Bab 2
Soran keluar dari rawa ketika rembulan sudah berada di atas kepala. Tubuhnya penuh dengan lumpur. Mata pemuda itu bengkak karena tidak berhenti menangis. Namun, dia tidak bisa berada di sana selamanya. Amogus bisa saja kembali ketika mencium aroma darah yang tertinggal di atas lereng.
“Ibu, maafkan aku. Karena aku amogus datang ke gua kita,” lirih Soran. Suaranya serak dan napasnya agak tersengal.
“Maafkan aku, ibu.” Tangisan kembali mengalir. Soran membenamkan wajahnya di kakinya yang kini penuh dengan lumpur. Matanya perih, tetapi baginya itu sudah tak lagi perih.
Setelah menenangkan dirinya untuk yang kesekian kali, Soran berjalan menjauhi lereng. Beberapa kali dia melihat ke tempat ibunya dimangsa para amogus. Bayangan itu masih tercetak jelas dalam ingatan Soran. Namun, hal itu tidak membuatnya takut, hanya menumbuhkan dendam mendalam padanya.
“Aku akan kembali dan memburu kalian nanti. Aku berjanji akan memburu kalian.” Soran mengepalkan tangannya dengan erat. Giginya gemlatuk kala ia menatap puncak lereng dengan penuh kebencian.
Soran terus berjalan selama beberapa jam. Dia belum minum apa pun dan hanya makan sebuah umbi yang tidak begitu besar. Kebun yang berusaha dia tumbuhkan berada di dekat guanya.
Amogus memiliki sifat yang aneh. Mereka akan berjaga di wilayah mereka menemukan manusia selama beberapa hari. Karena hal itu, Soran tidak bisa kembali ke sana untuk mengambil makanan. Jadi, dia harus pergi mencari makanan.
Ke mana dia harus pergi? Soran tidak pernah pergi terlalu jauh. Mereka hidup dengan cukup baik selama ini dengan wilayah yang cukup mendukung. Tidak banyak tempat dengan keadaan seperti gua mereka.
“Aku lapar.” Soran mengeluh sembari memegangi perutnya.
Sudah berjam-jam dia berjalan, tetapi yang dia lihat hanya tanah yang sangat gersang. Saking gersangnya tanah itu sampai kering dan retak-retak. Jangankan umbu-umbian, dia akan merasa sangat beruntung jika menemukan sedikit kelembaban. Bahkan tanah ini sama sekali tidak bisa digali.
Soran menggigit bibirnya kemudian melanjutkan perjalanan. Dia terus melihat sekeliling, berjaga-jaga jika ada amogus yang lewat atau dia menemukan makanan. Namun, selain tanah yang retak tidak apa pun.
Hingga mata Soran terbelalak. Beberapa puluh meter di depannya terdapat tanah berpasir. Di sana ada kaktus, tanaman yang sangat langka dan jarang terlihat. Senyuman akhirnya menghiasi wajah Soran.
“Ibu mengatakan kaktus bisa dimakan!” seru Soran.
Dia berlari ke arah kaktus itu. Namun, begitu kakinya menginjak pasir, tubuhnya serasa tersedot ke dalam. Soran tidak tahu apa yang terjadi. Dia berusaha keluar dari pasir yang menghisapnya. Namun, semakin dia bergerak, semakin pula tubuhnya tenggelam.
“Tolong! Siapa pun tolong aku!” Soran berteriak. Tangannya menggapai-gapai di udara. Namun, tidak ada yang datang.
“Siapa pun yang ada di sana, kumohon tolong aku!” Soran berteriak lebih lantang.
Dia sangat panik. Soran tidak lagi menyadari teriakannya mungkin saja terdengar oleh amogus dan bukannya manusia. Kalaupun manusia, belum tentu orang yang mendengar bersedia menolong atau memiliki hati yang baik. Namun, tidak ada yang bisa Soran pikirkan selain meminta pertolongan saat tubuhnya perlahan-lahan tenggelam di dalam pasir.
Soran semakin tenggelam ke dalam pasir hingga seluruh tangannya kini tak terlihat. Di dalam, Soran terus bergerak, tetapi tubuhnya semakin turun ke bawah. Hingga dalam beberapa waktu, dia tiba-tiba terjun bebas hingga menabrak batu yang keras.
“Ugh.” Soran mengaduh kesakitan. Dia memegang pinggangnya yang sakit.
Dia mengalihkan pandangan ke sekelilingnya. Di sana gelap gulita, tanpa cahaya sedikit pun. Dia tidak bisa melihat apa pun dalam kegelapan total.
Tubuh Soran merinding. Dia tidak tahu berada di mana sekarang. Dia seorang diri, tanpa siapa pun dan di tempat asing yang dia tidak ketahui.
Soran berdiri perlahan. Dia menggapai-gapaikan tangannya, tetapi tidak bisa menyentuh apa pun. Putus asa, Soran kembali duduk.
“Ibu, aku merindukanmu.” Soran berujar lemah.
Dia hanya seorang anak yang baru berusia sembilan tahun. Soran dilahirkan ketika dunia telah hancur dan dibesarkan dengan kondisi ini. Namun, dia tetap seorang anak kecil yang tiba-tiba seorang diri.
TBC~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top