Rahasia Siapa yang Tahu?
Aku punya rahasia, yang hanya aku yang tahu.
Langit sudah menggelap dan aku berjalan sambil merapatkan mantel bulu. Udara malam terasa menusuk meskipun ini bukan musim dingin. Hari ini aku pulang terlambat lagi. Gara-gara proyek akhir semester, aku terkurung di perpustakaan seharian. Ini gara-gara Emily yang tidak mau berkontribusi sama sekali, jadinya aku harus mengerjakan semuanya.
Aku benci mengapa aku harus sekelompok dengan Emily dalam suatu proyek besar untuk nilai ujian akhir semester.
Tak ingin merutuk lebih lanjut, aku mengayunkan kaki lebih lebar. Apartemenku berada satu blok lagi dari sini. Tempat ini sangat sepi dan nyaris tak terawat. Wajar saja biaya sewanya sangat murah. Bahkan lampu jalan akan berkerlip setiap lima menit, entah kenapa masih hidup sampai sekarang. Seharusnya tidak ada lagi yang bisa menghentikanku pulang ke rumah dan menikmati kasur yang empuk, tidak ada kecuali suara erangan yang berasal dari gang kecil dan antara dua gedung.
Langkahku terhenti. “Siapa di sana?” Suaraku terdengar waspada dan khawatir, bisa saja ada korban perampokan. Namun, melihat seorang pria berlumuran darah dengan pisau di perutnya mungkin akan lebih normal daripada apa yang kusaksikan begitu senter ponsel kuarahkan ke gang gelap itu.
“Spider-bukan ... Peter Parker?”
Mengetahui identitas asli salah satu pahlawan super terkenal jujur saja tidak mengubah hidupku.
Meski aku berpikir begitu, tetap saja memori malam itu tidak akan pernah kulupakan. Bagaimana Peter Parker bersandar ke dinding dengan luka yang cukup besar di bahunya. Aku tidak tahu dia baru menghadapi siapa, tapi siapa pun itu, berhasil merobek maskernya. Jika tidak, mana mungkin aku bisa tahu identitasnya?
Tidak seperti adegan di film atau komik saat pemeran wanita akan menyelamatkan pemeran pria dan mengobatinya. Peter Parker hanya meletakkan jarinya di bibir dan berbisik, “Seseorang akan menjemputku.” Sorot matanya seolah memohon padaku untuk tidak membuat keributan. Aku sendiri yang bersumpah tak akan memberi tahu siapa pun tentang malam itu sebelum meninggalkannya di sana.
Sejujurnya aku begitu penasaran. Penasaran sekali malah. Ingin sekali aku mencercanya dengan berbagai pertanyaan. Namun tentu saja itu tidak mungkin. Malam itu gelap sekali, aku ragu jika Peter Parker mengenaliku. Kami hanya teman seangkatan yang terkadang satu kelas.
Jujur saja, aku ingin sekali berteman dengan Peter Parker semenjak semester satu. Tapi aku terlalu malu. Akhirnya, sekarang dia selalu menempel dengan Nat dan MJ. Irinya. Orang-orang mungkin menganggap mereka aneh atau bahkan tidak memedulikan mereka. Hanya aku yang suka memerhatikan diam-diam.
Aku penasaran apa mereka berdua tahu identitas Peter Parker sebagai Spiderman?
Jika tidak, bukankah itu membuatku lebih spesial dari teman-teman dekatnya?
Tapi setelah kuperhatikan lagi, tak mungkin mereka tidak tahu. Setidaknya Nat tahu. Mereka berdua lebih dulu dekat sebelum MJ bergabung ke lingkaran mereka.
Berbagai praduga memenuhi kepalaku, sampai-sampai aku tak sengaja menabrak seseorang dan buku kecil yang kupegang terlepas.
“Hati-hati.” Bukunya tidak jatuh, orang yang kutabrak justru menangkapnya. Saat aku mendongak, wajah Peter Parker jauh lebih dekat dari biasanya.
Aku merebut bukuku dari tangannya, seolah takut dia akan mulai membuka dan membaca. “Terima kasih,” gumamku pelan.
Hanya gumaman balik yang kudengar. Entah kenapa suara rendahnya membuat dadaku berdesir.
Aku berbohong. Hidupku sedikit banyak berubah.
Kulihat lagi halaman terakhir dari buku kecil yang selalu kubawa ke mana-mana. Orang mungkin akan berpikir aku aneh, tapi ini memang buku harianku.
Buku harian yang menyimpan segala rahasia terbesar yang kutahu. Hanya buku ini yang tahu aku tidak mandi tiga hari berturut-turut. Buku ini juga yang tahu bahwa Pak Walter memiliki hubungan gelap dengan Emily. Aku bahkan menulis tentang perselingkuhan orang tuaku, yang entah kenapa sekarang mereka masih baik-baik saja.
Hanya satu hal yang tidak kuberitahu pada buku ini.
Identitas asli Spiderman.
Aku tidak pernah menulis nama Peter Parker di sini, melainkan inisialnya saja. Ini mungkin konyol, tapi aku menganggap sumpahku untuk tak memberi tahu siapa pun dengan sangat serius. Padahal buku ini menyimpan banyak rahasia, satu rahasia lagi seharunya tidak mengubah apa-apa.
Tapi tetap saja ...
Setiap aku mengingat sorot mata Peter Parker yang sayu dan menahan sakit malam itu, aku tidak bisa. Dia mungkin tidak kenal aku, tapi informasi yang aku tahu ini sangat berharga. Jika buku harianku ini jatuh ke tangan yang salah dan mereka menemukan identitas asli Spiderman, itu adalah bencana.
Sudah kuduga. Ini akan menjadi bencana.
Seorang penjahat mengumumkan ke seluruh penjuru bahwa Spiderman adalah Peter Parker. Semua jadi kacau balau. Beragam tanggapan muncul. Aku bahkan harus pura-pura terkejut di sekitar orang-orang.
Melihat betapa paniknya MJ dan Nat, dugaanku soal mereka tahu soal ini ternyata benar. Sedangkan aku tidak sempat melihat batang hidung Peter Parker. Dia sudah seperti selebriti saja, banyak yang mencari.
Sebenarnya aku begitu mengkhawatirkannya. Aku benar-benar tidak bisa lagi melihat Spiderman, kecuali dari siaran televisi. Orang-orang masih membicarakannya, orang-orang mencoba mengorek informasi tentang siapa dia, keluarganya, latar belakangnya, teman terdekatnya. Ini sungguh gila.
Sayangnya, tak ada yang bisa kulakukan.
Aku hanya bisa menulis di buku harianku, betapa aku berharap semua akan baik-baik saja untuk Spiderman. Tidakkah orang-orang sadar bahwa dia tetaplah salah satu pahlawan super yang sudah menyelamatkan begitu banyak nyawa? Memang kenapa kalau dia masih anak SMA?
Kubalik lembaran buku harian, kembali pada halaman yang menceritakan tentang pertemuan pertamaku dengan Spiderman.
Senin, 1 Juni 20XX
Malam yang gila.
Kau tak akan percaya. Spiderman adalah PP. Sepertinya dia terluka. Siapa lagi penjahatnya kali ini?
Kuharap dia baik-baik saja.
Aku memang tak pernah menulis terlalu banyak. Daripada buku harian, ini lebih seperti buku laporan hasil observasi, atau apa pun itu tentang perasaanku.
Rabu, 3 Juli 20XX
Hari ini aku lihat berita bahwa Spiderman menyelamatkan hari lagi.
Dia terlihat biasa saja di sekolah, tapi PP ternyata begitu mengagumkan.
Kalau dilihat-lihat lagi, ada cukup banyak konten yang kutulis tentangnya. Jangan bilang kalau sebenarnya aku naksir? Tidak mungkin, semua orang tahu kalau Peter Parker sudah berkencan dengan MJ. Kalaupun belum, bukankah itu hanya akan menunggu waktu?
Ketimbang itu, aku lebih khawatir tentang kabarnya sekarang. Sudah lama sekali aku tidak melihat Peter Parker di sekolah. Nat dan MJ juga sepertinya tidak ada. Ini memang bukan urusanku, tetapi aku tetap cemas.
Mungkin besok akan jadi hari yang baik?
Semoga.
***
Ada yang aneh.
Hari ini aku terbangun, rasanya ada sesuatu yang hilang. Dunia begitu tenteram dan tenang. Kalau tidak salah, aku mengkhawatirkan sesuatu beberapa hari terakhir. Tapi apa? Siapa?
Kusentuh dadaku pelan. Rasanya kosong. Aneh. Tapi aku tak bisa ingat apa-apa. Tak peduli seberapa aku mencoba, aku tak ingat apa-apa.
Mungkin aku akan datang bulan? Mood swing?
Di perjalanan ke sekolah, aku melihat layar lebar di gedung dan mendengarkan berita tentang pahlawan super. Rasanya ada yang aneh. Semua orang tahu negara ini punya deretan pahlawan super.
Hari in terasa kosong. Aku ingat biasanya selalu ada yang mendorongku untuk melalui hari setiap hari di sekolah. Tapi hari ini berbeda. Apa yang berbeda? Rasanya aku akan gila!
Saat aku mengambil buku harianku untuk menulis, aku melihat halaman terakhir yang kutulis.
Minggu, 8 September 20xx
Sudah berapa lama dia tak sekolah? Aku khawatir. Tapi aku yakin semua akan baik-baik saja.
Siapa ‘dia’? Aku sedang membicarakan siapa? Semakin aku membalik halaman, aku sadar bahwa aku sedang membicarakan PP. Aku tak ingat ada seseorang dengan inisial itu. Aku terus membalik halaman, sampai akhirnya aku sampai di halaman ini.
Senin, 1 Juni 20XX
Malam yang gila.
Kau tak akan percaya. Spiderman adalah PP. Sepertinya dia terluka. Siapa lagi penjahatnya kali ini?
Kuharap dia baik-baik saja.
Siapa? Inisial siapa? Spiderman adalah siapa? Memangnya ingatanku seburuk ini, ya?
Kenapa? Apa yang terjadi? Apa aku menulis omong kosong?
Saat setitik air membasahi halaman buku, barulah kusadari aku menangis. Apa ini? Memang siapa PP? Kenapa aku tak ingat? Aku tidak bisa ingat.
“Tidak mungkin!” Aku menggeleng dan membanting buku kecil itu ke sudut kamar. “Siapa? Bagaimana bisa aku lupa?”
Malam ini aku menangis sejadi-jadinya tanpa sebab.
Aku punya rahasia, yang kini aku sendiri tidak tahu.
****
Tamat.
Terinspirasi dari film "Spiderman".
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top