Bagian 20
Ingatan masa lalu itu kembali berputar di kepala Ayi. Jika kita terbiasa di keramaian dan tiba-tiba dijauhkan pasti kita akan merindukannya. Begitu juga dengan Ayi, dia yang terbiasa setiap hari menyapa pelanggan kini hanya bisa bertemu Rio. Itu pun hanya di pagi dan malam hari. Kehadiran seorang putra ternyata tidak mengubah keadaan. Dia merasa kurang perhatian. Dia yang mulai bosan ditinggal Rio akhirnya membuat akun sosial media.
Dari situlah bencana dimulai. Berawal dari setiap status yang dibuat mendapat komentar, Ayi merasa mendapatkan sebuah perhatian. Dia semakin sering menulis di halaman sosial media. Sampai-sampai mulai hafal dengan orang yang suka berkomentar. Suatu hari, kebiasaan yang hilang membuat dia keheranan. Ada akun yang biasanya selalu memberi komentar sekarang tidak pernah lagi. Karena penasaran, Ayi menanyakan keberadaan orang tersebut melalui pesan pribadi. Orang tersebut adalah laki-laki, perantau di kota Jogja yang usianya tidak jauh beda dengannya.
Hubungan mereka berdua semakin dekat dan mulai ke arah pembicaraan pribadi. Ayi mulai cerita soal rumah tangga, pun dengan lelaki tersebut. Akhirnya adalah ketika mereka akhirnya bertemu. Ayi mulai menitipkan anaknya ke tetangga sebelah rumah yang sudah menganggap Reza anaknya sendiri. Puncak dari perselingkuhan tersebut adalah ketika Ayi akhirnya setuju untuk diajak pergi oleh lelaki itu ke luar kota dan tidak pernah kembali. Saat itu, ada kesenangan tersendiri ketika dia tiba-tiba mendapatkan perhatian yang berlipat ganda. Mereka tinggal bersama di lingkungan baru dan mengaku sebagai pasangan.
Namun, kesenangan itu pada akhirnya harus berakhir. Enam bulan yang lalu lelaki itu terlibat kecelakaan dan meninggal di tempat. Tepat saat Ayi sedang mengandung anak kedua. Dia mulai terlunta-lunta karena tidak memiliki pekerjaan dan berakhir dengan keguguran. Dia depresi. Saat itulah dia teringat Rio dan anaknya. Akhirnya dia mencoba bangkit kembali dan bekerja demi mendapatkan ongkos kembali kepada keluarga sebelumnya. Sayangnya, Tuhan tidak pernah buta, dia harus menerima akibat dari perbuatannya. Rio yang dia hubungi langsung memutuskan panggilan begitu mendengar suaranya. Atas informasi dari teman Rio yang pernah praktik bersama dulu, Ayi mendapatkan alamat barunya.
Waktu memang tidak akan pernah bisa diputar kembali. Apa yang sudah pernah dia lakukan akan mendapatkan balasan. Ayi melihat Rio mempunyai keluarga baru dan tampak bahagia. Dia jelas tidak bisa kembali masuk ke dalam kehidupan Rio, tetapi lagi-lagi dia sedikit serakah. Dia juga ingin bermain dengan anak kandungnya ketika melihat istri Rio bermain dengannya. Itulah awal dia menemui istri Rio yang dia tahu bernama Vira.
Sekarang, tidak ada yang bisa Ayi lakukan kecuali cukup puas hanya dengan melihat Reza, yang nama panggilannya pun sudah diubah menjadi Rey. Jelas sekali kalau Rio ingin menghapus semua tentangnya. Pintu maaf itu jelas terkunci rapat.
"Itu apa, Nte?" tanya Rey ketika melihat goodie bag yang tadi dibawa Ayi.
"Oh, ini mobil-mobilan dari tante buat kamu." Ayi menjawab sambil tersenyum tipis.
Rey langsung menoleh kepada ayahnya, dia memang tidak boleh menerima pemberian dari orang asing. Rio yang mengerti langsung mengangguk paham. Tanpa menunggu lama, Rey langsung membuka hadiah tersebut yang ternyata berisi mobil-mobilan yang baru kemarin dia minta dibelikan oleh ayahnya. Anak itu kemudian sibuk bermain setelah dibantu Ayi untuk belajar menggunakannya.
Rio menghela napas melihat Vira yang dari tadi bungkam. Lihat, siapa coba yang kemarin memaksanya untuk mempertemukan Rey dengan ibunya. Sekarang justru Vira-lah yang terlihat kurang senang.
"Rey, ajakin tantenya makan dulu, ibu udah masak tadi," ujar Rio menghentikan aktifitas Rey.
Mereka makan dalam keheningan. Celotehan Rey yang sibuk mengobrol bersama Ayi mengisi meja makan. Sementara dua orang lain terus diam. Syukurlah Ayi langsung undur diri tanpa menunggu pengusiran setelah makan.
Rasa tidak nyaman yang awalnya dirasakan Vira berubah menjadi sesak. Entah kenapa melihat Rey dan Ayi sepertinya mereka punya kecocokan, tentu saja selain wajah yang mirip. Terlebih lagi ketika Ayi datang dengan membawa mainan yang baru kemarin Rey ingin beli, seperti ada ikatan batin. Rey yang tidak biasa akrab dengan orang baru pun bisa berkomunikasi dengan baik. Batinnya bergejolak, tidak ikhlas melihat apa yang ada di depan mata. Rasanya dia ingin egois dengan memiliki Rey seutuhnya. Dia takut, jika pada akhirnya nanti Rey lebih memilih ibu kandungnya.
"Kamu kenapa?" tanya Rio kepada Vira yang masih diam di meja makan.
Vira menggeleng pelan.
"Yakin?"
Vira mengangguk.
"Elvira," panggil Rio lengkap. Tanda kalau dia ingin mendapatkan sebuah jawaban.
Bukannya menjawab, Vira justru menaruh kepala di tangan yang ada di atas meja dan mulai terisak pelan. Rio semakin tidak mengerti melihat kelakuan Vira. Setahunya tadi Vira baik-baik saja. Akhirnya dia bangkit berdiri dan mengusap punggung Vira dengan pelan. Ada rasa sesak ketika melihat wanita yang berstatus sebagai istrinya terisak untuk alasan yang tidak dia ketahui. Beruntung Rey sekarang sudah sibuk di ruangan depan dengan mobil barunya.
"Kalau kamu diam, aku nggak tahu harus ngapain. Kamu kenapa?"
Ketika Vira belum mau menjawab, Rio berhenti bertanya. Dia tetap di samping Vira dan mengusap punggungnya. Dia berpikir mungkin Vira butuh sedikit waktu untuk membuka mulut. Di saat keheningan mengelilingi mereka, satu pemikiran masuk ke kepala Rio.
Mungkinkah ini berhubungan dengan Ayi? Vira menjadi pendiam setelah Ayi tiba.
"Karena Ayi?" tanya Rio sambil menarik kursi agar dia bisa duduk dekat dengan Vira.
Dalam diamnya, Vira terlihat mengangguk. Ah, jadi ternyata sekarang justru Vira yang belum siap menerima apa yang terjadi hari ini.
"Kamu lucu, kemarin siapa yang maksa buat lakuin ini? Kamu, kan? Terus kenapa kamu kayak gini? Bukannya sekarang urusannya sudah beres? Dia nggak akan datang lagi. Terus apa yang harus ditangisi?"
Vira mengangkat kepala dan memandang Rio dengan kekhawatiran. "Aku ... melihat kedekatannya dengan Rey. Aku... aku takut kalau dia datang lagi dan mengambil perhatian Rey. Gimana kalau ternyata Rey lebih nyaman sama dia. Gimana kalau Rey nanti tahu yang semuanya dan lebih milih dia? Bagaimanapun juga aku nggak punya hak atas Rey."
Rio mengerti sepenuhnya sekarang. Vira khawatir jika ternyata ikatan antara Rey dan ibunya lebih kuat sehingga Rey akan mengabaikannya. Darah dibilang lebih kental daripada air. Itulah ketakutan Vira, takut akan hal yang belum tentu terjadi di masa depan.
"Vi, buat apa kamu sibuk memikirkan hal-hal yang belum akan terjadi. Rey nggak kayak gitu, dia akan tahu siapa yang benar-benar menyayanginya. Harusnya aku yang takut sekarang."
Vira mengernyitkan dahi tidak mengerti. Apa yang ditakutkan oleh Rio?
"Apa?" tanya Rio merasa ditatap aneh oleh Vira.
"Takut kenapa?"
"Takut kalau akhirnya Rey lebih deket sama kamu daripada aku. Lihat, kemarin aja dia baru mau pulang habis ngomong sama kamu."
Vira tersenyum geli mendengar ketakutan Rio yang tidak masuk akal. Bagaimana bisa suaminya takut jika Rey lebih dekat dengannya. Bukannya mereka adalah satu paket keluarga, tidak ada ketakutan yang diperlukan. Apa lagi Rio adalah ayah biologis Rey.
"Bodoh!" gumam Vira.
"Kamu juga!" Rio mengacak rambut Vira dengan gemas. Tidak masalah dia seperti orang bodoh asal masalah ini berakhir dan Vira sudah kembali bisa tertawa.
"IBUUUU! SINIIII!" teriak Rey menarik perhatian keduanya.
"Tuh, kan! Lihat, separuh jiwanya Rey sekarang itu kamu. Jadi, nggak perlu berpikiran yang aneh-aneh. Buat apa kita memusingkan hal yang belum tentu terjadi."
Vira mengangguk paham. Benar kata Rio, dia tidak perlu khawatir atas sikap Rey nanti, Selama dia berbuat baik, nantinya akan kebaikan pula yang diterima dari anaknya ini. Vira langsung berdiri dan menghampiri Rey.
"Kenapa, Bang?" tanyanya ketika melihat Rey sudah duduk di sofa dengan sedikit lesu.
"Bu, boleh ditukar mobilnya? Abang nggak suka warna biru, maunya warna merah."
Rio yang berjalan di belakang Vira langsung menggeleng tidak setuju. "Rey!"
"Biar sama kayak baju yang kemarin dibeliin ibu, Yah! Warnanya kan merah."
Senyum mengembang di bibir Vira, ternyata Rey memang miliknya. Dia tidak bisa disuap dengan mainan dan masih menginginkan barang sewarna seperti baju yang kemarin dia belikan.
"Lihat, kan? Mulai sekarang nggak perlu takut," bisik Rio kepada Vira.
Vira mengangguk setuju.
"Ah, kalau begini caranya sama aja curang, kalian dekat dan bisa berkomplot. Aku merasa nggak punya partner, pokoknya aku mau kita segera kasih Rey adik. Perempuan, ya? Soalnya kata orang kalau anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya. Jadi, adil kita punya satu-satu," ujar Rio panjang. Vira langsung melotot ketika bahasan adik sudah seperti pesan makanan, bisa memilih sesuka hati. Niat Rio memberi Rey adik sangat kekanakan.
"Adiknya cowok, Yah! Nanti mau abang ajakin main bola sama mobil," protes Rey yang ternyata mendengar pembicaraan orangtuanya.
Rio menggeleng tidak setuju dengan Rey. "Dedeknya nanti cewek aja, Rey. Cantik kayak ibu."
Gombal setiap saat!
"Cowok, Yah! Kalau cewek nanti nangis terus kayak Seina, teman abang di sekolah."
"Kalau cowok nanti rebutan mobil sama abang, lho."
"Abang udah gede, kata Nte Rara kalau udah gede nanti harus ngalah sama dedek."
"Kalau adiknya cowok nanti nakalin abang gimana?" tanya Rio mencoba mengubah pendirian Rey.
"Abang cowok, tapi nggak nakal."
Vira tidak bisa menahan tawa melihat ayah-anak yang terus berdebat menentukan jenis kelamin. Padahal dalam perutnya belum ada calon bayi yang mereka perdebatkan. Ada-ada saja.
Kita seringkali terlalu mengkhawatirkan hal-hal yang belum terjadi dan justru mengabaikan apa yang ada di depan mata.
TBC
Hari ke.3 puasa, ya? Nggak berasa ^,^. Btw saya mau iklan lapak baru di sebelah yang judulnya 'Diary Ramadhan Caca', Insya Allah akan menemani setiap hari sepanjang bulan Ramadhan ini. Pokoknya semua tokoh fiksi saya akan diabsen satu-satu di sana. Jadi, buat kamu yang merindukan cast di cerita sebelumnya boleh banget mampir *promomaksimal*
Btw kritik dan saran untuk CI selalu ditunggu.
Sankyu
Laini
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top