Side Story,

Here

"Hentikan itu, Deuce!!"

Ini sudah keberapa kalinya, Ace sedikit membentak Deuce. Entah apa yang dilakukan oleh pemuda bersurai navy tersebut hingga membuat si teracotta geram.

Bumantara biru dengan ambu mawar yang merayap pada indra penciuman yang dibawa oleh serayu, menjadi saksi bisu jika Ace benar-benar sudah muak dengan kelakukan kawannya itu,

"Apa maksudmu, ha!? Aku hanya mengecat mawar ini!" Deuce mencaci dengan suara yang tidak kalah kerasnya. Kelereng biru kehijauannya menatap tajam Ace dengan cekung gelap yang didapat oleh pemuda bermarkah hati tersebut pada akhir-akhir ini,

"Apa!? Kau mengajakku ribut!?"

Singkatnya, kedua pemuda berbeda warna rambut itu telah menarik kerah satu sama lain. Tidak peduli dengan pekerjaan mengecat mawar hingga kaleng berisi cat warna merah pun turut mewarna pada rumput,

Ace menggerang,

"Sadar!! Bukan hanya kau yang mulai merindukan Andela!!"

Tidak salah dikatakan memang keduanya mulai mengerti apa arti dari frasa kehilangan.

Sosok perempuan yang memiliki sorot mata secerah matahari terbit, yang membuat gelombang dalam hati merasa tenang seketika saat presensinya mulai hadir di tengah-tengah mereka. Tangan lembut yang tidak segan untuk menggandeng, serasa seperti selimut tebal. Sentuhan seperti malaikat yang menembus kulit hingga mereka mampu merasakan sebuah kehangatan.

Satu setengah tahun itu bukan waktu yang singkat.

Mereka tertawa, berbagi cerita dari ina menyinari bumi, hingga indurasmi yang bersembunyi di balik pohon cemara.

Tidak semuanya terdengar menyenangkan, beberapa kali mereka menemukan Andela tiba-tiba menangis tanpa sebab. Berusaha menghibur sekuat tenaga ketika gadis itu bersusah hati. Bernyanyi bersama di bawah pohon apel, mengajaknya tersesat di dalam labirin mawar. Mengelilingi cakrawala saat senja dengan sapu terbang.

Tidak jarang juga Andela bahkan menyempatkan diri untuk memasak ketika dua sejolinya mampir saat akhir pekan, walau kebanyakan dari akhir pekan, Ace dan Deuce menginap hingga hari Minggu sore. Gadis itu yang memisahkan mereka jika mulai timbul perselisihan. Mengerjakan tugas bersama, hingga mendapat hukuman untuk mencabut rumput kering sebab menimbulkan masalah kecil.

Semua kesan itu terekam dengan jelas dalam kepala mereka. Hingga terputar dengan sendirinya ketika hening menguasai relung hati paling dalam, dengan pikiran yang sepi diiringi detik yang berdetak maju.

"Wow wow, anak muda."

Trey menarik kerah Deuce, sementara Cater mengambil alih Ace.

Ace membenahi diri, sedangkan Deuce masih nampak begitu kesal hingga dengusan napasnya terdengar begitu jelas di telinga Trey.

Trey menghela napas singkat,

"Kalian tahu? Nona Heartslabyul memang tidak ada lagi presensinya...." Trey Clover memegang pundak kiri Deuce, "Namun hal itu tidak membuat kalian terus dilanda sebuah gundah, bukan?"

"Ya~...." Cater mulai menginterupsi, memegang tengkuknya dengan wajah setengah serius namun masih tersirat sebuah ekspresi yang sebaliknya, "Trey-kun benar. Aku paham betul bagaimana perasaan kalian, tapi coba lihatlah ke depan." Tuturnya, "Kalian sudah memasuki tahun ke dua, di sini, di tempat ini. Ada hal yang jauh lebih penting ketimbang merasakan sesuatu yang telah hirap, kawan."

"Memang mudah untuk mengatakannya, senior..." Deuce bergumam, membuang muka hingga poni menutup kedua netra. Menimbulkan kesan bayang hitam pada dahi dengan bibir yang sedikit terbuka, menunjukkan sebuah perasaan tersirat yang sulit dirangkai dengan kata-kata.

"Namun praktiknya belum berjalan sebagaimana mestinya hingga detik ini." Ace menyambung, menambah fakta yang telah suram menjadi lebih jelas.

Cater Diamond dan Trey Clover tentu tahu bagaimana rasanya. Namun mereka tidak beranggapan bahwa semua kesedihan itu harus di bawa setiap harinya. Tidak, bukan seperti itu caranya untuk menghargai sosok figur yang telah pergi.

Trey menghela napas,

"Bukan begini caranya," ucap sang wakil kepala, "Seperti yang Cater katakan, kalian tidak bisa terus-terusan tenggalam dalam sesuatu yang membuat kalian kembali berselisih. Paham? Kemarin adalah kemarin, sekarang, adalah sekarang."

Ace dan Deuce sama-sama mengangkat kepala, beradu tatap dengan dua senior yang masih memahat sedikit garis lengkung pada bibir,

"Dan jika kalian merindukannya," Cater mencoba merogoh sesuatu dari dalam blezer Heartslabyul-nya. "Kunjungi saja tempatnya. Kurasa hal itu bisa membantu."

Adeuce sama-sama terpaku melihat apa yang ada pada tangan senior mereka dengan markah wajik pada mata sebelah kanan-nya. Ada sebuah kunci di sana, dan jelas-jelas kunci itu memiliki peran penting untuk sebuah tempat tinggal. Dan tempat tinggal yang dimaksud adalah asrama yang pernah ditinggali oleh teman perempuan mereka,

"Terima kasih, Senior!!!"

Camaraderie

Pintu telah tebuka dengan suara derit kayu begitu tangan mendorong pintu yang menjadi akses utama untuk masuk ke dalam sebuah asrama yang kembali kosong.

Akara akan figur sang gadis memang benar-benar telah menghilang dalam buana cermin ini. Langkah pertama di ambil oleh Deuce, pemuda itu berdiri pada salah satu sisi dinding kayu, dimana Andela menggantungnya di pasak dinding yang telah dibuatkan oleh senior mereka—Rook Hunt.

Ace membisu.

Terlalu banyak memori yang menyenangkan terbentuk dalam asrama kosong ini.

Andela meninggalkan semua hadiah ulang tahun yang di dapatnya. Andela meninggalkan semua buku. Andela meninggalkan semua kesan yang terlalu sayang untuk dihapus begitu saja.

"Ayo kembali ke Heartslabyul, Ace."

"Ya, ayo."

"Cepat sekali, kalian baru sampai, kan?"

Adeuce terkejut bukan kepalang, nyaris menjerit sebab mendengar sebuah suara lain yang mereka yakini bila hanya ada mereka berdua yang sama-sama mengisi ruang kosong dalam asrama yang sepi,

"BANG VIL!!"

"BIKIN JANTUNGAN!!"

"Berisik, heh." Ketus pemuda yang selalunya berparas anindya di sana.

Di balik jendela besar, Vil melirik sedikit ke arah langit yang telah berubah warna dengan ufuk jingga menuju senja di belakang sofa besar yang menyembunyikan tubuhnya. Entah kapan kepala itu tiba, namun perkiraan Ace dan Deuce, Vil sudah cukup lama di sana.

Mega bertiup ke arah Timur dengan bantuan sang angin. Keheningan kembali menyelimuti ketiganya hingga Vil menarik napas dengan kampa yang berusaha disembunyikan olehnya.

"Andela memberikan kuncinya untukku. Sampai akhir, yang memegang kunci asrama ini hanya Heartslabyul dan Pomefiore, benar?"

Adeuce membisu,

"Mungkin iya, dan mungkin tidak."

"Kalau kami sih wajar masih membutuhkan sebuah kunci, tapi kurasa untuk senior, aku ragu kalau kau masuk dengan menggunakan pintu."

"Aku bukan Malleus." Vil bertolak pinggang. Adeuce bisa dengan jelas mendengar ujung sepatunya yang menggetuk pada lantai kayu,

"Lihat ini," ajak pemuda itu, "Aku menemukan buah tangan dari murid perempuanku. Jumlahnya tujuh, kemarilah."

Adeuce menuruti perkataan seniornya. Dengan langkah mantap, melangkahkan kaki masing-masing untuk berdiri di sisi seorang Vil.

Adeuce membulatkan netra,

"I-ini..."

Mereka terkejut atas apa yang ditemukan oleh seniornya. Ada tujuh simbol asrama yang dirajut mengenakan benang wol, begitu rapih, begitu cantik dan detail yang dibingkai dengan pigura yang menyesuaikan ukuran pada kain yang dipakai. Tidak terlalu besar, namun salah apabila dikatan kecil,

"Kalian tahu tentang ini?" Vil bertanya serta merta, dan langsung disambut gelengan mantap oleh kedua juniornya,

"Te-tentu saja tidak!!"

Vil mulai membuat gestur berpikir, dengan menaruh telunjuk di bawah dagunya,

"Kerjaannya cukup rapih dan detail. Apalagi yang dibuat olehnya adalah markah asrama." Tutur Vil. Kepala asrama itu kemudian berlutut dengan satu kaki untuk memperhatikan lagi buah tangan yang dikerjakan oleh Andela. Tentu, rajutan benang wol dengan markah Pomefiore akan dibawa olehnya.

Namun dahinya mengerut dengan ekspresi keterkejutan yang gagal diututupi.

Iris amethyst-nya menemukan hal yang sama pada bagian ujung bawah dari pigura yang tengah dilihatnya. Ada sebuah inisial dengan abjad A.N, serta tanggal dan bulan yang Vil tebak adalah final dari hasil akhir semua buah tangan ini.

Namun ada yang janggal dibalik itu semua.

Vil tahu betul, nama anak perempuan pernah membuat hari-harinya itu cukup berwarna memiliki nama lengkap Andela Tone. Lantas, A.N yang dimaksud itu, siapa?

Serta sebuah tanggal yang membuat Vil harus kembali memutar gir dalam otak. Serta Adeuce yang menelan saliva dengan berat diiringi angin dingin yang berhembus menambah kesan teka-teki yang tidak bisa mereka pecahkan,

"Pada tanggal ini..., Andela masih berada di bawah perawatan Malleus," tutur Vil, tanpa membalikkan sedikit tubuhnya, "Andela masih tertidur dalam Diasomnia."

date of Update ; 19 November 2021,
by ; aoiLilac.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top