Kedatangan sang penyihir.



"Apa kau sudah berbicara pada penyihir itu?" Ratu mendekati raja yang tengah melamun menatap bingkai foto berukuran besar, di ruang tengah. Pria tua berjanggut dan berambut pirang dengan mahkota emas itu, terlihat sangat sedih. Pandangannya tak henti-hentinya menatap foto itu, terlihat wajah putri Camellia yang sangat cantik terpampang sempurna di dalam foto itu. Dia tersenyum manis, matanya yang bersinar, tak dapat membuat sang raja memalingkan pandangan dari foto itu.

"Besok adalah hari ulang tahunnya yang ke-23. Nasib akan menentukan takdirnya kelak. Penyihir itu mengatakan dia akan memutuskannya sendiri setelah melihat Camellia." Mendengar perkataan itu, membuat sang ratu terduduk lemas. Air mata mengalir membasahi wajah sang ratu.

"Apa kau tak bisa melakukan apa pun? Lakukanlah sesuatu, kau adalah raja." Ibu mana yang akan sanggup jika putri satu-satunya pergi dari sisinya. Tak ada, tak ada satu pun ibu yang mau berpisah dengan putrinya.

23 tahun yang lalu, tepatnya di malam itu , saat ratu tengah berusaha melahirkan putrinya. Kehadiran sang putri yang sangat ditunggu-tunggu seluruh kerajaan. Raja, bahkan seluruh penghuni istana cemas menantikan sang putri lahir. Angin bertiup kencang, menerbangkan tirai-tirai jendela besar di kamar sang ratu.

Tak selang beberapa lama, raja memasuki kamar, dan mendapati sang ratu tengah menangis histeris. Bayi yang dia lahirkan telah meninggal dunia, tepat setelah dilahirkan. Angin bertiup semakin kencang, hujan, serta kilat petir tiba-tiba saja muncul seakan ikut menangis melihat kesedihan sang ratu.

Raja memeluk erat tubuh lemah itu, seakan membalut hati yang tengah hancur berkeping-keping. Air mata terus mengalir deras, tak ada yang mengetahui semua itu, kecuali mereka berdua dan beberapa tabib istana yang membantu proses persalinan.

Ratu menangis semakin histeris hingga membuatnya tak sadarkan diri. Raja membaringkan tubuh lemah itu dan meminta tabib untuk memeriksa keadaannya. Ratu sangat terpukul dengan kenyataan yang dia terima. Begitu pun sang raja, dia melangkah keluar kamar, menuju halaman belakang istana. Dia memalingkan wajahnya sesaat, dan menatap hamparan bunga-bunga di halaman belakang istana. Dalam hatinya remuk, dia menyalahkan dirinya sendiri akan semua yang telah terjadi.

Hujan telah berhenti, membasahi pohon dan dedaunan kering di halaman belakang istana. Matanya membulat sempurna saat dia menyadari sosok berjubah hitam tengah menatapnya dari balik pepohonan.

Melihat hal itu, sang raja lantas segera melangkah menuju sosok itu. Dia melihat seorang penyihir tua yang tengah kelelahan. Penyihir itu mendekati sang raja, sembari menyodorkan sesuatu dari dalam jubah hitamnya. Raja yang tak mengerti maksud penyihir itu pun mundur satu langkah. Dia pikir penyihir itu memberikan sesuatu yang berbahaya untuknya.

Raja lantas, mengeluarkan pedangnya dan mengarahkannya pada leher sang penyihir. Tiba-tiba saja, suara tangisan bayi berasal dari jubah penyihir itu membuat sang raja terkejut.

"Ambillah, dan rawatlah, kelak aku akan datang untuk melihat nasibnya. Aku tak sanggup jika harus membunuh bayi tak berdosa saat ini. Jika dia sudah dewasa, dia akan membawa takdirnya sendiri, dan saat itu datang, dia yang akan menentukan apakah menerima takdirnya atau mengubah takdirnya."

Tanpa berkata satu kata pun sang raja mengambil bayi itu dari tangan penyihir. Dia tersenyum melihat bayi yang sangat cantik berada di pelukannya. Air matanya tiba-tiba saja mengalir, saat dia ingin mengucapkan terima kasih , penyihir itu hilang tanpa jejak.

***

"Lantas? Apa maumu?" Camellia menatap sinis penyihir tua di hadapannya. Memperhatikan sekali lagi penampilan penyihir itu. Benar-benar mengerikan, pantas ibu dan ayahnya memintanya untuk tidak menemui dia. Lalu, mengapa ayah dan ibunya menerima tamu sepertinya? Sungguh menjengkelkan, karena saat santainya diganggu dengan hal seperti ini.

Padahal dia sudah menyuruh para penjaga untuk tidak membiarkan siapa pun datang ke halaman istana saat dia tengah bersantai sembari menghirup udara segar.

"Saya sedang bersantai, dan tak ingin diganggu sebaiknya kau pergi dari sini sebelum para penjaga mengusirmu."

Penyihir tua itu pun mengerutkan keningnya. Sedikit terkejut melihat sifat Camellia yang kasar. Dia pikir raja dan ratu telah mengubah Camellia menjadi gadis yang baik hati dan tidak sombong. Namun, sepertinya dia salah sangka, Camellia tumbuh dengan sempurna secara fisik namun, angkuh terbawa, tampan tinggal.
Baik rupanya, tetapi tidak baik sikapnya.

Penyihir itu sudah pernah mendengar tentang sifat sombong sang putri dari laporan burung hantunya. Namun, dia tak menyangka jika sifat sang putri semakin menjadi-jadi. Ini adalah saatnya, saatnya sang putri menentukan takdirnya.

"Yang Mulia Putri, bolehkah saya bertanya?" tanya penyihir yang membuat Camellia terkejut.

"Aku tidak biasa menjawab pertanyaan orang yang tidak aku kenal. Tapi, kali ini aku akan menjawabnya." Melangkah sembari mengangkat kepalanya dengan sombong mendekati sebuah kursi.

"Baiklah putri, apa yang Anda lakukan jika rakyat Anda kelaparan?"

"Apa yang aku lakukan? Mereka bisa makan sendiri, memangnya aku harus menyuapi mereka," jawab sang putri dengan santainya sembari memainkan jari-jari indahnya.

"Bagaimana jika semua harta dan istana beserta isinya ini saya hilangkan?" tanya Penyihir dengan jengkelnya melihat tingkah sang putri.

"Hilangkan saja, kau tak akan bisa melakukannya." Kali ini dia menjawab sembari meniup-niup kukunya seakan tak peduli. Lagi pula, apa yang bisa penyihir itu lakukan. Menghilangkan istana hahaha, apa dia sudah gila. Dia pikir dia itu penyihir hebat bisa menghilangkan istana semegah ini.

Dengan mengarahkan tongkat ke arah istana, sang putri di buat terkejut tak karuan saat melihat istana di hadapannya hilang dalam sekejap berubah menjadi sebuah danau. Bahkan penjaga-penjaganya pun ikut hilang. Camellia masih tak percaya, dia melangkah maju mendekati danau dan menoleh ke sana ke mari mencari istananya tadi.

"A-apa yang kau lakukan? Di mana istanaku?" tanya Camellia yang masih bingung dengan apa yang dia lihat.

"Aku mengabulkan perintahmu, putri Camellia." Sang penyihir tersenyum puas melihat betapa bingungnya Camellia.

"Apa kau gila! Hah? Istanaku! Kembalikan istanaku!"

"Ubahlah sifat burukmu, putri. Kau harus lebih peduli dengan orang lain, janganlah sombong dan angkuh," ucap penyihir itu.

"Dasar keledai! Kau penyihir buruk rupa seperti monyet! Kembalikan istanaku!" Angin berembus kencang, dedaunan kering dan bunga-bunga pun tak luput dari hempasan angin kencang itu.

"Putri Camellia!" teriak marah sang penyihir. Aura merah muncul dan terbang mengelilingi sang penyihir. Matanya menatap tajam Camellia amarah kini menyelimuti sang penyihir, besar dan tak terkendali.

"Sifat burukmu di biarkan tumbuh subur dalam pikiranmu! Kesombongan akan harta dan kecantikanmu hampir menutupi hatimu! Kau dilahirkan dengan takdir burukmu! Seharusnya aku membunuhmu saat itu!" Dengan amarah yang meluap-luap sang penyihir mengarahkan tongkat kearah Camellia. Namun, mata indah dan bersinar itu lagi-lagi membuat sang penyihir tak sanggup membunuh Camellia.

Sang penyihir terdiam menatap mata Camellia yang ketakutan dan mengeluarkan air mata. Tubuhnya gemetar, keringat dingin mengalir deras. Tak di sangka penyihir itu benar-benar membuatnya ketakutan setengah mati.

"Mengapa? Mengapa aku tak bisa membunuhmu, putri?" Air mata mengalir deras dari wajah sang penyihir.

Camellia terduduk lemas, tiba-tiba saja tumbuh ekor monyet dari tulang belakangnya, dan telinganya berubah seketika menjadi telinga keledai. Semakin bingung dan ketakutan Camellia tak henti-hentinya menangis. Dia menyadari semua yang terjadi karena dirinya.

"Pergilah, temui raja penyihir Leonal di kerajaan Hors. Dia yang bisa membebaskanmu dari hukuman."

"Tu-tunggu," ucap sang putri yang membuat penyihir itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah putri Camellia.

"Kau bilang semua yang terjadi padaku karena takdir burukku? Lalu bagaimana aku bisa mengubah takdirku ini? Aku tahu aku bersalah, aku berjanji akan mengubah sifatku. Aku mohon bantulah aku."

"Takdirmu hanya kau yang bisa mengubahnya, putri. Jangan percaya akan kegelapan teruslah berjalan menuju cahaya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top