CHAPTER 6 - Pernyataan yang Tak Sempat Terucap (2)
Aku sudah sembuh. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Urus saja urusanmu.
Eun-Ji berdecak sebal saat membaca pesan singkat dari adiknya, walaupun sebenarnya dia merasa lega karena adiknya itu baik-baik saja dan hanya kena demam dan flu biasa. Bila pagi tadi kekhawatirannya masih menggunung, sekarang kekhawatirannya itu menyusut tajam setelah membaca pesan itu.
Setelah turun dari mobil Ah-Na, Eun-Ji menyusuri jalan dengan langkah pelan. Kepalanya pusing sekali. Rapat dengan Han Seonsaengnim tadi sungguh-sungguh memberi dampak pada dirinya. Pertama, dia harus merevisi company profile yang sudah dia buat, yang menuntutnya untuk mengumpulkan data dari berbagai divisi lagi. Dan yang kedua, tuntutan itu membuatnya harus mempersiapkan diri jauh lebih matang bila menghadapi kliennya nanti.
Eun-Ji terus berjalan perlahan sambil menunduk. Bila menemukan batu kecil di jalan yang dia lewati, dia akan menendang batu itu asal~asalan. Berkali-kali dia melakukan itu. Sampai kemudian, langkahnya terhenti di depan toko roti milik keluarga Kim. Masih ramai pengunjung di dalam toko sana. Eun-Ji mencari Seo-Hyeon, tapi dia tidak menemukan laki-laki itu. Mungkin sedang sibuk di dapur, pikir Eun-Ji.
"Kau juga bisa menyatakan perasaanmu sekalian! Agar mood-mu jauuuh lebih bagus!"
Ucapan Soo-Ra kembali bergaung di kepala Eun-Ji—menyentil kesadarannya, juga perasaannya. Haruskah dia melakukannya malam ini?
Sedetik kemudian, dia menggeleng kuat-kuat. "Apa sih yang sedang kupikirkan?!" dia memaki diri sendiri, lalu berjalan berbalik arah. Bukannya langsung pulang ke rumah, dia malah berniat mencari kedai soju. Mungkin dengan minum alkohol, mood-nya benar-benar akan membaik.
***
"Eun-Ji? Kau sedang minum sendiri?"
Eun-Ji mendongak saat seseorang tiba-tiba memanggil namanya. Dia kaget karena pemuda yang kini berdiri di hadapannya adalah Seo-Hyeon.
"Annyeong!" sapa Eun-Ji cepat sambil tersenyum lebar.
Bukannya Seo-Hyeon sedang ada di toko? Kenapa sekarang dia ada di sini dan berpakaian rapi sekali? Eun-Ji bertanya dalam hatinya.
Sadar Eun-Ji memperhatikan cara berpakaiannya, Seo-Hyeon ikut memandangi pakaian yang dikenakannya: kemeja putih di dalam jas abu-abu yang senada dengan warna celana formal yang dia kenakan. "Aneh, ya?" Pria itu bertanya sambil meringis. Lalu, dia duduk di kursi di depan Eun-Ji.
"Tidak... kau... kau tampak, ngg, tampan," ucap Eun-Ji pelan—dikiranya, Seo-Hyeon tidak mendengar kata-kata terakhir yang dia ucapkan.
"Kau mengatakan itu karena sudah mulai mabuk, ya?" Seo-Hyeon berkata. Senyum lebarnya membuat jantung Eun-Ji berdetak tak keruan lagi.
"Eh, kurasa begitu," kata Eun-Ji gelagapan. Dia berusaha menutupi salah tingkahnya barusan. "Sedikit saja. Aku tidak terlalu mabuk, kok," lanjutnya, lalu meneguk segelas soju lagi.
"Sepertinya kau butuh teman untuk minum. Tapi bagaimana, aku tidak boleh mabuk sekarang karena masih harus beres-beres di toko," Seo-Hyeon berkata, lalu menarik botol soju yang hampir diraih Eun-Ji. "Dan kau... jangan minum terlalu banyak. Sudah cukup, Eun-Ji~ya."
Muka gadis itu sudah memerah, pandangannya juga tidak terlalu fokus lagi. Melihat kondisi Eun-Ji yang seperti itu, Seo-Hyeon jadi mengkhawatirkan kondisi gadis di hadapannya itu.
"Ya, ya, aku tidak mabuk!" Eun-Ji berkata sambil memukul-mukul bagian atas dada kirinya, mencoba membuktikan kalau dia baik-baik saja.
"Cheongmal?" balas Seo-Hyeon sangsi.
"Gwaenchanayo!" kata Eun-Ji percaya diri. Tapi setelahnya, dia menopang wajahnya dengan kedua tangan yang ditekuk di atas meja. "Aku tidak mabuk...," katanya lirih. Matanya agak terpejam waktu bicara.
Seo-Hyeon tersenyum melihat Eun-Ji, kemudian mengambil kacang yang ada di mangkuk. "Sepertinya kau sedang kesal, ya?"
Eun-Ji seketika mendongak. Matanya terbuka, lalu setengah terpejam lagi. "Pekerjaanku sangat tidak menyenangkan! Buruk sekali! Bosku menyebalkan!" Dia cemberut. "Rasanya... rasanya itu, ugh! Benar-benar membuatku muak! Maksudku, semua orang dibuat muak oleh bosku itu! Sungguh!"
"Apa kau ingin pindah dari tempat kerjamu sekarang? Mencari pekerjaan lain?" Seo-Hyeon bertanya sabar.
"Maldo an dwe! Aku suka bekerja dengan teman-temanku, hiks!" Dia bersendawa di akhir kalimatnya. Ditutupnya mulutnya dengan sebelah telapak tangan. Tak lama kemudian, dia berniat mengambil lagi soju dalam botol untuk dituang ke dalam gelasnya, namun Seo-Hyeon lebih sigap menjauhkan botol itu dari jangkauan Eun-Ji—membuat gadis itu makin cemberut.
"Nah, bertahanlah dengan pekerjaanmu itu, Eun-Ji~ya!" Pria itu memberi semangat.
Mata Eun-Ji menyipit, berusaha mencerna ucapan pria yang diam-diam dia suka itu. "Tapi...," katanya, menggantung ucapan.
"Mwo?"
Eun-Ji menggaruk kepalanya, lalu bertanya dengan sisa-sisa kesadarannya. "Ngomong-ngomong... kenapa kau ada di sini, Seo-Hyeon~a...?"
Seo-Hyeon tersenyum makin lebar—membuat jantung Eun-Ji berdebar makin hebat.
"Kalau kau bertanya kenapa pakaianku serapi ini... itu karena aku baru bertemu seorang gadis. Gadis itu anaknya teman baik ibuku. Kami kencan buta. Baru kali ini aku kencan buta dengan benar," senyum Seo-Hyeon berganti tawa. Dia meminum segelas soju untuk mengerem rasa senangnya. "Kau ingat ceritaku tentang gadis kencan buta, anaknya teman ibuku itu, kan?"
Seperti ada seseorang yang menekan tombol di leher, Eun-Ji mengangguk. Setelahnya, dia terpaku. Matanya tak berkedip, memastikan apakah ucapan Seo-Hyeon barusan adalah kenyataan atau hanya halusinasi karena dia sudah terlampau mabuk. Dia berharap pilihan kedua lah yang menjadi alasan.
"Soo Hana, nama gadis itu. Orangnya sangat menyenangkan, Eun-Ji~ya. Awalnya, kupikir kencan kami akan membosankan. Tapi, ternyata aku salah besar! Kurasa kami cocok satu sama lain," Seo-Hyeon menambahkan, membuat Eun-Ji sadar bahwa dia tidak sedang berhalusinasi.
Ini nyata. Seo-Hyeon telah bertemu dengan gadis yang dia sukai. Fakta itu lantas membuat dada Eun-Ji rasanya sesak tiba-tiba....
"Oh... se-selamat!!" Eun-Ji berkata antusias setelah mengambil jeda untuk menenangkan diri. Dia pura-pura ikut bahagia. Diambilnya botol soju yang tadi dijauhkan Seo-Hyeon darinya.
Kali ini, gerakan gesit Eun-Ji membuatnya berhasil mendapatkan kembali minumannya. Dia lalu meneguk soju langsung dari botol itu, membuat Seo-Hyeon memekik panik, "Ya! Kau bisa pingsan kalau minum seperti itu, Eun-Ji~ya!"
Eun-Ji nyengir konyol, bersikap seakan tak peduli. Kedua tangannya dia angkat tinggi-tinggi ke atas kepala saat Seo-Hyeon berusaha merebut kembali botol itu.
Alkohol yang diminum Eun-Ji kali ini terasa sangat pahit dan membuat kerongkongannya perih. Namun, hatinya terasa jauh lebih pahit. Jauh lebih perih.
Bersamaan dengan itu, setetes air mata muncul di ujung mata gadis itu. Cepat-cepat, dia menggerakkan sebelah tangan ke wajah untuk mengapus air matanya itu, berharap Seo-Hyeon tidak perlu mengetahui patah hati yang sedang melandanya. Padahal, baru saja Eun-Ji berencana untuk menyatakan perasaannya pada pria itu malam ini. Akan tetapi, semua rencana itu musnah dalam sekali tiupan yang datang tanpa aba-aba.
***
Eun-Ji sampai di depan pintu rumahnya dengan selamat. Untung saja ada Seo-Hyeon yang menemaninya. Menuntun langkah gadis itu agar tidak sampai jatuh atau terkapar di aspal jalanan.
"Maaf merepotkanmu, Hyeong," Eun-Yong berkata waktu Seo-Hyeon dan Eun-Ji sampai di rumah.
Seo-Hyeon mengangguk. "Kakakmu mabuk berat. Apa tak masalah kalau aku mengantarnya ke kamar?" tanyanya sungkan.
"Ne, Hyeong. Gwaenchana," jawab Eun-Yong, lalu mengekori kedua orang yang kini berjalan perlahan di depannya.
Setelah Seo-Hyeon memposisikan tubuh Eun-Ji agar gadis itu tidur nyaman di tempat tidur, Eun-Yong bertanya, "Kenapa dia mabuk seperti ini? Apa ada yang mengganggu pikirannya?"
"Dia bilang pekerjaannya tidak menyenangkan. Bosnya juga menyebalkan," jelas Seo-Hyeon, lalu membantu Eun-Yong mendorong kursi roda. Dia menutup pintu, membiarkan Eun-Ji untuk beristirahat.
Setelah Seo-Hyeon dan Eun-Yong pergi, Eun-Ji membuka matanya. Kepalanya berat, tapi dia tidak tidur. Dia mendengar semua percakapan antara adiknya dengan Seo-Hyeon.
Eun-Ji merapatkan matanya lagi. Berusaha menghapus ingatannya tentang malam ini... namun, yang lantas terlintas di kepalanya justru hal lain yang membuat perutnya mual dan dadanya sakit.
Bukan tentang Kim Seo-Hyeon... tapi tentang seorang pria yang sudah Eun-Ji usir dari hidupnya. Tiga tahun yang lalu. Pria yang sama, yang kini sosoknya kembali hadir dalam ingatan gadis itu....
Saat dia dan pria itu berkencan di Yeouido Spring Flowers Festival....
Ketika keduanya makan jjajangmyeon sambil bercanda hingga wajah mereka penuh kecap....
Saat Eun-Ji berbelanja di Namdaemun Market lalu kehilangan dompetnya. Dia menangis histeris karena saat itu baru saja mengambil uang dengan jumlah cukup banyak dari ATM untuk membeli kado ulang tahun berupa kalung untuk ibunya. Lalu, pria yang ada di sisi Eun-Ji itu pun lantas mengejar si pencopet hingga akhirnya pria itu berhasil mendapatkan dompet Eun-Ji kembali....
Ketika pria itu berdiri di depan rumah Eun-Ji di Ulsan, merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, kemudian Eun-Ji berlari penuh rindu ke arahnya....
Sampai kemudian... saat Eun-Ji meminta pria itu untuk pergi meninggalkannya seumur hidup.
Sakit di dada Eun-Ji kini makin menjadi. Tangisnya mengalir deras. Kenangan-kenangan itu seakan memburunya tanpa ampun. Membuat perutnya makin mual! Terhuyung, dia berjalan menuju toilet yang ada di kamarnya, lalu memuntahkan semua isi perutnya. Sambil berjongkok, dia menangis tertahan.
Eun-Ji pikir, waktu tiga tahun bisa membuatnya melupakan pria itu. Dia kira, kebenciannya pada pria itu sudah berhasil mengubur ingatannya. Setidaknya, itu yang Eun-Ji harap. Tapi ternyata, dia baru sadar sekarang.
Sakitnya tak berkurang. Bahkan, lebih sakit daripada patah hati yang dia rasakan malam ini karena Kim Seo-Hyeon....
***
Catatan penulis:
Hai, selamat malam! Duh, maaf bangettt telat uploadnya. Hiks ;'(
Semoga tetep suka dan penasaran yaaa ama ceritanya Eun-Ji. Eh, tapi... menurut kalian, siapa sih cowok yang muncul kembali di benak Eun-Ji sampai doi nangis begitu? Penasaraaan? ;P
Stay tune, yah, Gaesss! Besok akan saya upload lagi lanjutannya. Thankies, muah, muah!
Cheers,
Pia
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top