Jeans

[...]

Byul berjalan menelusuri gang sempit menuju apartemen nya. Jalan yang biasa ia lewati sedang di tutup untuk perbaikan.

Ia bahkan baru pertama kali melewati jalan ini. Gelap, hanya ada satu lampu  jalan yang menyinari gang tersebut. Bahkan pencahayaan nya sangat buruk-redup--

Tap.. Tap..

Bunyi sepatu heels nya bergema se-gang. Ia merapatkan coat softpink, pemberian dari neneknya di Daegu.

Ia mempercepat jalan nya saat merasakan seseorang mengikutinya. Jantungnya berdegup kencang berirama dengan tempo nya berlari.

Orang itu mengejarnya!

Nafas Byul tercekat, saat langkah kaki orang itu semakin cepat. Ingin rasanya Byul berteriak.

Bisa Byul rasakan sebuah sapu tangan menutup mulutnya. Obat bius di sapu tangan membuat mata Byul mengabur.

Byul berharap, ia tak apa-apa.

[...]

Mata Byul mengerjap beberapa kali. Masih menggabur, tetapi bisa ia rasakan tubuhnya tak bisa digerakkan. Tangan nya diikat, dan mulutnya di tutup.

Yang pertama kali ia lihat adalah sebuah lukisan yang mengerikan. Sesudahnya, ia bisa melihat banyak foto dengan tiga foto yang sudah di coret.

Ia seperti memerankan adegan di drama signal. Tapi, ia tak jadi detektif, melainkan ialah yang menjadi korban nya.

Seseorang masuk kemudian menutup pintu ruangan itu. Byul tak bisa melihat wajah penjahatnya. Wajahnya ditutupi makser dan topi. Byul hanya bisa melihat matanya.

Pria itu memegang dagu Byul, ia menyentuh wajah Byul seakan akan wanita itu sebuah benda kesayangan nya yang akan di buang ke tempat sampah.

"Desainer, Park Byul. Urutan ke-empat setelah ABC."

Pria itu berbicara sesuatu. Byul tak bisa mencerna perkataan nya. Apa masalah nya dengan menjadi seorang desainer?

Setelahnya, pria itu menutup wajah Byul dengan plastik hitam, mengikat plastik nya kencang. Yang wanita itu lihat hanya sebuah titik terang berasal dari lampu.

"Setelah aku pulang, kau harus mati, oke."

Sungguh, ia seperti psikopat bagi Byul. Suaranya bahkan berat sekali. Terkesan menyeramkan.

Pria itu berjalan menjauh. Keluar dari rumah. Setelahnya, Byul kembali ketakutan. Ia tak bisa bernafas, rasanya seperti ia menutupi seluruh kepalanya dengan selimut.

Bagaimana jika ia mati kehabisan nafas?

Ia tak bisa bodoh, berdiam disini selagi penjahat masih tak ada di kandang.

Ia berjalan kearah kanan. Ia masih ingat arah pintu sebelum kepalanya ditutupi plastik. Dengan tangan terikat, ia berusaha untuk mencari jalan keluar.

Ia menemukan pintu, kemudian mendobraknya dengan nafas tercekat. Lemas tubuhnya tak ia hiraukan. Ia harus selamat.

Brakk..

Pintu itu terbuka seketika.  Ia berlari ke kiri tanpa melihat apapun, hanya ada satu lampu di ujung jalan. Tetap saja, ia tak bisa melihat.

Ia berjalan terus, dengan tujuan menuju keramaian. Sesekali tubuhnya terjatuh ke aspal.

Brak..

Tubuhnya menghantam tubuh seseorang. Sungguh, Byul berharap kalau itu bukan penjahatnya.

Ia mati ketakutan, hingga tubuhnya ikut bergetar. Kepalanya pusing dan berat, saking takutnya.

Orang itu melepaskan plastik di kepalanya. Bahkan Byul masih merasakan sesak nafas, seperti plastik yang masih melekat di kepala nya. Rasanya seperti dicekik dengan waktu yang lama.

Orang itu-jungkook yang sedang mencari pelaku kasus pembunuhan berantai di daerah ini pun menemukan Byul.

Ia berusaha menyadarkan Byul yang sedang memegang lehernya sendiri. Tetap saja, Byul masih seperti itu.

Hingga ia berteriak, kemudian membuat Byul diam dan menangis. Ia tak mati, Jungkook menyelamatkan nya.

Pria itu, mengusap pipi Byul pelan.

"Hei, tenang. Aku ada disini."

[...]

Ye Ji berlari memasuki kantor polisi. Jungkook menelfon nya. Ia bilang, ada sesuatu yang terjadi dengan Byul.

Nafas wanita itu bahkan tak beraturan lagi. Tenggorokan nya kering akibat berlari.

Ia menerobos sekumpulan polisi yang sedang menjaga Byul.

"Hei, kau kenapa?" Tanya Ye Ji. Byul tak menjawab, ia hanya menggelengkan kepalanya, kemudian menangis.

"Kenapa kau menangis?." Ye Ji berjongkok di depan Byul, kemudian mengusap pipi Byul pelan, memberikan sedikit penenangan.

"Kenapa dia?" Tanya Ye Ji. Ia sangat penasaran. Apalagi melihat polisi yang sedari tadi diam.

"Dia jadi korban pembunuhan berantai."

Namjoon yang berbicara, sambil memberikan kopi hangat ke tangan Byul.

Bersamaan dengan itu, kelima teman nya pun datang. Persis seperti Ye Ji pertama kali datang. Nafas mereka menggebu.

"Kau tidak apa-apa kan?" Tanya Dan Bi sambil memeluk Byul. Byul bahkan menggeleng. Sungguh, ia sedang dalam kata tak baik.

"Maaf, tapi bisakah kalian menyingkir sebentar? Kami harus menanyakan sesuatu?"

Namjoon mengusir mereka, membuat Ye Ji jadi kesal. Gila jika mereka masih ingin bertanya dengan Byul.

"Hei, kau tidak bisa bertanya seenaknya. Ia juga perlu istirahat."

Ye Ji marah bukan main saat Namjoon bersama dengan Jungkook berusaha menanyakan sesuatu kepada Byul.

"Diamlah." Namjoon juga marah, membuat Ye Ji ingin menendang pria itu.

"Kau tidak bisa seenakny-- hei, Jimin kenapa kau menarikku," Pekik Ye Ji saat Jimin menarik paksa tangan wanita itu.

Jimin membawa nya keluar kantor. Di tempat yang jauh dari keramaian, tepatnya.

"Apa yang kau lakukan?" Teriak Ye Ji marah. Bahkan wanita itu sudah mengepalkan tangan nya.

"Noona seharusnya tak seperti itu."

"Kalian polisi gila. Bagaimana bisa kalian seperti itu terhadap Byul? Setidaknya, biarkan ia istirahat dulu. Brengsek."

"Berhenti mengumpat Noona."

Ye Ji memutarkan bola matanya malas.

"Aku akan membawa Byul sekarang." Ye Ji tipikal wanita yang keras kepala. Jimin bahkan sudah tak bisa berkata lagi.

Tentu saja Jimin mencegahnya. Ia mencengkram pergelangan tangan Ye Ji dengan kuat.

"Noona mempersulit keadaan."

"Apa nya. Kalian yang mempersulit keadaan. Gila, sudah cukup kejadian Chorong, aku mengalah kepada kalian." Ye Ji masih saja berbicara dengan berteriak.

"Tapi, gadis itu baik-baik saja kan? Bagaimana jika tiba-tiba  Byul lupa? Hanya dia korban yang selamat. Kita tidak tau siapa yang menjadi target selanjutnya. Bisa saja itu kau."

"Aku tidak peduli, sekalipun aku mati di tangan penjahat sialan itu. Aku tidak--

Teriakan Ye Ji terpotong saat Jimin mendaratkan bibirnya tepat di bibir wanita itu.

Tangan Jimin memegang kedua pipi Ye Ji agar tak bisa menolak. Pria itu menggigit bibir bawah dan atas Ye Ji bergantian.

Ye Ji tentu saja tak tinggal diam, ia memukul bahu Jimin guna mencoba melepaskan tautan mereka. Ia tidak ingin melakukan ciuman ini. Terlebih lagi, Jimin melakukan nya dengan kasar.

Sedangkan Jimin-pria itu--tak mengindahkan penolakan dari wanita itu. Ia tetap menyesap bibir Ye Ji kemudian, lagi-lagi ia menggigit bibir bawah Ye Ji. Sesekali ia memindahkan arah kepalanya, guna mencari kenyamanan.

Ciuman ini berlangsung sangat lama, hampir-semenit. Kemudian, Jimin melepaskan tautan mereka.

Plak..

Tangan kanan Ye Ji menampar pipi pria itu. Entah kenapa, ia jadi sangat tak suka dengan Jimin.

Tangan gadis itu bahkan gemetar setelah menampar Jimin.

"A-apa yang kau lakukan?"

"Aku menyukai Noona. Tak bisakah Noona menerimaku? Menganggap ku sebagai seorang pria, bukan adik kelas? Aku sudah menunggu selama 8 tahun. Itu sangat melelahkan Noona. Bahkan aku rela menutup hatiku untuk oranglain. Woo Tak bahkan tau perasaanku, tidak mungkin kan, Noona tak tau arti sikapku. Aku sudah mencoba mengerti Noona."

Jimin memberikan penjelasan dengan cara berteriak. Ia sudah tak peduli dengan siapapun yang mendengar. Ia juga seperti tak ada rasa simpati lagi terhadap bibir Ye Ji yang membengkak akibatnya.

Ia juga lelah dengan wanita keras kepala di depan nya. Ia juga lelah, jika terus menyembunyikan perasaan nya.

"J-jim," Lirih Ye Ji kemudian menghela nafas.

"Kau tau semua tentang ku. Makanan yang ku suka, sampai kebiasaan yang bahkan temanku sendiri tak tau. Tapi, kau tak tau yang paling penting tentang ku."

"Aku juga tidak suka jika kau melakukan hal seperti itu. Kau, membuatku hampir membenci mu."

"Noona malam itu juga mencium ku, kenapa aku tidak bisa?"

"Itu beda jim. Aku mabuk."

"Noona benar-benar--aghhh--Noona, pergilah." Jimin mengusir wanita itu.

Tentu saja Ye Ji meninggalkan Jimin. Bukan nya tak penting, hanya saja mereka berdua memang butuh waktu untuk menjernihkan pikiran mereka.

Terlebih lagi, Ye Ji yang merasa terbebani. Ia bukan nya tak suka dengan Jimin. Ayolah, tak mungkin ia tak menaruh harapan saat Jimin selalu mendekatinya dan memerhatikan nya.

Hanya saja, sejak cinta pertama nya di sekolah menengah pertama dulu. Ia jadi takut menjalani sebuah hubungan.

Dan ketakutan yang berada di hatinya itu, benar-benar yang paling ia takutkan. Ia tak mau merasakan nya lagi.

Perasaan dimana menganggap semua lelaki itu sama. Sama-sama brengsek.

[...]

Kiy lagi kena WB, jadi tulisan nya aburadul.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top