16
Chapter 16: Ice Cream
Seperti tak terjadi apapun, Taylor Swift bertingkah sebagaimana mestinya. Taylor masih menjadi gadis periang yang menyapa tiap karyawan yang ditemuinya di kantor. Memperlihatkan senyuman manis yang benar-benar sulit dielakkan. Hari ini, Taylor datang lebih awal dari kemarin. Lima belas menit sebelum pukul delapan pagi.
"Selamat pagi!" Taylor menyapa resepsionis yang berdiri di depan mesin fingerprint, tengah melakukan absensi pagi.
Resepsionis itu mengangkat satu alis sebelum memutar bola matanya. Tanpa balas menyapa atau setidaknya tersenyum pada Taylor, dia berbalik melangkah menjauhi mesin fingerprint. Taylor menghela nafas dan mulai melakukan absensi berusaha mengabaikan sikap tak mengenakkan resepsionis tadi.
Bukan rahasia lagi jika datangnya Taylor Swift ke kantor merupakan ancaman besar bagi para karyawati yang jelas-jelas naksir berat dengan bos mereka yang super duper tampan seperti Zayn Malik. Apalagi Taylor menjabat sebagai asisten Zayn, jabatan yang paling diincar di kantor ini.
Selesai melakukan absensi, Taylor berbalik dan melangkah menuju ke elevator. Gadis itu sempat menghentikan langkahnya saat melihat Zayn yang sudah berdiri di depan elevator yang masih tertutup. Seorang diri dan tampak menawan dengan jas hitam yang melekat sempurna di tubuhnya.
Taylor tak memanggil Zayn, tapi tiba-tiba pria itu menoleh dan mengangkat satu alis sebelum mengisyaratkan agar Taylor mendekat. Taylor menarik nafas, menghelanya perlahan dan berjalan menghampiri Zayn dengan senyuman di bibirnya.
"Selamat pagi!" Taylor menyapa ceria dan sepertinya Zayn sedang dalam mood yang cukup baik karena pemuda itu tersenyum seakan memberi balasan sapaan Taylor tadi.
Pintu elevator terbuka dan beberapa orang ke luar dari dalam, sesekali melihat Zayn dan Taylor. Setelah kosong, barulah Zayn dan Taylor melangkah memasuki elevator. Taylor menekan tombol sebelum berdiri tegak di samping Zayn. Canggung, rasanya.
"Kau terlihat sangat bersemangat hari ini, tidak seperti kemarin." Zayn menyindir dan Taylor terkekeh geli.
"Tidak juga. Kau tahu sendiri aku pandai berakting."
Zayn tersenyum dan menggelengkan kepala. Tak lama kemudian, pintu elevator terbuka dan keduanya melangkah ke luar.
"Aku ada meeting pukul 10 nanti dan kau ikut bersamaku." Zayn berkata sebelum melangkah menuju ke ruangannya.
Taylor mengangguk cepat, mengerti akan ucapan Zayn.
"Selesaikan laporan yang kemarin kuberikan. Jika sudah selesai, letakkan di mejaku." Lagi, Zayn memberi perintah dan Taylor mengangguk.
Kemudian, pemuda tampan itu melangkah menuju ke ruangannya. Taylor menghela nafas dan melangkah menuju ke ruang kerjanya juga.
*****
You will be fine, Babe. Just take care of yourself. See you soon.
Senyuman muncul di bibir Taylor saat membaca pesan yang baru masik ke nomornya. Taylor panik semalaman. Dia bahkan tak bisa tidur dengan tenang mengingat jika Zayn sudah memergokinya bersama Harry. Jika Zayn melapor kepada orangtua Taylor, Taylor yakin perang dunia ke-3 akan terjadi mengingat kedua orangtuanya sangat menentang hubungan Taylor dan Harry.
Taylor baru hendak membalas pesan dari Harry saat pintu ruangannya terbuka. Resepsionis yang sangat menyebalkan itu muncul masih dengan wajah menyebalkannya. Taylor tak mengerti, kenapa ada resepsionis sepertinya. Seharusnya Malik mempekerjakan karyawati yang murah senyum, tidak judes seperti yang satu ini.
"Mr. Malik menunggumu di lobi." Dia bahkan berkata to the point, tanpa basa-basi.
Taylor mengangguk kecil. "Aku akan segera turun."
Kemudian, tanpa salam resepsionis itu melangkah menjauhi ruangan Taylor. Taylor menatap layar ponselnya sekali lagi dan senyuman muncul di bibirnya. Gadis itu bangkit berdiri, memasukkan ponsel ke tas jinjingnya sebelum melangkah meninggalkan ruangan.
Benar saja kata resepsionis judes tadi. Zayn benar-benar sudah menunggunya di lobi. Saat Taylor tiba, pemuda itu langsung mengisyaratkan agar Taylor mengikutinya menuju ke halaman parkir.
Zayn mengendarai mobilnya ke tempat pertemuan dan tak ada percakapan sama sekali di antara mereka sampai Zayn yang membukanya. Sangat jarang Zayn mau membuka percakapan dengan seseorang.
"Bicaralah."
Taylor menoleh dan mengangkat satu alis. "Apa?"
Zayn tersenyum menyindir. "Aku tak biasa melihatmu diam saja seperti sekarang. Aku sengaja mengajakmu karena kupikir kau akan terus bicara dan tidak membuatku mengantuk sehingga aku dapat sampai ke tempat pertemuan dengan selamat. Aku mulai mengantuk jika kau diam saja."
Taylor menundukkan kepala. "Kupikir kau benci saat aku bicara terlalu banyak."
"Sejujurnya, ya. Tapi aku membutuhkan itu sekarang. Apa kau tidak ingin menggodaku sekarang?" Zayn mengangkat satu alis. Dia bahkan tak mengerti kenapa dia seperti pria depresi yang hanya ingin gadis itu berbicara banyak.
Taylor tersenyum pilu. "Aku sedang dalam mood yang tak baik."
"Kalau begitu, beritahu aku apa yang dapat membuat moodmu membaik?" tanya Zayn.
Taylor mengedikkan bahu. "Aku tak tahu."
"Es krim? Permen? Gula-gula? Atau balon?"
"Hei! Kau pikir aku anak kecil?!" Taylor memprotes dan Zayn terkekeh. Senyuman muncul di bibir gadis itu sebelum mengangguk dan kembali berkata, "Sepertinya es krim akan membuat moodku sedikit membaik. Jika kau tak keberatan, es krim di dekat taman kota adalah kesukaanku."
Tanpa melirik Taylor, Zayn mengangguk. Senyuman bertahan di bibir pemuda tampan itu saat berkata, "Baiklah. Ayo, perbaiki moodmu sebelum bertemu klien!"
Taylor masih tak begitu percaya saat Zayn benar-benar membawanya ke taman kota hanya untuk membeli es krim. Di sinilah mereka sekarang, mengantri bersama para anak kecil hanya untuk mendapatkan es krim. Beberapa kali Zayn mendengus saat Taylor mempersilahkan anak kecil untuk mendahuluinya, sehingga Taylor dan Zayn baru mendapatkan es krim beberapa saat kemudian.
Es krim yang Taylor miliki adalah es krim cokelat dan Zayn dengan es krim vanilanya. Taylor dan Zayn duduk di bangku taman menjilati es krim mereka sambil memperhatikan anak-anak kecil yang tampak tengah bermain pasir.
Lagi, seperti saat berada di dalam elevator ataupun mobil, Taylor tak membuka percakapan. Zayn menundukkan kepala dan menghela nafas, berhenti menikmati es krimnya sejenak.
"Aku tak akan melaporkan tentangmu dan pria itu kepada orangtuamu. Aku selalu memegang perkataanku. Jadi tenanglah."
Taylor berhenti dari kegiatan menjilati es krimnya saat mendengar ucapan Zayn. Gadis itu menoleh dengan tatapan tak percaya. "Benarkah? Kau janji?"
Zayn terkekeh. "Apa aku terlihat seperti pembohong?"
Senyuman lebar muncul di bibir Taylor dan Zayn tercekat saat tiba-tiba saja gadis itu berhambur memeluknya sangat erat. Zayn tercengang dan menahan nafas. Taylor menyandarkan dagunya di bahu Zayn sambil berkata, "Terima kasih banyak, Zayn. Terima kasih."
Senyuman juga muncul di bibir Zayn. Pemuda itu baru berminat memeluk balik Taylor saat dia menyadari satu hal: es krim sialan yang meleleh dan jatuh mengenai celana hitamnya.
"Holyshit!"
Taylor segera melepas pelukannya mendengar umpatan Zayn. Gadis itu terkekeh geli melihat bekas es krim berwarna putih yang jatuh di atas celana panjang Zayn, tepat di bagian paha kanan atasnya.
"Bahkan es krim jauh lebih beruntung karena dapat menyentuh pahamu." Zayn memutar bola matanya mendengar Taylor yang menggodanya.
"Apa kau lupa kita harus menemui klien jam sepuluh? Jam berapa ini?!" Zayn berkata panik.
Taylor dengan santai membuka ponsel dan menunjukkan lockscreen yang sudah menunjuk ke angka 10.04.
Zayn bangkit berdiri. "Kita terlambat! Kenapa kau mengajakku ke sini, sih?!"
Taylor mengernyit. "Kau yang membawaku ke sini! Kenapa kau menyalahkanku?!"
Adu mulut tak terelakkan itu kembali terjadi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top