang memeluk (Name) erat-erat, dan sang gadis yang mengenakan jaket milik Dan Heng.
"Dasar anak muda zaman sekarang," komentar Welt sembari menepuk kening. Kembalikan rasa khawatirnya, ternyata keduanya asik terlelap dan berpelukan satu sama lain.
Ah, Welt jadi rindu keluarganya di bumi.
Welt hendak membangunkan kedua insan yang terlelap itu, tapi dihadang oleh March.
"Ssh, sebentar, jangan dibangunkan dulu!"
March masih memotret mereka dengan antusias. Ia nyaris menjerit ketika melihat (Name) yang tiba-tiba memeluk Dan Heng juga. "Astaga ... astaga ... astaga!"
"Stelle! Rekam, cepat!"
Welt menepuk kening melihat tingkah anak-anak itu. Memang dasar anak muda zaman sekarang, ia sakit kepala sendiri melihatnya.
Terdengar suara yang ribut, Dan Heng perlahan-lahan terjaga dan mengerjapkan matanya berkali-kali. Sampai ketika netranya membulat dengan sempurna, menemukan kehadiran kru Astral Express. "Kalian ... sejak kapan?!"
Demi Aeon, Dan Heng bersumpah biasanya dia adalah sosok yang mudah terbangun. Namun, entah kenapa kali ini dia tidur lelap sekali?
Mungkin saja dia terlalu nyaman memeluk (Name).
Sepasang netra Dan Heng menyadari March dan Stelle yang memotret merekam mereka, Dan Heng buru-buru membangunkan (Name). "(Name). Bangun, cepat."
"Mmhh ... ada apa ... sih?" (Name) mengucek matanya beberapa kali, kemudian reaksinya sama seperti Dan Heng. Ia buru-buru bangun dan memandang mereka dengan tatapan terkejut. "Demi Aeon!"
Mereka berdua segera berdiri, lalu melipat kedua tangan dengan sebal. (Name) berseru, "Kenapa kalian tidak bangunkan aku, sih?!"
"Sayang kalau adegan manis itu dilewatkan~ Ya, 'kan, Stelle?" March terkekeh-kekeh geli melihat tingkah (Name) serta wajahnya yang memerah. Stelle hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Anak muda zaman sekarang benar-benar, ya." Welt ikut menimpali mereka dan memijat pangkal hidungnya. "Aku harus bilang apa pada Himeko nanti? Kedua anak ini melalukan--"
"KAMI TIDAK MELAKUKAN APAPUN!"
Sebelum Welt menuduh mereka yang tidak-tidak, terlebih dahulu Dan Heng dan (Name) menyela perkataannya. Wajah mereka sudah merona kemerahan sejak tadi, sehingga keduanya tidak berani menatap satu sama lain.
(Name) mengembalikan jaketnya pada Dan Heng. "Sudahlah. Ayo cepat kita kembali ke Express. Dan Heng, ini jaketmu."
Sang gadis memilih melangkah duluan setelah berbicara demikian, mereka semua dapat melihat jelas rona merah itu sudah menjalar sampai telinga (Name).
March dan Stelle masih menikmati untuk menggoda kedua insan itu, sementara Welt hanya memantau mereka dari belakang.
Di tengah kesialan, memutuskan untuk berkemah dadakan seperti ini tidak terlalu buruk juga?
Setidaknya, sejak saat ini (Name) juga Dan Heng mengetahui isi hatinya masing-masing;
mereka menyukai satu sama lain--mungkin?
Yah, entah mereka akan mengakuinya atau tidak.
Yang jelas, kejadian ini membuat mereka menjadi semakin dekat--dan setidaknya, mereka tidak akan saling menganggap perasaan keduanya hanya terbatas pada persahabatan.
End
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top