10

Chapter 10: That Smile

"Aku akan menikah dalam waktu dekat dan aku serius, Zayn. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu, tapi hubungan ini tak akan berhasil. Jadi, berhentilah berharap padaku dan temukan gadis lain yang memang cocok untuk bersanding denganmu."

Zayn Malik memejamkan mata dan menundukkan kepala saat suara Lauren terngiang dalam benaknya. Hari ini adalah hari kelima sejak pertemuan Zayn dan Lauren tak jauh dari Tommo's Cafe. Pada saat itu, Zayn berhasil meyakinkan Lauren untuk benar-benar berbicara empat mata dengannya dan Lauren setuju.

Lauren bilang, itu adalah pertemuan akhir mereka karena setelahnya, gadis itu berharap tak akan pernah bertemu dengan Zayn lagi. Zayn masih tak mengerti, apa yang terjadi dan apa yang sudah dia perbuat sehingga Lauren sangat ingin menghindarinya. Lauren menjauhinya, tanpa memberi penjelasan pasti. Lauren meninggalkannya begitu saja, seakan waktu-waktu berharga yang pernah mereka lalui, senang maupun sedih benar-benar tak ada artinya.

Pemuda itu kembali menyelipkan sepuntung rokok di sela-sela bibirnya dan menghirup sebelum mengeluarkan asap dari mulut dan hidungnya secara perlahan. Asap itu hilang dengan cepat, bersamaan hembusan angin yang cukup kencang dari atap gedung dengan lima belas lantai itu.

Zayn memejamkan mata dan merasakan angin itu menerpa kulit pucatnya. Bulu-bulu halus di sekitar dagu Zayn juga terlihat cukup lebat. Zayn tak ingat kapan terakhir kali dia bercukur dan dia bahkan sama sekali tak peduli sekarang.

Perhatian Zayn tiba-tiba teralihkan oleh suara pintu yang terbuka. Zayn menoleh ke arah pintu dan mendapati seorang Taylor Swift yang berdiri di sana, mengernyitkan dahi sebelum melangkah mendekati Zayn yang berdiri bersandar pada tembok pembatas.

"Helo," Taylor menyapa santai, berdiri di samping Zayn dengan tangan yang memegang erat ujung tembok pembatas.

Zayn menghirup rokoknya lagi, mengeluarkan dari mulut dan hidung sebelum menjawab datar, "Hai."

Taylor menghela nafas. "Hanya ingin memberitahu, jam istirahat sudah berakhir sejak tiga puluh menit yang lalu." Gadis itu menghadap Zayn dengan wajah cerianya. Zayn tak mengerti, bagaimana wajah itu bisa ceria sepanjang waktu? Taylor jelas-jelas terlihat sebagai orang yang bebas dari masalah.

"Terakhir kali aku memeriksa, statusku masih direktur utama di sini." Zayn menjawab sarkastik dan Taylor terkekeh.

Taylor mengikuti arah pandang Zayn, lurus ke depan. Entah apa yang pemuda itu perhatikan. Mata elangnya masih terlihat tajam, tapi sepertinya dia tak sedang memiliki minat untuk berburu. Hanya menatap tenang segala sesuatu yang lewat di hadapannya.

"Kau baik-baik saja?" Taylor bertanya tiba-tiba dan Zayn tidak menjawab. Taylor menghela nafas dan lanjut berkata, "Kau tidak terlihat baik-baik saja belakangan ini."

Zayn memejamkan mata. "Patah hati."

Taylor melotot mendengar jawaban dari Zayn. "Masih?"

Pertanyaan Taylor membuat Zayn memutar bola matanya sebelum menghadap gadis yang mengerucutkan bibir. Zayn yang semula berniat untuk membentak Taylor tiba-tiba kehilangan niatnya tersebut. Sebagai gantinya, Zayn menarik nafas dan menghelanya perlahan.

"Apa kau pikir patah hati bisa disembuhkan dengan cepat? Nah, siapapun yang berkata bisa, dia pasti berbohong."

Taylor menghela nafas. "Aku bahkan tak tahu jika patah hati bisa disembuhkan. Jika bisa, beritahu aku bagaimana caranya."

Keceriaan gadis itu lenyap dalam sekejap. Mata birunya menatap lekat mata cokelat Zayn dan momen ini membuat Zayn benar-benar mati kutu. Ditambah lagi dengan hembusan angin yang seakan memang dihadirkan untuk menjadi hiasan di suasana seperti ini.

"Kau juga...kau juga patah hati?" Zayn bertanya hati-hati.

Taylor mengangguk sebelum mengalihkan pandangannya dari Zayn, menjadi lurus ke depan. Zayn memperhatikan kontur wajah gadis itu dari samping. Sebenarnya, dia memang cantik dan memiliki bentuk wajah yang sempurna. Terutama dibagian mata dan bibir. Sukses membuat Zayn harus mengumpat berulang kali atas apa yang ada di dalam pikirannya.

"Zayn, apa kau mudah percaya dengan orang lain?"

Zayn mengernyit. Baiklah. Kenapa gadis ini malah bertanya demikian dan tak menjawab dengan jelas alasan mengapa dia patah hati? Zayn penasaran dengan kisah cinta gadis berambut pirang ini. Maksudnya, siapa pria yang berhasil meluluhkan hati gadis kekanak-kanakan ini? Lalu, bagaimana cara mereka berpacaran? Pria macam apa yang mau bersama dengan gadis kekanak-kanakan...., tapi cantik dan seksi ini?

"Aku...tidak. Kau tidak bisa mudah percaya dengan orang lain." Zayn menjawab tenang.

"Baguslah kalau begitu."

Taylor menoleh kepadanya dan memberikan senyuman yang seakan menebarkan berbagai panah runcing yang tertuju tepat di jantung Zayn. Jantung Zayn berdebar tak karuan.

Pemuda itu memejamkan mata dan mengalihkan pandangannya dari Taylor, menyembunyikan rona merah bodoh yang dia tahu sangat terpampan jelas di pipi pucatnya.

Senyuman macam apa itu! Terlalu manis!

*****

"...minggu depan kau akan melakukan perjalanan dinas ke Amerika Serikat untuk membicarakan mengenai proyek kerjasama di daerah Las Vegas."

Zayn mengernyitkan dahi mendengar celotehan Taylor yang akhirnya berhenti juga. Sejak tadi, gadis itu berkata tanpa henti, terdengar sangat buru-buru dengan kaki yang terus bergerak. Dia terlihat gelisah membacakan jadwal kegiatan Zayn untuk bulan ini.

Taylor menghela nafas lega dan menutup map berisikan jadwal kegiatan Zayn sebelum menatap Zayn dengan senyuman di bibirnya. "Ada pertanyaan mengenai jadwal kegiatanmu, Mr. Malik? Setidaknya, ini jadwal yang bisa kususun setelah berkoordinasi dengan manajer umum & SDM serta para klien-mu."

Taylor menunggu Zayn bertanya, saat pemuda itu hanya menatapnya dengan datar. Duh, kapan Zayn menatapnya dengan tidak datar, sih?

"Apa...tidak begitu jelas atau kau tidak mengerti dengan isi jadwal yang kubacakan tadi? Kalau begitu, aku akan membu–,"

"Ke mana kau akan pergi?"

Pertanyaan Zayn itu memotong ucapan Taylor, sekaligus membuat gadis itu tercengang. Zayn melipat kaki masih dengan tatapan datarnya kepada Taylor. Zayn membasahi bibir bawahnya dengan mata yang tak beralih sedikitpun dari Taylor.

Taylor nyengir kuda. "Kau tahu? Girls night out. Sejujurnya, aku ada janji untuk berbelanja dan menginap di rumah temanku. Makanya, aku buru-buru. Mungkin kau menyadarinya."

Zayn mengangguk. "Baiklah, aku mengerti. Apa Ibumu tahu? Jangan sampai dia menghubungiku saat aku tengah asyik tertidur hanya untuk menanyakan keberadaanmu."

Lagi, gadis pirang itu nyengir kuda dan dengan santainya menjawab, "Ibuku melarang untuk ke luar malam. Tapi sumpah, aku tak melakukan apapun. Hanya bersenang-senang. Menghilangkan stress."

Zayn menghela nafas dan melipat tangan di atas meja. "Siapa nama teman-temanmu dan ke mana kalian akan pergi?" Mendengar senyuman menggoda Taylor kepadanya, Zayn buru-buru menambahkan, "Sehingga saat Ibumu menghubungiku, aku tahu harus menjawab apa!"

Taylor terkekeh geli dan menganggukkan kepala. "Aku akan baik-baik saja, Zaynie." Taylor mengedipkan satu mata kepada Zayn yang langsung memutar bola matanya. "Bagaimana jika kau membantuku? Jika Ibuku menghubungimu, katakan pada dia jika aku bersamamu. Dia sangat percaya padamu jadi, saat aku pulang besok, aku tak akan kena amarah."

"Kau tahu? Aku serius saat bilang, aku punya rencana untuk jatuh cinta padamu. Tapi keseriusanku perlahan memudar dan kau yang membuat semuanya memudar." Zayn menyandarkan punggung pada sandaran bangku hangatnya.

Taylor mengerucutkan bibir. "Kau itu pria, pria itu harusnya tahu bagaimana dia harus bersikap dan satu lagi, para gadis menyukai sebuah kepastian."

Zayn mengangkat satu alis. "Bagaimana aku bisa memberikanmu kepastian jika kau juga tak bisa memberikan kepastian kepadaku?"

Gadis berambut pirang itu memutar bola matanya. "Bagaimana jika kau berpikir matang-matang tentang rencanamu untuk jatuh cinta padaku? Dari caramu bersikap kepadaku, itu sangat menunjukkan jika kau tak serius dengan ucapanmu."

Pemuda berdarah Pakistan itu diam dan memejamkan mata. "Kau bisa pergi sekarang. Aku akan memikirkannya ulang."

Taylor mengangguk dan tersenyum tipis sambil berkata, "Sampai bertemu besok, Zaynie." Kemudian, gadis itu melangkah meninggalkan ruangan kerja Zayn. Meninggalkan Zayn yang memejamkan mata mencoba memahami isi kepalanya sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top