Shots - 8

Yuhuuu update!<3

Komen sebanyak-banyaknya yaaaa ehehe

Selama lima belas menit, baik Milky maupun Sunday hanya diam. Tidak ada yang berniat memulai percakapan. Mereka saling bertatapan cukup lama. Seakan tengah melepas rindu yang menggerototi selama enam bulan terakhir. Lomba adu tatap mereka pun berakhir setelah seorang pelayan menyajikan dua cup milkshake stroberi di atas meja. Tak lama setelah pelayan pergi, mereka mengaduk milkshake dengan tempo yang berbarengan seperti sedang janjian. 

"Apa kabar, Milk?" Sunday akhirnya membuka obrolan lebih dahulu.

"Baik. Kamu?"

"Nggak baik." Sunday menarik senyum pahit. "Setelah kita putus, aku nggak baik-baik aja."

Milky menurunkan pandangan, menatap meja dengan cukup lama setelah mendengar jawaban sang mantan. Dia tidak berani menatap. Takut mengakui hal yang sama.

"Syukurlah kalau kamu baik-baik aja," kata Sunday.

"Kalau nggak ada yang mau dibahas, aku mau naik." Milky bangun dari tempat duduknya.

"Ada yang mau aku bahas," cegah Sunday.

"Apa?"

"Kenapa kamu nggak mau aku usaha biar Oma merestui? Kenapa mutusin hubungan sepihak seenaknya?"

Milky menahan napas sebentar sebelum mengembuskan perlahan. Dia sudah menduga akan diberondong pertanyaan ini. Setelah putus, Milky pergi begitu saja dan menghilang. Bersikap acuh seakan perjalanan cinta mereka sepanjang dua tahun hanyalah sebatas main-main. Padahal mereka sempat merencanakan pernikahan yang indah dan luar biasa. Namun, restu dari neneknya menghancurkan bayangan yang telah ditumpuk tinggi. 

"Aku malas. Oma orangnya ngotot dan susah banget luluhin hati dia. Aku nggak mau kamu nungguin Oma restuin hubungan kita. Kalau cuma setahun nunggunya, kalau bertahun-tahun? Aku tahu, ada saatnya seseorang menyerah dan capek dengan keadaan. Lebih baik kita udahan daripada aku ditinggalin saat lagi berjuang. Itu lebih nyebeli," respons Milky. 

"Bukannya itu cuma asumsi kamu? Mau berapa lama pun, aku rela nunggu. Aku nggak masalah. Saat aku memutuskan untuk pacaran sama kamu, itu tandanya aku siap dengan segala konsekuensinya, termasuk nungguin restu dan berjuang bareng kamu. Kalau nggak cinta, aku nggak akan pacarin kamu." 

Sunday memasang wajah seriusnya. Wajahnya mungkin kelihatan masih imut-imut, tapi pemikiran tidak seimut wajahnya. Meskipun berumur lebih muda dua tahun dari Milky, dia jauh lebih dewasa dan sabar. Dia sendiri tahu mengejar Milky butuh perjuangan lebih. Inilah mengapa saat Milky minta putus, dia tidak setuju. Hanya saja Milky memaksakan keinginannya seolah-olah sudah mencapai kata sepakat bersama-sama. 

Milky diam memandangi Sunday. Raut wajah mantannya menunjukkan keputusasaan dan keinginan lebih untuk tetap berjuang bersama. Dia sepenuhnya sadar sejauh memacari banyak laki-laki, Sunday satu-satunya yang terbaik yang pernah dia miliki. Tidak. Sunday tidak bisa disamakan dengan mantan-mantannya yang lain. Akan tetapi, dia terlalu malas bersinggungan dengan neneknya yang egois dan keras kepala. Milky muak dengan drama keluarganya jika sudah menyangkut neneknya.

"Ya udah berlalu juga."

Milky mengambil cup miliknya dan berbalik badan. Ketika akan melangkah, Milky mendengar kalimat lain dari Sunday. 

"Aku mau putus kontrak."

Milky menoleh, memasang ekspresi sewot. "Kenapa? Karena kita putus, kamu mau putus kontrak?" 

"Bukan. Casya tahu alasannya. Aku mau ketemu dia di sini."

"Ya udah. Selamat bertemu Casya. Aku mau balik ke ruangan."

"Milky, tunggu," tahan Sunday, kembali menghentikan niat Milky untuk pergi.

"Apa lagi, sih?" tanya Milky sewot.

"Aku belum menyerah dan nggak akan pernah nyerah. Aku juga belum mau melepaskan kamu. Tunggu aja. Tunggu aku sampai dapat restu Oma dengan caraku sendiri." 

Milky diam cukup lama memandangi mantannya. Keseriusan Sunday kembali melempar Milky mengingat masa-masa Sunday mengejarnya saat dia masih dekat dengan laki-laki lain. Di saat Milky sibuk menjalin hubungan status dengan orang lain, Sunday datang sebagai penyegar baru yang menawarkan hubungan lebih serius. Dan akhirnya Milky luluh memilih Sunday. Kalau ingat itu, Milky tahu sebanyak apa Sunday harus berjuang mengejar dan meyakinkannya, terlebih soal perbedaan umur mereka. Milky tidak suka berondong dan tidak suka laki-laki lebih muda. Namun, Sunday menjadi pengecualian pertama. 

Tidak mau menanggapi, Milky berlalu begitu saja sambil menenteng milkshake miliknya. Dia mendesah kasar berulang kali setelah ucapan Sunday. Hatinya goyah. Bahkan saat Casya menyapa, Milky tetap jalan tanpa menyapa balik. Pikiran jadi semrawut. 

"Sialan," umpatnya kesal. 

Milky menyeruput milkshake. Rasa milkshake yang dia cicipi cukup berbeda. Biasanya lebih enak dan teksturnya sangat pas di lidah. Dia memperhatikan cup milkshake. Tiba-tiba teringat Belva. Waktu itu milkshakenya enak karena Belva yang buat. Bicara soal Belva, dia perlu bertanya pada Partikel keadaan Belva sekarang. 

Urusan mantan, Milky mengesampingkan dulu. Terserah Sunday ingin melakukan apa. Milky tidak mau peduli lagi. 

☕☕☕

Dua hari telah berlalu. Milky menanyakan Belva, tapi jawaban pegawai tetap sama. Belva belum masuk gara-gara diare. Katanya masih istirahat di rumah. Milky jadi merasa sangat bersalah. Oleh karena itu dia berniat datang mengunjungi apartemen Belva. Urusan alamat dari kemarin sudah sempat tanya sama Partikel. Hanya saja belum dia sambangi lantaran berpikir Belva bakal masuk hari ini. Sudah begitu dia tidak punya nomor Belva untuk menanyakan keadaan. Kalau tanya sama Partikel bisa-bisa dikira pengin kencan. Minta alamat saja perlu memberikan sejuta alasan agar Partikel tidak mencurigai apa pun.

"Milk?"

Lamunan Milky buyar memikirkan keadaan Belva selama dua hari ini.

"Apa?" sahut Milky.

Siang ini Milky makan di luar bersama Casya dan Oceana. Sekalian makan, mereka membahas penerbitan juga. Mereka bertiga sengaja memilih restoran jenis all you can eat. Tempatnya lumayan jauh dari penerbitan makanya mereka bertiga naik satu mobil yang dikendarai Milky. Mereka ingin makan daging sebanyak-banyaknya.

"Bengong aja. Mikirin apa, sih? Tuh, daging lo sampai gosong." Casya menunjuk daging di atas panggangan yang telah didiamkan cukup lama oleh Milky. "Mau gue bantu balik, lo kekepin pakai sumpit lo."

Milky melihat daging yang diapit sumpitnya. Seperti kata Casya, dagingnya gosong. Mau tidak mau Milky memindahkan daging ke piringnya. Gosongnya sudah tidak bisa ditolerir. Tidak layak juga untuk dimakan. Tapi karena dia tahu membuang makanan tidak baik, dia menyuap dagingnya meskipun rasa tidak enak.

"Gue mikirin liburan," alasan Milky.

"Yuk!" celetuk Oceana.

"Yak-yuk-yak-yuk aja. Kerjaan kita lagi banyak tahu," cetus Casya.

Milky tahu kerjaan mereka sedang padat-padatnya. Banyak penulis baru yang bergabung dan mereka berniat mengadakan beberapa acara dalam beberapa bulan ke depan.

"Nggak sekarang juga, Cas. Kita bisa pikirin dulu mau ke mana," kata Oceana sambil melahap daging yang baru saja dingin setelah ditiup berulang kali.

"Vatican?" usul Milky.

"Seriously, Milky?" Oceana menatap tidak percaya. Bukan tidak suka tempat itu, hanya saja dia punya destinasi lain yang lebih pasaran. "Paris aja. City of love."

"Love-love, tapi kelakuan lo nggak ada love-nya," ceplos Milky.

Casya tergelak. "Haha ... hampir keselek daging denger omongan lo, Milk. Tapi bener, sih. Btw, bahas love ... kapan hari gue ketemu Bernard. Dia nanyain lo, Milk. Katanya kangen."

"Bernard siapa, tuh?" Oceana bertanya bingung.

"Mantan gebetan Milky. Teman tapi mesranya, deh," jelas Casya. Dia tahu soal Bernard gara-gara menangkap basah Milky sedang berciuman dengan Bernard di pelataran parkiran penerbitan. Lagi pula, siapa yang tidak tahu anggota band itu? Dan begitulah akhirnya dia bisa menginterogasi Milky soal Bernard.

"Hoooo ... lama, ya? Kok, gue baru tahu?"

Milky menjawab, "Nggak. Udah, lo makan aja. Nggak usah tahu. Nggak penting soalnya. Udah masa lalu."

Milky malas membahas yang sudah berlalu. Salah satunya soal Bernard. Jauh sebelum menjalin hubungan dengan Sunday, dia lama menjalin hubungan tanpa status dengan Bernard, anggota band terkenal bernama The Archimedes. Sosok Bernard bukan tipe yang bisa menjanjikan keseriusan, the walking red flag yang perlu dijauhi. Meski sudah tahu Bernard red flag, Milky betah saja dengan Bernard. Mungkin karena dulu Milky terlalu bergantung pada Bernard, jadi seakan-akan dia sulit lepas dari Bernard. Namun, akhirnya dia lelah. Dia memutuskan menerima kegigihan Sunday yang menawarkan kejelasan. Dan begitulah hubungan tanpa status Milky berakhir meskipun Bernard sempat mengajaknya menjalin kasih. Milky tahu Bernard tidak akan pernah serius.

"Omong-omong, makanan apa yang kira-kira cocok buat orang sakit? Yang nggak absurd?" tanya Milky tiba-tiba.

"Bubur. Makanan paling klasik, gampang ditemuin dan mudah dicerna orang sakit," jawab Casya sambil membalik daging yang sedang dipanggang.

"Sup ayam," sambung Oceana.

"Selain itu?"

"Buah, Milk. Tapi tergantung dulu sakit apa. Kan, suka ada pantangan gitu nggak boleh makan buah tertentu," ucap Casya.

Milky mendesah kasar. Kalau dia belikan bubur, apa Belva tidak bosan? Kemungkinan Belva sudah makan bubur di rumah, kan? Kalau buah, dia sendiri bingung Belva suka buah apa. Astaga ... ini seperti main tebak-tebakan. Menyulitkan. Milky tidak pernah serajin ini memikirkan buah tangan apa yang cocok untuk orang sakit. Biasanya dia tinggal bawa parsel buah. 

Kening Milky berkerut. Wajahnya terlalu serius hanya untuk memikirkan makanan. Hal ini membuat Casya dan Oceana saling melempar pandang dan kebingungan.

"Siapa yang sakit? Muka lo serius amat mikirin bawa makanan apa. Saran kita berdua udah bener, tuh," tanya Casya.

"Ada lah, temen gue." Ekspresi Milky mulai berubah. Kali ini lebih santai sambil melahap daging yang dibolak-balik sejak tadi oleh Casya.

"Temen apa temen? Sedikit mencurigakan," goda Oceana memainkan kedua alisnya jahil.

"Temen. That's enough." Milky mengambil lagi daging yang dipanggang Casya. Sahabatnya itu mau protes, tapi karena terlanjur dilahap, Casya tampak merelakan. "Btw, Sunday jadi putus kontrak, Cas?"

Casya mengangguk. "Jadi. Itu pun cuma satu naskah aja. Katanya naskah yang satu itu nggak laku makanya mau putus kontrak. Nggak enak sama kita. Padahal gue udah jelasin nggak apa-apa. Tapi dia bersikeras dan ya udah. Let it go, deh."

"Oh, gitu." Milky manggut-manggut.

"Lo sama Sunday balikan?" sela Oceana ingin tahu.

Milky mengamati Casya dan Oceana. Dua sahabatnya menunjukkan wajah tidak sabar. Wajah keduanya sama seperti dulu Milky mau mengaku sedang memacari Sunday.

"Nggak," jawab Milky akhirnya.

"Bukannya kemarin duduk berduaan di kedai kopi?" celetuk Oceana. Sejurus kemudian, nyengir gara-gara keceplosan. "You know ... seantero penerbit heboh lo sama Sunday pacaran. Lebih heboh lagi pas kalian putus. Jadi kalau kalian interaksi di luar setelah bubar jalan, udah pasti banyak gosip berterbangan."

Milky tahu. Banyak gosip sana-sini setelah dia terang-terangan menunjukkan kemesraan dengan Sunday selama mereka menjalin kasih. Bahkan setelah putus, mereka jadi perbincangan selama sebulan penuh. Banyak yang menyayangkan, banyak juga yang mendukung keputusan berpisah. Mulut orang-orang sungguh tidak bisa diprediksi. Di depan Milky semua orang akan takut, di belakangnya menjadi bahan gunjingan.

"Kalau nggak balikan, jangan-jangan pendekatan sama yang punya kedai kopi di bawah. Siapa, deh, namanya?" Casya mencoba mengingat-ingat sambil mengunyah daging. Sayangnya, dia tidak ingat sama sekali.

"Belva." Oceana memberi tahu.

"Nah, itu. Gosip kalian dekat juga sampai telinga gue, nih. Katanya ada something. Beneran, tuh?" Casya menatap penuh selidik seperti tengah menginterogasi.

Lagi-lagi jadi bahan gosip. Milky mendesah kasar. "Nggak. Ngawur aja."

"Berawal dari gosip ngawur bisa aja jadi kenyataan, Susu," timpal Oceana.

Milky meletakkan daging mentah di atas panggangan. Sambil melempar tatapan judesnya pada Oceana, dia menekan daging dengan sumpitnya. "Berisik, deh. Daripada bahas gosip ngawur, lebih baik bahas event coming soon. Gimana line up-nya? Semua setuju ikut? Semua udah oke"

"Yes. Semua setuju ikut berkat dibujuk Casya. Thanks to Miss Casya." Oceana menaik-turunkan tangannya seperti sedang menyembah Casya. Sahabatnya itu menanggapi dengan dadah-dadah bak Miss Indonesia yang baru saja menang. Detik berikutnya, dia melanjutkan, "Soal persiapan, semua udah matang. Tapi masalahnya resto yang mau kita sewa naikin harga. Kan, sialan."

"Terus gimana? Tetap mau di resto itu? Naiknya jauh?" tanya Milky.

"Jauh banget, Milk. Nggak tahu kenapa naiknya tinggi banget. Katanya ada perubahan managemen jadi semua-semuanya berubah. Kesel, deh, gue. Kalau mereka tetap ngotot gimana, dong? Kita, kan, udah lempar banner ke akun Instagram Labyrinth Books. Memang belum cantumin tempatnya di mana, baru woro-woro event spesial aja kapan. Tapi kalau berubah gitu, harga yang udah kita cantumin pasti bakal nggak cukup," cerocos Oceana.

"Ganti tempat aja. Masih ada semingguan, kok. I mean, ada lah restoran yang nyediain tempat plus makan-minum untuk acara," saran Casya.

Oceana mendengkus sebal. "Ada, tapi dapatnya bukan restoran. Pasti kedai kopi. Resto yang udah kita booking itu sebenarnya paling murah. Tapi sialannya perubahan ini bikin gue kesel. Mana kita harus ikutin aturan baru mereka. Padahal jelas banget kita udah booking jauh-jauh hari. Gue udah ngomel-ngomel, tetap aja mereka nggak mau ngerti."

Milky diam mendengarkan. Selagi Oceana mengoceh kesal, Casya terus menyarankan hal yang ujungnya tidak bisa diterima. Kalau saja restoran adiknya tidak direnovasi, dia pasti sudah menyarankan untuk menggunakan restoran adiknya. Lantas, di mana dia bisa menemukan tempat murah dan bisa mendapatkan banyak keuntungan untuk semua orang? Tiba-tiba nama Belva muncul seakan menjadi jawaban terbaik.

"Mau coba kedai kopinya Pak Belva? Maksud gue bukan yang ada di gedung penerbitan kita, tapi di tempat lain. Tempatnya bagus, ada di pusat kota. Lokasinya strategis. Akses naik busway, kereta dan angkutan umum nggak susah," usul Milky.

"Tapi kedai kopinya Belva cuma sediain minuman sama cake, kan? Kita udah janjiin dapat makan siang, lho. Kalau resto itu, kan, sekalian dapat lunch gitu." Oceana menghela napas berat memikirkan restoran.

"Kita bisa request sama Pak Belva. Kalau nggak salah ada beberapa menu makanan berat yang dijual di kedai kopi utamanya. Gimana? Gue rasa harganya nggak mahal."

Casya dan Oceana saling melempar pandang. Mereka mengangguk setuju mengikuti usulan Milky.

"Boleh. Coba lo pastiin dulu harganya, Milk. Semisal jauh lebih murah dari resto kemarin, biar nanti gue urus. Tapi gue sambil cari tempat lain biar bisa jadi perbandingan mana yang lebih affordable buat kita semua. Tolong berkabar, ya, Milk," ucap Oceana.

Milky mengangguk pelan. "Oke, nanti gue kabarin."

Malam ini Milky perlu menjenguk Belva. Selain memastikan keadaan, dia bisa membahas masalah kerjasama seandainya Belva sudah cukup sehat.

☕☕☕

Jangan lupa vote dan komentar kalian🤗❤

Follow IG: anothermissjo

-

Cerita ini merupakan project kolaborasi dengan genre Komedi Romantis. Nama serinya: #BadassLove yang digawangi 3 wanita super badass, namun berhati baik. Berikut judul dan penulisnya:

#1 Lose The Plot oleh sephturnus 

#2 Round The Bend oleh azizahazeha 

#3 Call The Shots oleh anothermissjo

Salam dari Bunda Milky❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top