Hamlet
Ye Ji mengerjapkan matanya beberapa kali. Tatapan nya masih mengabur dan kepala nya terasa berat. Ia melihat keseliling kamar yang ia tiduri. Tampak asing dan berbeda dari kamarnya.
Ia mengumpat saat kembali mengingat kenapa ia bisa disini. Bahkan kepala nya makin sakit, saat berusaha mengingat.
Yang ia ingat hanya, malam tadi, ia meminum sebotol soju dan memakan jangjorim dengan tambahan sosis.
Lalu... ia lagi-lagi mengingatnya, dan sekelebat ingatan menghinggapi otaknya.
Ia menyentuh soju, Jimin berbicara sesuatu dan.. shit, ia mencium Jimin.
Ia mengacak rambutnya saat ingatan terakhir muncul. Benar, malam tadi ia mencium bibir pria itu. Ye Ji berfikir, mau taruh dimana wajah nya nanti.
Wanita itu masih mondar-mandir tak jelas di depan pintu. rasanya ia tak mau keluar dari kamar Jimin. Seharusnya, ia tak menyentuh soju jika ingin aman.
Ia terlonjak kaget saat Jimin mengetuk pintu kamarnya. Wanita itu mengigit bibir bawahnya, gugup.
Beberapa kali, ketukan di pintu membuat Ye Ji harus segera keluar. Dia seakan di desak.
Ia menetralkan air wajahnya. Ia meyakinkan dirinya untuk berbicara dengan Jimin kalau semuanya hanya karena ia mabuk.
Wajah wanita itu kembali datar saat ia membuka kan pintunya dan melihat Jimin yang berdiri di depan nya.
Wajah nya datar, tidak dengan hatinya. Bagaimana jika Jimin tidak suka?
“Noona, aku membuatkan Haejangguk untukmu. Ayo makan.”
Ye ji hanya mengangguk kemudian berjalan di belakang Jimin. Ia awalnya meremas ujung bajunya, kemudian menghela nafas. Tidak, mungkin Jimin bisa mengerti.
Mereka duduk dan selanjutnya, pria itu memberikan semangkuk Haejangguk. Jimin tak makan, ia hanya menatap Ye Ji yang sedang memakan sup pereda mabuk buatan nya.
“Bagaimana Noona. Enak tidak?” Tanya Jimin yang di balas dengan anggukan. Setidaknya ia harus jujur dengan rasa masakan Jimin.
Setelah menghabiskan nya. mereka diam. Tak ada yang berbicara, hanya suara televisi yang mendominasi apartemen Jimin.
“Jim, itu...” Ye Ji menggaruk tengkuk nya yang tak gatal. Kenapa bisa ia jadi gugup. ia hanya perlu meluruskan kejadian malam tadi.
“Apa Noona?” Jimin tersenyum, membuat Ye Ji semakin gugup.
“Aku minta maaf. Semalam, aku ingat sesuatu. Ya, kalau aku ehmm.. mencium mu. kau tau kan kalau aku sedang mabuk. Jadi kau bisa kan melupakan hal itu?”
Ye Ji bicara dengan gugup sehingga kalimatnya sedikit tak jelas dan tak beraturan.
Terlihat seperti ia lupa bagaimana cara menyusun kalimat dengan benar, ketimbang gugup saat maju ke kelas untuk persentasi.
Raut wajah pria itu tak terbaca oleh Ye Ji. Dua kali sudah ia meremas ujung baju nya, gugup.
“Tidak mungkin semudah itu aku melupakan nya.” Jimin berbicara dengan tatapan seperti ia tak setuju dengan semua ucapan Ye Ji.
Mana bisa ia melupakan hal seperti itu.
“Hah?” Ye Ji ter-pongo saat Jimin berbicara seperti itu. Abu-abu sudah perkataan Jimin dimata Ye Ji.
“Mana bisa aku lupa. Setidaknya, Noona harus bertanggung jawab atau, yah Noona tau kan kalau itu ciuman pertama ku.”
Ada rasa tak enak dengan Jimin. Ia harus bayar berapa untuk bibir pria itu?
“Jadi, aku harus bagaimana?”
Daripada terjebak dalam keabu-abuan Jimin, ia lebih baik menanyakan konsekuensi nya.
“Ayo berkencan.”
Tak ada raut wajah Jimin yang memojokan seperti tadi. Ia tersenyum, tetapi berbeda dengan senyun biasanya. Ye Ji makin pusing dengan ucapan Jimin.
“Tidak itu. tapi, aku akan ganti rugi. Anggap saja sebagai kompensasi atas bibirmu. Pikirkan kompensasi mu, dan temui aku nanti.”
Ye Ji berbicara dengan cepat, dalam satu nafas. tak ada jeda, walaupun ia rasanya akan mati.
Ia berjalan meninggalkan Jimin sendirian, sebelum Ye Ji tau kalau pipinya sudah memerah karena Jimin.
Ia tidak bisa berkencan dengan siapapun untuk sekarang, karena masa lalu. Walau sekalipun pipinya memerah seperti tomat.
Ia tetap merasa ada kecemasan yang mengakar di hatinya.
[...]
Byul duduk bersama dengan Jungkook di sebuah restoran. Mereka juga bersama dengan beberapa teman Byul yang dulu bergabung di klub seni. Ini reuni pertama nya, dan ia mengajak Jungkook untuk ikut.
Byul banyak tertawa di acara reuni ini, sedangkan Jungkook hanya diam tak mengeluarkan suara.
Pria itu tak mengenal siapapun disana. Klub seni memang tak terkenal. Bahkan anggota nya bisa dihitung dengan jari.
Jungkook mengamati seorang pria yang sedari tadi memperhatikan Byul sambil tersenyum. Senyuman nya memang tak terlihat, tetapi Jungkook tau.
“Kau makin cantik saja Byul,” Ucap Hanbin membuat Byul tersenyum.
Jungkook makin menatap tak suka pria itu.
“Terimakasih. Kau juga semakin tampan, bin.” Byul akui kalau Hanbin itu pria yang tampan.
Setelahnya, mereka pun memakan makanan mereka. Sama seperti di sekolah dulu, jika mereka makan bersama, bising memenuhi restoran yang mereka kunjungi.
Tiba-tiba, seorang wanita dengan rambut sebahu, berwarna hitam pekat berbicara.
“Dia kan Jungkook. Pacarmu?” Tanya Hyeri-namanya, sambil mengarahkan matanya ke Jungkook. Byul awalnya diam kemudian menggeleng.
“Tidak, dia teman ku.” Suara Byul memelan. Kenapa bisa ia jadi sesedih ini?
Jungkook sama sedihnya dengan Byul. Pria itu makin mengatai dirinya sendiri sebagai pengecut.
“Kalau begitu, kau jomblo dong. Hanbin menyukaimu sudah lama.”
Kini Juno yang berbicara membuat atmosfer di restoran tersebut terasa aneh.
Byul sama sekali tidak menatap Jungkook maupun Hanbin.
“Kalau kau mau, ayo berkencan.” Hanbin dengan pede nya mengatakan hal itu. Ada rasa sedikit senang di hati Byul.
Ayolah, Hanbin itu pria tampan dan baik. Menurut Byul lebih baik memilih yang pasti, daripada tidak.
“Kau bisa saja.” Byul terkekeh pelan.
“Aku serius. Kau bisa memasukan nomor mu di ponselku.” Hanbin menyerahkan ponselnya ke Byul.
Wanita itu pun mengetik-kan sesuatu kemudian menyerahkan ponselnya lagi.
“Akan ku hubungi,” Ucap Hanbin sambil mengedipkan sebelah matanya kemudian seluruh teman nya bersorak kegirangan.
Sedangkan Jungkook sedari tadi sudah meremas taplak meja, kesal. Setelahnya, ia pulang dan berjalan mendahului Byul.
“Jung, tunggu aku,” Pekik Byul yang tak dihiraukan oleh Jungkook.
Byul jadi merasa aneh dan kesal. Bisa-bisa nya ia tak menghiraukan nya.
“Kau kenapa sih?” Tanya Byul setelah masuk di dalam mobil Jungkook.
“Kenapa kau pulang denganku? Sekalian saja kau pulang dengan Hanbin.” Nada bicara Jungkook tak santai dan sedikit meninggi.
“Jadi kau mengusirku?” Tanya Byul dengan suara meninggi juga.
“Kalau iya kenapa?”
“Karena apa kau mengusirku?”
Jungkook diam. Kenapa ia bisa mengusir Byul seperti itu?
“Kau pikir, aku yang salah. itu kan bukan urusanmu, jika aku berkencan dengan siapapun,” Sindir Byul.
Byul juga lelah di gantung. Kenapa ia harus rela melajang selama lima tahun? Wanita itu juga mau berkencan.
“Byul,” Bentak Jungkook karena ia tak suka.
“Kenapa? Tak suka? Seperti aku suka saja. Kenapa kau selalu memikirkan tentangmu? Kau tidak pernah memikirkan ku. kenapa aku jadi menyesal mengenalmu? Sial,” Teriak Byul kemudian meninggalkan Jungkook.
Ia menaiki taksi dengan kondisi marah. Ia tak suka dengan Jungkook seperti itu. Ia kesal. Kenapa Jungkook rela membuang waktu lima tahun nya untuk menggantung Byul?
Hari itu, mereka berkelahi untuk yang pertama kalinya. Jungkook jadi menyesal dan merasa bersalah dan Byul menjadi marah dan kesal.
[...]
Vote
.
.
Comment
.
.
Kiy
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top