Beta

[...]

Ye Ji duduk di ruangan nya sambil menonton berita. Dua hari yang lalu, ia menonton berita yang sama. Penculikan anak kecil.

Sekarang, anak kecil itu sudah ditemukan, dan yang paling membuatnya merasa terbebani adalah, anak kecil itu adalah pasien nya sekarang.

Awalnya, ia bingung. Apa yang harus dilakukan? Untung saja, Dan Bi membantunya. Kami berdua bertugas menangani, Park Chorong—anak kecil itu.

Lebih gila nya lagi, yang menangani kasus penculikan ini adalah Jungkook, Jimin dan Namjoon.

Sebenarnya ada apa dengan dunia ini? Sumpah, Ye Ji bahkan terlalu malas melihat pihak polisi yang selalu mendesak untuk bertemu dengan Chorong.

Ye Ji tau, kalau menangkap pelaku adalah permintaan orangtuanya. Tapi, apa tak ada cara lain, selain bertanya kepada anak kecil yang mental nya sedang goyah.

Gila, memang. Bahkan Ye Ji tak henti-henti nya mengumpat untuk pihak polisi.

Ketukan dari pintu ruangan nya, membuat Ye Ji tak fokus lagi ke berita itu. ia menoleh sesaat kemudian menyuruh si pengetuk pintu untuk masuk.

Wanita itu menatap malas siapa yang baru saja mengetuk pintu. Jimin, detektif brengsek itu.

“Noona,” Panggilnya membuat Ye Ji menatapnya malas. Ia tentu saja tak ingin bertemu dengan Jimin. Bahkan masalah dulu saja, ia masih tak terima.

“Siapa ya?” Tanya Ye Ji pura-pura tak kenal. Wanita itu masih tak mau mengenal Jimin. Sedangkan, pria itu hanya menghela nafas.

“Maaf, karena sudah lancang masuk ke ruangan chorong.” Jimin duduk di depan Ye Ji.

“Seharusnya kalian tidak bersikap seenaknya. Kau tau kan, gadis kecil itu ketakutan?” lebih baik, Ye Ji menjelaskan nya kepada Jimin daripada tidak sama sekali.

“Tapi, itu lebih baik daripada lama-kelamaan ia tak ingin bicara dengan siapapun. Orangtuanya bahkan selalu mendesak kami.”

Ye Ji menghembuskan nafasnya gusar.

“Baiklah. Lakukan yang terbaik, kau juga boleh keluar sekarang,” Usir Ye Ji.

“Aku ingin berbicara dengan Noona. Masalah-

“Masalah apa lagi, Jim. Sumpah, aku sedang pusing sekarang,” Potong Ye Ji sambil memijat pelipisnya.

“Masalah, dulu aku berbohong.”

“Ya, terserahlah.” Ye Ji meletakan kepala nya di atas meja. Baru beberapa hari bekerja di sini, kepala nya sudah berdenyut minta ampun.

Kenapa ini lebih susah daripada belajar bahasa jepang? Dua kali lebih menyebalkan.

“Jadi, Noona memaafkan ku?” Tanya Jimin serius.

“Belikan aku makanan dulu, baru aku maafkan.” Sebenarnya Ye Ji bicara asal. Ia hanya ingin Jimin pergi dari ruangan nya sekarang.

Pria itu langsung pergi dari ruangan untuk membeli beberapa makanan.

[...]

Byul duduk bersama dengan Jungkook. Mereka baru saja bertemu beberapa menit yang lalu, karena Jungkook meminta cctv yang mengarah ke sekolah Chorong.

Sebuah kebetulan lagi, mereka bertemu.

Awalnya, Jungkook pura-pura tak mengenal Byul. pria itu masih menganggap kalau kecelakaan lima tahun yang lalu adalah salahnya.

Ia beragumen kalau, ialah yang menyebabkan gadis itu kecelakaan.

Tetapi, bukan Byul jika ia cepat menyerah. Ia mengancam Jungkook tak akan memberikan rekaman cctv itu.

tentu saja, Jungkook merasa terbebani dan hanya pasrah saat Byul mengajaknya pergi ke cafe terdekat.

Mereka bahkan masih diam, saat pelayan mengantarkan kopi pesanan mereka. Tak ada yang memulai membicarakan. Tetapi, sungguh, mereka berdua benar-benar saling merindukan.

“Hai, sudah lama ya kita tak bertemu.” Akhirnya Byul memulai pembicaraan, walaupun ia ragu-ragu.

Jantungnya bahkan berdetak sangat kencang.

“Ya, sudah lama sekali.”

Jungkook bahkan membalas nya dengan kecanggungan. Memang sudah lama tak bertemu, memang seperti itu.

Canggung melingkari percakapan mereka.

Mereka kembali diam. Astaga, Jungkook, bicaralah. Kenapa bisa, pria itu diam saja. Membuat Byul bingung saja. Ia juga tak tau ingin bicara apa.

“Jung, aku merindukanmu,” gumam Byul pelan tetapi masih sampai di pendengaran Jungkook.

Ingin rasanya pria itu berteriak, kalau ia juga merindukan Byul.

“Begitu ya, kau tidak merindukan ku.” Wajah Byul benar-benar cemberut. Kenapa dari dulu hanya dia yang merindukan pria itu.

“Kalau begitu, aku pulang ya. kau minta saja rekaman cctv itu ke pegawai ku.” Byul berbalik membuat Jungkook jadi tak enak hati. Pria itu tak bisa. Bohong, jika ia tak merindukan Byul.

Jungkook menahan tangan Byul untuk tidak pergi.

“Sunbae. Aku merindukanmu, sangat,” Ucap Jungkook membuat Byul tersenyum tipis kemudian kembali duduk di kursi.

“Kau merasa bersalah dengan kecelakaan itu?” Tanya Byul. ia tau, kalau Jungkook pasti sedang merasa bersalah.

Ia benar-benar tau tentang pria itu. Bahkan, dalam hati yang tak bisa terdeteksi sekalipun.

Anggap saja, Byul punya kemampuan cenayang dari nenek moyang nya.

“Ya. seharusnya aku tak membatalkan janji kita,” Ucap Jungkook menyesal.

Masih ingat, bagaimana pucatnya wajah gadis itu. juga, beberapa goresan dari serpihan kaca bus. Membuatnya semakin menyesal.

“Tidak usah merasa bersalah. Aku  juga senang bisa sekolah di New York. Akibat kecelakaan itu, aku bisa jadi desainer hebat.”

Memang begitu, awalnya Byul sama sekali tidak ingin menjadi perancang busana. Tetapi, setelah ia melihat dunia fashion di New York, ia jadi tertarik.

“Tetap saja aku merasa bersalah.”

“Kalau begitu, kapan-kapan traktir aku makan jajangmyeong ya. kali ini janji, jangan membatalkan nya.”

Jungkook mengangguk.

Setidaknya, perasaan bersalah  itu sedikit berkurang,

[...]

Dan Bi menatap malas pria di depan nya. kenapa bisa ia bertemu dengan Namjoon begitu mudah? Sungguh, ia benci takdir seperti ini. Tak berpihak dengan nya sama sekali.

Namjoon, memakai alasan untuk menanyai keadaan Chorong untuk bertemu dengan nya. tentu saja, itu hanya embel-embel saja. Buktinya, sekarang Namjoon tak menanyakan apapun.

“Kau mau menanyakan apa, tuan? Jangan mencoba untuk membuang waktu.” Dan Bi menatap kesal ke arah Namjoon. Pria itu benar-benar sudah sinting.

“Biarkan aku menatap wajahmu sebentar saja. Aku merindukanmu, teman.”

Namjoon tersenyum memperlihatkan dimple nya, sedangkan Dan Bi hanya memutar bola nya malas.

Belajar darimana pria itu, kata-kata manis. Menjengkelkan.

“Kalau tak penting, aku pergi,” Ancam Dan Bi sambil mengambil ancang-ancang untuk pergi meninggalkan Namjoon.

“Ini penting, serius.” Namjoon menahan kepergian Dan Bi

“Apa?”

“Aku butuh bantuanmu,”

“Apa? balikan dengan Na Ri? Atau menanyai tempat berkencan yang paling populer?” Ucap Dan Bi dengan aksen jengkelnya.

“Lupakan masalah Na Ri.”

“Enak saja. Melihatmu saja membuat ku mengingatnya.”

“Kalau begitu, ayo buat kenangan yang baru. Yang indah-indah.”

“Shit-

“Kau baru saja mengumpat, babe," Potong Namjoon dengan genit nya.

“Aku tak main-main ya, Joon. Cepat, bicaralah.” Dan Bi bisa naik pitam, lama-lama. Namjoon begitu menyebalkan.

“Oke-oke. Aku ingin kau membantu ku. bisa kau tanyai Chorong, apakah pelaku nya perempuan atau laki-laki?”

“Sudah kubilang, ia tak ingin bicara. Terlalu cepat, menanyakan hal seperti itu,” Kesal Dan Bi.

Sudah berapa kali ia katakan, tunggu seminggu, sampai Chorong membaik. Kenapa susah sekali, anak ini dibilang?

“Kami menemukan dua DNA di lokasi. DNA Perempuan dan laki-laki. Kita bisa tau hanya dengan pernyataan korban,” Jelas Namjoon dengan serius.

Ini benar-benar peluang bagi pihak polisi, apalagi jika Chorong menjelaskan jenis kelamin penjahat itu.

Dan Bi menghela nafas. jika pelaku nya tak di tangkap, ia juga kasihan dengan Chorong.

“Baiklah,” Ucap Dan Bi pasrah. Setidaknya, ia harus mencoba demi kebaikan Chorong.

“Terimakasih, babe.” Namjoon mengedipkan matanya, membuat Dan Bi, lagi dan lagi memutar bola nya malas.

“Menjijikan. Berhenti memanggil ku seperti itu.”

Namjoon hanya cengengesan, sedangkan Dan Bi sudah lebih dulu pergi meninggalkan Namjoon.

Bisa kembali punya perasaan jika Namjoon bersikap seperti itu. tentu saja bisa, karena empat puluh persen, perasaan untuk Namjoon—pria itu, masih ada.

[...]

Kiy ambil kasus penculikan nya dari kasus nyata.

Kasus nya terkenal banget di korea, karena nama anak kecil nya yang unik--Park Chorong Bitnari.

Jangan lupa vote + comment ya!!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top