Gosip Panas
Menjelang istirahat Raina ke kantin bersama beberapa teman kelasnya. Saat ia beserta empat teman yang lain berjalan menuju kantin, Raina mendapati beberapa anak menatapnya dengan aneh. Ada beberapa hal yang sedikit janggal hari ini. Ia merasa tengah diamati. Dari pagi hingga siang, sepertinya banyak yang berbisik di belakang, dan saat ia memergoki mereka langsung membuang muka.
"Rai, aku mau antri beli nasi. Kamu nggak titip?"
"Iya, nasi bungkus aja kalo gitu," jawab Raina sembari menyerahkan selembar uang sepuluh ribu rupiah.
Kemudian melanjutkan mengobrol dengan dua teman yang menemaninya karena satu orang lagi sedang membeli minuman. Tiba-tiba Aldino melintas dengan memakai hoodie putih hadiah semalam. Ia tersenyum lalu melambai pada Raina.
"Aldinooo ...! Ih, hoodie baru ya?! Keren!" sapa teman-teman Raina. Wajah mereka langsung ceria begitu Aldino membalas sapaan dengan gurauan sambil lalu.
"Gemes banget liat Aldino hari ini." Mereka terkikik, "Beruntung banget, sih Raina tiap hari bisa ketemu Al," lanjutnya iri.
"Gimana rasanya 24 jam hidup dikelilingi cowok-cowok cakep macam si kembar?"
"Emangnya apotek, buka 24 jam," seloroh Raina dan semua terkikik. "Jujur nih, yang kalian liat cuma penampakannya doang. Sehari-hari ya, di rumah masing-masing," jawab Raina.
"Eh, loe 'kan tetangga mereka. Sering liat Diva di rumah Sena nggak, sih? Keknya kalo di sekolah mereka nempel terros ... kaya kembar gancet." Raina jadi teringat kata-kata Sena di luar jendela semalam. Pengakuan bahwa dia sedang berusaha membuatnya cemburu.
"Perasaan baru kemaren pas ultahnya si kembar." Raina menyesap es tehnya yang baru saja datang.
"Aku kok, nggak diundang?! Tukeran rumah, dong. Enak banget jadi Raina."
"Beruntung banget, sampe-sampe di gosipin si kembar di gilir Raina," celetuk satu teman yang baru saja datang. Tatapannya jelas penuh tuduhan padanya saat ini. Semua di bangku ini langsung membisu dan melirik gugup pada Raina.
"Hah? Si kembar aku gilir?! Gosip dari mana?" tanya Raina penasaran.
"Nggak usah didengerin, Rai."
"Iya, mereka cuma sirik aja."
"Enggak, enggak bisa." Raina menggeleng dan mendekati satu teman yang mengatakan tentang gosip tadi. "Kamu denger gosip dari mana?"
"Dari anak cheer!"
"Siapa?" cecar Raina dan ia mulai bisa merasakan darahnya mendidih marah saat teman yang ia tanyai malah menjawab dengan kasar.
"Tauk, siapa." Dia melengos pergi. Raina tidak membiarkannya pergi begitu saja. Ia segera membalikkan pundak temannya dengan paksa.
"Aku 'kan tanya, jawab! Punya suara, 'kan?!" bentaknya.
"Apaan, sih! Nggak usah kasar, dong, Rai!"
"Heh, makanya jawab! Jangan beraninya bacot, doang."
"Raina? Udah, jangan bikin ribut di sini." Satu orang teman dan Aldino berusaha melerai dari belakang. "Ntar kamu bisa kena skors."
"Enggak, aku nggak bakal bikin ribut. Aku cuma pingin tau." Raina melepaskan tangan Al. "Kamu! Bilangin anak cheer mana yang gosipin aku!"
"Kevin yang bilang."
"Kevin?!" Aldino tampak tidak percaya.
"Dia bilang apa persisnya?"
"Ya, itu tadi."
"Nggak. Aku nggak percaya. Aku pengen denger versi lengkapnya." Ia menggiring anak itu ke sudut ruang kantin, dan yang lain langsung bergerombol mengelilingi mereka berdua.
"Kita nggak percaya kok, Rai. Udahan, ya?"
"Kita?" Raina semakin terkejut. Sekarang ia bisa menghubungkan satu persatu kejadian yang dialaminya dari pagi sampai sekarang. Ia baru bisa memgambil kesimpulan bahwa anak-anak satu sekolah kemungkinan besar sudah mengetahui gosip tentang dirinya.
"Jadi kalian udah tau?!" tanyanya. Suasana menjadi tegang seketika. Beberapa menatapnya balik dengan tatapan menghakimi dan sisanya menghindari tatapan Raina dengan wajah canggung. "Jawab! Kalian dapat gosip apaan tentang aku?"
"Rai, aku bakal ceritain. Tapi kita cari tempat dulu, ya?"
"Ngapain? Toh, semua anak di sini dah pada tau kecuali aku. Jadi, ceritain aja sekarang!"
"Asli, Rai! Gue nggak tega ngomongin ini ke elo." Pada akhirnya satu anak membuka suara. "Jadi semalam ada yang BC di WAG. Dia bilang ka--kalo ...."
"Kalo apa?" tantang Raina sembari bersedekap.
Tanpa menjawab, anak itu mengeluarkan HP-nya dan membuka layar grup chat. Ia menyerahkan benda itu supaya Raina membacanya sendiri. Raina tidak bergeming karena tiba-tiba saja ada perasaan cemas karena firasatnya sedang membisikkan sesuatu yang buruk bakal terjadi.
Aldino meraih HP itu, membacanya sesaat lalu menunjukkannya pada Raina dengan wajah tegang.
"Waktu baca ini kamu harus tenang, Rai," ucapnya lirih.
"Sini!" Raina merampas HP dari genggaman Al. Kemudian ia pun menggeser layarnya. kalimat yang di ketik dalam bentuk Capslock dan berhasil membuatnya syok.
[AKHIRNYA KEBONGKAR JUGA BOROK KETOS TUNAS BANGSA. PERILAKUNYA BENER-BENER NGGAK PANTAS BUAT PANUTAN. MALAM INI TEMEN AKU LIHAT DIA PELUK SENA. TANPA NGERASA SALAH DIA UDAH REBUT PACAR ORANG, ANJIRR.]
[NGGAK HERAN JUGA SIH, KASIAN MALAH. UDAH NGGAK PUNYA BAPAK, IBUNYA JADI ISTRI MUDA ORANG KAYA. MUNGKIN DIA BUTUH AFEKSI SAMPE SI KEMBAR DIGILIR. DIH, AMIT-AMIT!]
Jantung Raina berdegup kencang menyakitkan. Tangannya menjadi kebas saat HP itu ia kembalikan pada yang punya. Ia merasa sangat sesak dan pandangannya mengabur saat berjuang keluar dari kerumunan anak Tunas Bangsa yang seolah makin merapat dan mengomentarinya bergantian seperti tidak pernah putus.
"Makanya, Kak. Jan jadi cewek munak. Kena karma, noh sekarang."
"Kasihan Kak Raina."
"Aku nggak percaya dia kek gitu."
"Mumpung tetangga, diembat semua."
"Ngomong yang benar, dong!"
Sebuah tangan menariknya untuk melindunginya dari kerumunan yang mulai menggila dengan aksi dorong. Raina terlalu syok untuk bereaksi marah ataupun sedih. Ia hanya membiarkan dirinya ditarik dari segala arah dalam situasi kacau yang mendadak tidak terkendali.
Aldino berusaha melindunginya dengan merangkul pundaknya dan berusaha keluar dari kantin.
"Bubar! Bubar semua!" Suara Sena menggelegar seperti petir di ruangan luas ini. Ia merangsek maju mendekatinya dengan ekspresi cemas.
"Pahlawan kesiangan datang, Gaes. Sok ngebelain karena semalam dapat full service," cibir Kevin yang kelihatannya baru datang untuk menikmati keributan.
Sena berbalik dalam kemarahan yang tersulut dengan cepatnya. Kevin bahkan sempat mengambil video suasana kantin yang kacau dan tidak menghiraukan Sena yang mendekatinya dengan santai.
"Sen, Sena?! Jangan diladeni!" teriak Al cemas. Namun semua berlangsung dengan cepat di mata Raina. Sosok Sena yang menyeramkan, melayangkan jab kanan tepat di sisi wajah kiri Kevin dengan telak.
BUKH! Bunyi hantaman tinju itu terdengar miris di telinga. Samar namun membuat bulu kuduk meremang.
Kevin yang lengah, sontak roboh tidak sadarkan diri di lantai kantin, bagai boneka kain yang jatuhkan ke lantai. Sementara tanpa peduli dengan korbannya yang telah pingsan, Sena memungut HP Kevin. Ia mengambil gagang sapu di pojok ruang dan memukulinya hingga hancur.
Semua anak yang ada di sana hanya terpekur menjadi penonton yang cukup terkejut dengan adegan tadi. Ruangan menjadi sunyi senyap. Raina tidak peduli dengan pemandangan mengenaskan di depannya. Ia sibuk mengatur napas dan menenangkan diri, mengatasi emosinya yang kacau balau.
"Ada yang pengen kayak Kevin?!" bentak Sena. Menunjuk kerumunan dengan ujung gagang sapu. "Ayo, maju!" Tidak ada jawaban. Semua terdiam dan menatap Sena dengan sorot ketakutan.
"Bubar semuanya!" Pak Rommy---guru Penjas--- memasuki kantin dengan wajah seram.
Seisi kantin langsung bubar seperti semut-semut yang panik. Al menarik lengannya untuk ikut meninggalkan ruang.
"Tunggu dulu! Siapa suruh kalian ikut keluar. Saya tunggu kalian, termasuk kamu, Sena. Kita ketemu di ruang Kepala Sekolah. Sekarang!"
"Mampus dah kita," gumam Al lirih.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top