Shots - 6

Yuhuuu update❤🤗

Mana nih pendukung Belva dan Milky?😍😍

#Playlist: Santana ft Michelle Branch - The Game Of Love

Niatnya pergi ke kelab malam. Alih-alih kelab malam, Milky malah merecoki kedai kopi Belva di pusat kota. Kedai kopi laris manis yang pernah didatangi beberapa artis ternama sampai booming. Makanya kedai kopi Belva yang utama ini tidak pernah sepi pengunjung dan ramai terus.

Kedatangan mereka tepat pukul sepuluh saat kedai kopi sudah tutup. Kebetulan para pegawai lagi beres-beres bersiap untuk pulang setelah selesai mengurus kedai kopi seharian penuh.

Para pegawai disuruh pulang, sedangkan Belva mengurus semua sendiri termasuk menyajikan kopi untuk Milky dan dua sepupu Milky yang baru saja datang. Belva juga menyajikan hidangan beberapa potong cheesecake yang masih tersisa. Beberapa kue lainnya sudah dibawa pulang pegawai atas perintah Belva. Sayang kalau dibuang.

"Kalian rese amat minta minum kopi di sini," omel Milky, yang agak sebal dengan perubahan rencana dua sepupunya.

"Soalnya gue pengin banget ke sini cuma tiap hari ramai banget macam pasar malam," sahut Snow Atmaja sambil meraih cup kopi yang disediakan untuknya. "Bebeeeel, gue minum kopinya, ya! Thank you banget, nih."

"Bebel, Bebel. Sok akrab banget lo," ketus Milky.

"Sirik aja." Snow menjelitkan lidahnya, membuat Milky berdecak. Kemudian, dia menyesap kopi buatan Belva yang wanginya menusuk indera penciuman.

"Belva, thank you kopinya. Saya minum, ya." Tiffany Atmaja, sepupunya Milky, mencicipi kopi sama seperti Snow. Setelah satu teguk, dia berkomentar, "Kopinya enak banget. Nama kopinya apa, Bel? Saya dengar kopi di sini dikasih nama unik."

"Yang kalian minum, tuh, nama kopinya senyum manis Bu Milky," jawab Belva setengah bercanda.

Snow dan Tiffany melongo--tertawa geli kemudian. Sedangkan Milky memelototi Belva untuk tidak bercanda.

"Cuma orang yang kewarasannya setengah yang bilang senyum Milky manis. Milky hampir nggak pernah senyum tahu. Dia, tuh, minim ekspresi. Ketawa aja jarang. Dia macam robot berjalan," komentar Snow, masih dengan tawa kecil yang terselip.

"Tapi saya pernah lihat Bu Milky senyum. Manis banget. Sebelas dua belas sama tebu."

Milky memukul tangan Belva, tetap dengan mata melotot agar diam. Belva pura-pura mengunci mulutnya dan membuang kunci khayalan agar tidak banyak bicara.

Snow dan Tiffany saling melempar tatap. Mereka jadi punya ide. Snow bangun dari tempat duduknya dan menarik Belva yang masih berdiri untuk bersampingan dengan Milky.

"Kalian cocok, deh. Jadian, gih," suruh Snow.

"Minum aja, tuh, kopi. Jangan kebanyakan ngomong," omel Milky galak.

"Galak amat Mama Milky." Snow sedikit menyamping agar bisa melihat Belva. Dia menarik senyum penuh arti. "Bel, mau nggak kencan sama sepupu gue yang barbar ini? Nggak ada poin plus, sih, soalnya semua sikap dia minus. Ya, anggap aja ambil rugi."

"Heh!" Milky menggebrak meja. Hal ini membuat kopi sedikit tumpah karena gebrakannya lumayan diselimuti amarah.

"Nah, ini contohnya. Milky meledak-ledak, emosian, barbar, mana kalau ngamuk ngomongnya kasar dan nyakitin. Nggak ada poin plus, kan? Kudu tahan banting ini mah sama Milky," tambah Snow.

"Ada poin plus, kok." Belva memandangi Milky dari samping. Saat perempuan itu menoleh, Belva menyunggingkan senyum lebar. "Bu Milky bisa gemesin banget. Kalau lagi senyum juga manisnya ngalahin gula. Dan Bu Milky punya sisi baik yang nggak bisa dilihat orang."

Tiffany menyela, "Wow. That's new."

"Bel, masih sadar, kan?" sambung Snow.

Belva terkekeh. "Masih, kok, masih. Bu Milky memang gemesin. Ini bukan mengada-ngada."

Kalau ada yang tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban Belva tentulah Snow. Sedangkan Tiffany berusaha menahan tawa supaya tidak kena amuk Milky. Dan yang punya mulut sibuk bertopang dagu memandangi Milky sambil tersenyum.

Milky melengos saat Belva memperhatikan. Ketika akan mengambil cup kopi dengan tidak fokus, Milky nyaris menumpahkan kopi ke meja kalau Belva tidak menahan cup dari bawah. Milky tidak pernah ceroboh, tapi entah kenapa diperhatikan Belva, dia salah tingkah sendiri.

"Pegang cup yang bener, Mama Milky. Kalau Belva nggak nahan, keseduh tangan lo," ledek Snow jahil.

"Berisik. Ngomong mulu." Milky menanggapi sewot.

Terlepas dari benarnya kata-kata sang sepupu, Milky memegang cup kopi dengan lebih hati-hati. Belva memberikan sedotan kertas yang sudah dibuka untuknya. Tanpa menolak, Milky mengambil dan mulai menyeruput ice americano yang menjadi kesukaannya.

Belva tidak bisa tidak tertawa. Namun, tidak enak kalau dia tertawa terang-terangan karena gemas dengan Milky.

"Jadi gimana, nih, Bel? Mau nggak kencan sama Milky?" Snow belum menyerah. Walau awalnya iseng jodoh-jodohin, tapi lama-lama gemas sendiri menyadari reaksi sepupunya.

"Mau aja. Bu Milky yang nggak mau." Belva pura-pura memasang wajah sedih, yang membuat Milky langsung menoleh gara-gara ucapannya.

"Kok, bisa-bisanya sok sedih malah manis?" Bibir Milky tanpa sadar mengucap secara terang-terangan. Niatnya dalam hati, sayangnya, bibir bertindak lain.

Kata-kata Milky mengejutkan ketiga orang di sana. Belva langsung memasang senyum manis sambil memainkan alisnya.

"Saya manis, nih, Bu? Aduh ... deg-degan dibilang gitu," goda Belva.

"Ketahuan, kan, Milky demen yang gantengnya melebihi tokoh fiksi," sambung Snow tak kalah senang.

Tiffany menimpali, "Itu dari dalam hati banget, sih."

Cukup sudah. Milky tidak mau kelewat malu. Dia mengambil tasnya dan meninggalkan cup kopi di atas meja. Baru akan melangkah tanpa pamit, Snow lebih dahulu menahan pergelangan tangannya.

"Eh, eh, jangan kabur. Main truth or dare dulu. Yuk? Malam masih panjang buat malu sendirian, Susuuuuu," bujuk Snow.

"Nggak, ah. Males," tolak Milky.

"Ya, elah ... baru mengakui Belva manis aja udah kabur. Payah. Huh!" Snow mencibir dengan penuh ejekan. Sengaja. Biar sepupunya tidak pulang. "Yuk, Bel. Kita aja main bertiga. Milky nggak seru pulang duluan."

"Daripada di rumah melamun, mending main sama kita, Milk," sambung Tiffany ikut membujuk.

Milky mendesah kasar sambil memutar bola matanya malas. Kalau tidak ikutan bakal diledekin habis-habisan. Mau tidak mau Milky kembali meletakkan tasnya dan duduk bersampingan dengan Belva.

"Nah, gitu, dong! " Snow bangun dari tempat duduknya. "Bel, tunjukkin di mana dapurnya. Gue mau bikin hukuman buat yang nggak mau lakuin."

"Boleh. Sekalian saya ambilin botol. Butuh botol untuk muter giliran, kan?"

"Yessss, Bebel!"

☕☕☕

Snow dan Belva telah kembali. Snow meletakkan botol kosong di atas meja, sementara Belva meletakkan nampan berisi sepuluh gelas sloki yang diisi dengan minuman berwarna merah. Entah apa isinya yang pasti baunya bukan bau kopi dan tentunya bukan buatan Belva.

"Oke, berhubung udah kumpul semua. Mari kita main!" seru Snow semangat.

"Ketentuannya gimana, nih? Maksud minuman absurd ini apa?" tanya Tiffany.

"Oh, iya, gue sampai lupa. Jadi kita mainnya gini. Semisal gue duluan, nih, kalau gue pilih truth ... satu di antara kalian boleh kasih pertanyaan. Kalau pilih dare, satu orang kasih dare apa pun. Yang nggak mau jawab dan melakukan dare, harus minum ini. Bukan kopi, bukan sirup. Pokoknya minuman buatan gue," jawab Snow menjelaskan.

"Easy," sahut Milky.

"Easy, easy, gaya lo. Awas lo malah milih minum!" cibir Snow.

"Udah, udah, mulai aja," serobot Tiffany.

Snow memutar botol sebagai awal. Mereka berempat tidak sabar menunggu siapa yang dapat giliran. Botol terus berputar. Bergerak terus hingga akhirnya ujung botol berhenti di depan Milky. Snow kegirangan sampai bersorak bahagia. Tiffany dan Belva bernapas lega karena bukan mereka yang pertama.

"Truth or dare?" tanya Snow.

"Dare aja lah," jawab Milky malas.

"Cium Belva sekarang," suruh Snow.

Milky mengernyit. "Lo gila, ya?"

"Kata lo dare. Ya udah gue kasih lo dare itu."

"Ya nggak nyium anak orang tiba-tiba juga."

"Kalo pas kencan mau, dong?" cecar Snow.

"Ya, itu beda cerita--ehem ... nggak juga. Jangan kasih dare aneh-aneh, deh."

"Ya udah lo minum aja, tuh, minuman ajaib."

Milky melirik Belva sebentar. Belva tampak tenang saja dan malah memainkan alisnya seakan tidak mendengar kegilaan Snow. Lantas, pandangannya tertuju pada minuman yang ada di atas meja. Warnanya cokelat absurd. Kalau yang buat Snow sudah pasti bahannya aneh-aneh. Dia tidak mungkin mencium orang lain seenaknya. Dekat saja baru belakangan ini. Itu pun karena mereka tidak sengaja dipertemukan terus.

Tanpa pikir panjang Milky mengambil gelas sloki. Sebelum diminum, Milky mencium baunya lebih dahulu. Sungguh, setelah mencium baunya yang kuat, Milky jadi ingin berubah pikiran. Aromanya memang ada sedikit aroma kopi, tapi aroma lada dan saus seakan mengaburkan wangi kopi.

Belva memperhatikan Milky yang ragu-ragu meminum. Tadi dia sempat melihat Snow mencampurkan saus dan lada. Dia sempat melihat Milky kesakitan meskipun gara-gara datang bulan beberapa hari lalu. Dia takut Milky kesakitan lagi. Tanpa pikir panjang dia mengambil gelas lainnya dari minuman absurd itu.

"Biar saya wakilin Bu Milky, ya. Boleh, kan?"

Sebelum mendapat respons Belva sudah lebih dahulu minum. Dan benar saja. Tenggorokkannya diguyur panasnya saus dan lada yang menyatu sebagai kesatuan pedas mampus. Kopi cuma dituang sedikit jadi rasanya hilang. Belva tidak suka makanan yang terlalu pedas dan minuman absurd ini termasuk pedas kebangetan. Baru ingat juga saus sambal yang dipakai untuk sandwich kedai kopinya termasuk sambal sangat pedas.

"Damn! Nggak apa-apa, tuh, tenggorokkan lo, Bel?" Snow khawatir melihat Belva diam saja setelah meminumnya.

"It's fine, kok. Malah enak," canda Belva sambil memamerkan senyum lebar.

"Heh, Susu! Tuh, Belva sebaik itu gantiin lo. Kudu baik-baik lo sama Bebel," omel Snow.

"Ya, siapa juga yang...." Milky menghentikan kata-katanya. Memang, sih, dia tidak minta. Tapi kenapa pula Belva mau melakukan itu? Dia meletakkan kembali gelas yang diambil. "Pak Belva beneran nggak apa-apa? Nggak bakal mati dalam hitungan detik, kan?"

"Si Susu, ya. Udah digantiin ngomongnya nggak ngotak lagi," celetuk Snow.

Belva tertawa pelan. "Saya baik-baik aja, Bu. Jangan khawatir." Lalu, tanpa sadar dia mengusap-usap kepala Milky. Begitu sadar tangannya sudah lancang, dia berucap, "Eh, maaf, Bu. Kelepasan. Gemes soalnya."

Milky tertegun sejenak. Kenapa ada orang seperti Belva, sih? Sering senyum, sering ketawa, mana mulai gemesin. Dia tidak menanggapi dan langsung memutar botol.

Belva menahan tawa. Tenggorokkannya mulai panas. Sebelum dia mati kepedesan, dia beranjak lebih dahulu mengambil empat botol air putih. Dia meminum air putih guna menetralkan rasa pedas. Tepat saat dia duduk, ujung botol berhenti padanya.

"Bel, pilih apa?" tanya Tiffany.

"Dare," jawab Belva.

Snow menyela, "Genggam tangan Milky sampai permainan ini berakhir. Genggamnya kudu rapat, satuin jari jemari kalian."

"Lo kenapa, sih? Bisa nggak nyuruh dare yang wajar-wajar aja?" protes Milky.

"Ini, kan, giliran Bebel. Lagian belum tentu dia mau genggam tangan lo. Pede amat," cetus Snow diakhiri dengan menjulurkan lidah.

Belva memperhatikan Milky sebentar. Melihat gelagat perempuan itu. Dia tahu Milky kurang nyaman dengan segala dare yang diberikan Snow. Wajah Milky sudah bete banget. Berhubung dia tidak mau cari gara-gara, dia mengambil gelas berisi minuman laknat lagi.

"Bel, yakin? Itu gue banyakin saus--maksudnya, rasanya pasti nggak enak." Snow hampir saja keceplosan soal bahan-bahan ajaib.

"Rasanya hampir bikin mati kesedak, sih. Tapi lama-lama lumayan enak juga. Lo harus cobain nanti, Snow," kekeh Belva.

Milky mengamati minuman berwarna merah itu. Kalau dari yang sempat disebut Snow soal saus, pasti campuran sausnya sudah di luar nalar. Dia merasa bersalah kalau Belva minum lagi. Yang pertama pasti bikin sakit tenggorokkan sampai Belva harus minum air putih setengah botol.

Sebelum Belva minum, Milky meraih tangan Belva yang bebas dari apa pun, lantas menggenggam tangan. Belva menoleh dan tampak kaget.

"Nggak usah minum lagi. Saya nggak masalah," kata Milky.

"Bu Milky serius? Padahal minum lagi nggak apa-apa, kok. Saya baik-baik aja."

"Udah taruh aja. Udah genggaman tangan juga, kan?"

Belva meletakkan gelas di atas meja. Kemudian, dia mengubah posisi genggaman tangan mereka dan menyatukan jari-jemari sesuai yang diinstruksikan oleh Snow.

Snow menendang kaki Tiffany dari bawah meja. Menahan senyum saking gemasnya. Lantas, tangannya dan Tiffany saling bertemu di bawah meja melakukan tos sebagai keberhasilan menjodoh-jodohkan.

Permainan terus berlanjut dengan tangan Milky dan Belva yang saling menggenggam. Meski ujung-ujungnya Belva bersedia menggantikan Milky minum saat tidak mau menjawab pilihan truth, tangan mereka terus menjadi obat untuk saling menyemangati. Dua supporter terbaik yang sejak awal permainan gemas sendiri, tidak berhenti senyam-senyum mengamati genggaman tangan yang semakin erat tiap detiknya.

"Last game!" seru Snow. "Waaaah ... berhenti di Milky."

Tiffany bertanya, "Pilih apa, Milk?"

"Dare. Kasih yang wajar kayak tadi, tuh, nyuruh gue pasang muka mirip monyet. Itu agak mendingan," jawab Milky.

"Ya, berhubung ini terakhir. Dare-nya kasih kecupan di pipi Belva. Anggap aja rasa terima kasih lo udah dilindungi dia terus," suruh Snow dengan senyum penuh arti.

"Iya, nih. Kenapa gantiin Milky, sih, Bel? Dia bisa minum sendiri," tanya Tiffany.

"Beberapa hari lalu perutnya Bu Milky sakit banget gara-gara datang bulan. Jadi saya takut kalau nanti Bu Milky minum perutnya sakit lagi. Mukanya pucat banget waktu itu. Saya nggak tega lihatnya," jawab Belva.

"Bel ... seriusan. Gue speechless. Lo mikirin Milky sampai sejauh itu padahal perutnya sakit gara-gara datang bulan. Tapi lo takut dia kesakitan lagi. Wow. That's...." Snow tidak melanjutkan kata-katanya, bertepuk tangan pelan memuji.

"That's insane," timpal Tiffany.

Belva geleng-geleng kepala menanggapi reaksi dua perempuan di depannya. "Kalian berlebihan, deh. Saya cuma nggak mau Bu Milky kesakitan seperti waktu itu aja, kok."

Milky melihat Belva. Laki-laki itu tersenyum dan tertawa menanggapi dua sepupunya. Sekarang dia tahu alasan Belva tiba-tiba menggantikannya minum lima gelas sloki minuman nano-nano itu. Sebenarnya dia ingin protes soal dare terakhir, tapi mendengar ucapan Snow dan Tiffany, dia kepikiran.

Tanpa aba-aba, Milky melepas genggaman tangan mereka dan menarik Belva lebih dekat sampai pipinya berhasil dijangkau. Milky mengecup pipi kiri Belva sebagai akhir dari permainan. Dan anggap ini hadiah seperti kata Snow karena Belva sudah berbaik hati menggantikannya minum.

Belva kaget. Snow dan Tiffany menutup mulut mereka ikut terkaget-kaget. Snow dan Tiffany sempat mengira Milky bakal mengomel lagi dan ujung-ujungnya pasti bikin Belva minum. Namun, siapa yang sangka Milky mau melakukan itu?

"Makasih udah gantiin saya minum, Pak Belva," ucap Milky pelan.

Belva menoleh ke samping memperhatikan Milky. Perempuan itu tidak menunjukkan ekspresi lain selain senyum tipis. Kecupan tadi bukan cuma bikin kaget, tapi juga berhasil bikin wajah Belva merah padam.

☕☕☕

Jangan lupa vote dan komentar kalian🤗❤

Follow IG: anothermissjo

-

-

Cerita ini merupakan project kolaborasi dengan genre Komedi Romantis. Nama serinya: #BadassLove yang digawangi 3 wanita super badass, namun berhati baik. Berikut judul dan penulisnya:

#1 Lose The Plot oleh sephturnus 

#2 Round The Bend oleh azizahazeha 

#3 Call The Shots oleh anothermissjo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top