22

Chapter 22 : Confession

Zayn Malik memejamkan mata dan menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi hangat tempatnya biasa duduk bekerja. Sebenarnya, Zayn sudah mengisi permohonan cuti dan sekarang adalah masa cutinya. Namun, Zayn lebih memilih untuk bekerja daripada harus berkutat dengan semua permintaan orangtuanya.

Yaser menghubungi putranya semalam dan memberitahu jika tak akan ada pertunangan. Dia ingin Zayn dan Taylor langsung menikah dan nyatanya, orangtua Taylor sudah sangat menyetujui hal itu. Zayn tak dapat mengelak dan Taylor benar-benar sulit dihubungi sejak semalam. Entah apa yang dilakukan gadis itu di rumahnya.

Ponsel Zayn bergetar dan Zayn langsung meraih ponsel yang berada tepat di atas meja, di hadapannya. Pemuda itu mengernyit sebelum tersenyum tipis membaca pesan yang baru saja masuk ke nomor ponselnya. Dari seseorang yang sangat sulit dihubungi sejak kemarin dan seseorang yang baru saja terlintas dalam benak seorang Zayn Malik.

Taylor Swift.

Ya, Taylor. Pesan yang Taylor kirimkan kepada Zayn berbunyi: Hei, maaf. Aku baru bangun tidur dari semalam. Jadi, aku tertidur selama hampir 18 jam! Hebat, bukan?

Zayn mengetikkan balasan dengan cepat berbunyi: Apa kau sibuk sekarang?

Beberapa saat kemudian, Taylor membalas: Aku baru bangun tidur. Apa kau tak membaca pesanku dengan jelas? Apa aku terlihat sibuk?

Zayn terkekeh membaca balasan dari Taylor. Pemuda itu diam sejenak, berpikir dan mulai membalas: Aku akan menjemputmu. Banyak yang harus kita bicarakan.

Setelah itu, tanpa menunggu balasan dari Taylor, Zayn memasukkan ponselnya ke dalam saku jas. Pemuda tampan itu bangkit dari kursinya dan melangkah meninggalkan ruang kerja begitu saja.

*****

"Dia segala-galanya untukku. Dia duniaku. Aku tak pantas untuknya."

Entah kenapa, kalimat-kalimat itu terus terlintas dalam benak Zayn sejak saat dia melihat Taylor melangkah ke luar dari rumahnya dan mendekati mobil Zayn sebelum masuk ke dalamnya. Hari ini, Taylor terlihat cantik dengan dress biru panjangnya. Masuk ke dalam mobil Zayn, gadis itu menguap dan terus saja berceloteh tak jelas selama perjalanan.

Sampai akhirnya, Zayn menghentikan mobilnya secara tiba-tiba di tepi jalan yang sepi, langsung membuat Taylor berhenti berceloteh dan beralih menatap Zayn dengan bingung.

Zayn menekankan jari-jarinya di stir sebelum menoleh menatap Taylor. "Kau sudah tahu tentang rencana pernikahan kau dan aku? Minggu depan. Bukankah itu terlalu cepat? Bukankah kau sendiri juga bilang tak akan menikah dengan orang yang tak kau cintai?"

Taylor mengangkat dua alisnya. "Aku memang bilang seperti itu, tapi tak menutup kemungkinan jika aku tak mencintaimu. Aku hanya belum mencintaimu, Zaynie."

Zayn tersenyum sinis dan memutar bola matanya. "Jika kau tak menginginkan pernikahan ini, katakanlah sekarang. Belum terlambat untuk membatalkannya. Kau dan aku bisa datang menemui kedua orangtua kita dan mengatakan yang sejujurnya."

Gelengan kepala Taylor membuat Zayn semakin bingung.

"Taylor, dengar baik-baik. Ini semua belum terlambat. Mengerti?"

"Aku menyukaimu. Aku benar-benar menyukaimu."

Ucapan tiba-tiba Taylor membuat Zayn tercekat. Zayn tercengang. Pemuda itu diam dan sebuah suara kembali terngiang dalam pikirannya.

"Kau bisa memberikan segala sesuatu yang tak mungkin bisa kuberikan kepadanya. Bahagiakan dia, kumohon."

"Aku menyukaimu dan aku serius sekarang. Aku tak tahu sejak kapan, tapi salah satu alasan kenapa hubunganku dan Harry berakhir adalah karena dia tahu mengenai perasaanku padamu. Tapi...tapi aku juga masih mencintai Harry. Kau bahkan tak tahu seberapa gilanya aku memikirkan bagaimana kondisi pria itu sekarang!"

Perkataan Taylor membuat Zayn menghela nafas. Iris cokelat itu menatap dalam ke iris biru Taylor. Satu alis Zayn terangkat. Dengan nada tenang, pemuda itu bertanya, "Apa kau baru saja mengatakan jika kau memiliki rasa padaku dan juga pada pria bernama Harry itu?"

Taylor diam sejenak sebelum mengangguk. "Hanya saja, rasaku padamu belum sedalam rasaku pada Harry dan...di mana dia sekarang? Firasatku buruk. Aku takut Daddy melakukan hal buruk padanya."

"Taylor, you can't love two persons at the same time. Kau harus memilih salah satu."

Taylor memicingkan mata. "Zayn, aku tak ingin membicarakan masalah ini. Yang aku butuhkan sekarang adalah informasi mengenai Harry! Aku mencemaskannya!"

"Aku atau Harry-mu itu?"

Taylor tercengang mendengar pertanyaan yang ke luar dari mulut Zayn tersebut. Zayn tampak sangat serius, terlihat jelas di raut wajahnya. Taylor menahan nafas dan terkekeh dipaksakan.

"Ini bukan pokok pembahasan kita, kan? Kau mengajakku bertemu untuk membicarakan pernikahan kita, kan? Maksudku, pernikahan—,"

"Aku atau Harry?"

Pengulangan pertanyaan itu membuat Taylor terdiam dan membeku. Gadis itu memejamkan mata dan menunduk. Tatapan dan pertanyaan Zayn itu sangat mengintimidasi, tak seperti biasanya.

"Aku mulai menyukaimu dan sangat terbiasa akan kehadiranmu. Semakin sering menghabiskan waktu denganmu, semakin besar tumbuhnya rasaku padamu. Tapi aku berusaha menahan diri karena aku tahu, kau tak akan membalas rasaku." Zayn mengalihkan pandangan, lurus ke depan sebelum melanjutkan, "Lalu, sekarang kau bilang jika kau menyukaiku. Tapi di lain sisi kau juga masih mencintai pria yang telah menjadi mantan kekasihmu. Kau adalah gadis paling egois jika memilih untuk tetap bersama dengan keduanya."

Zayn memejamkan kepala dan menunduk. "Sebelum rasaku terlalu dalam, aku perlu tahu seberapa besar harapanku untuk dapat bersama denganmu. Kau yang tahu perasaanmu. Kau yang menentukan masa depanmu sendiri."

"Aku hamil dan anak yang berada di kandunganku adalah anakku dan Harry." Taylor berkata cepat, mencoba membaca ekspresi tenang Zayn.

Zayn membuka mata dan mengangguk. "Aku selalu memikirkan tiap kalimat yang kuucapkan, Taylor. Saat aku berkata aku memiliki rasa padamu, aku sudah memikirkan segalanya. Termasuk konsekuensi yang harus kuterima."

"Tapi Harry...," Taylor menggeleng, "Kepalaku pusing."

Zayn terkekeh kecil dan menoleh, memberi senyuman manis kepada Taylor yang langsung membuat jantung gadis itu berdegup tak karuan. Tangan Zayn bergerak dan mengacak-acak rambut pirang Taylor dan Taylor tak bereaksi apapun.

"Kau masih punya waktu beberapa hari untuk memikirkannya. Jika kau memilih pria itu, beritahu aku supaya kita bisa membatalkan semuanya sebelum terlambat. Jika kau memilihku, yeah, setidaknya perjodohan ini bisa menjadi kenyataan, tanpa paksaan dan ini akan menjadi kali pertama aku berterimakasih atas campur tangan orangtua atas hidupku." Zayn menjauhkan tangannya dari kepala Taylor dan kembali mencengkram stir mobil.

Sekali lagi, pria itu menoleh kepada Taylor sambil memperlihatkan senyuman manis sialannya.

"Dia baik-baik saja. Kau bisa tidur dengan tenang, tanpa harus mencemaskannya lagi."

Taylor melotot mendengar perkataan Zayn. "A—apa? Bagaimana kau tahu? Kau bertemu dengannya?!"

"Tak bisa memberitahu. Aku akan mengantarmu pulang. Jangan lupa makan dan banyak beristirahat. Kau harus benar-benar memperhatikan kesehatanmu, mengingat bukan dirimu sendiri saja yang kau jaga."

Kemudian, Zayn mulai melajukan mobilnya lagi menjauhi jalan sepi tersebut.

*****

"Ayahku dan ayahnya adalah musuh bebuyutan sejak jaman mereka masih berada di sekolah yang sama. Puncaknya permusuhan mereka adalah di saat mereka sudah memutuskan untuk berdamai namun, ayahku malah memercik api yang membuat permusuhan mereka semakin menjadi-jadi." Harry sedikit meringis ketika tangannya bergerak membersihkan luka di wajahnya sendiri.

Zayn yang duduk berhadapan dengan pemuda itu melipat tangan di atas meja. "Aku masih tak mengerti. Baiklah, memang orangtua kalian bermusuhan, tapi aku tak menyangka jika Mr. Swift sampai membuatmu babak belur bahkan mengancam akan membunuhmu seperti ini."

Harry terkekeh dan berhenti membersihkan lukanya. "Karena dia tahu, aku memang buruk untuk putrinya."

Zayn mengangkat satu alis dan baru hendak kembali bertanya lagi saat Harry lanjut, "Taylor tak tahu ini, tapi tujuan awalku mendekatinya adalah Scott. Aku ingin dekat dengan putrinya supaya aku bisa mendapat akses bertemu dengan pria yang membuat keluargaku hancur."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top