Shots - 5

Update lagi nih ^^

Komen kalian sangat berarti untuk authornya ^^)9

Jika ada yang bilang kesabaran setipis tisu, itu benar adanya. Milky salah satunya. Kalau membakar rumah orang tidak masuk penjara dan dapat dosa, Milky sudah melakukan sejak tadi.

Milky kesal dengan sepupunya, Heaven, yang notabene kakaknya Nerakasara. Bilangnya mau nonton Fast X berdua, kenyataannya Heaven punya janji lain yang tidak bisa ditinggalkan. Milky sudah bela-belain beli tiket dan pulang dari kantor tepat waktu. Sudah begitu Heaven mematikan telepon setelah membatalkan janji. Milky belum sampai memaki dan mengumpat kasar. Heaven tahu kebiasaan marah Milky yang mudah meledak-ledak makanya langsung mematikan ponsel.

Milky menghubungi Oceana dan Casya. Dua-duanya sudah ada janji. Mengajak sepupu lain responsnnya sama. Hanya tinggal sepuluh menit lagi filmnya dimulai. Kalau saja dia punya teman banyak dan tidak disegani orang-orang, sudah pasti dia telepon yang lowong.

Mencoba sekali lagi, Milky menghubungi Heaven. Beruntungnya telepon Heaven bisa dihubungi, tidak seperti sebelumnya. Setelah akhirnya dijawab, Milky langsung mengeraskan volume suaranya dan mengeluarkan umpatan-umpatan andalannya.

"Dasar lo, Sialan! Gue udah nunggu malah lo batalin gitu aja! Lo pikir waktu gue nggak berharga, hah? Kampret! Mon..." Kata-kata yang tak pantas didengar lolos begitu saja.

Ibu-ibu di sebelah Milky sampai menutup telinga anaknya karena takut bakal mencontoh kalimat tidak pantas yang diucapkan Milky. Beberapa lainnya syok mendengar umpatan kelewat kasar itu. Dan sisanya tampak geleng-geleng kepala menanggapi ucapan Milky.

"Dasar geb...." Kata-kata Milky yang belum usai diucapkan tertahan tatkala sosok Belva muncul di depan mata. Laki-laki itu melambaikan tangan. Milky berdeham dan berkata, "Awas lo nanti. Gue matiin teleponnya sekarang."

Belva menyapa sambil tersenyum. "Hai, Bu Milky. Saya pikir siapa yang mengumpat sekasar itu sampai kedengeran dari ujung lorong."

"Sorry." Milky tidak enak. Spontan kepalanya meneleng ke samping kanan dan kiri memandangi beberapa orang yang mendengar semua caci maki dan umpatan kasarnya kepada Heaven.

"Nggak apa-apa, Bu. Saya pikir ada yang ribut sampai seheboh itu," ledek Belva.

"Beeel! Sebel banget!" Suara seruan yang cukup keras datang menginterupsi. "Duh, tiket Fast X habis. Emosi, deh. Harusnya kita beli lewat aplikasi kemarin. Nyesel gue bilang beli on the spot aja."

"Ya udah beli di mal lain aja," balas Belva.

"Pak Belva mau nonton Fast X? Saya ada dua tiket. Kalo mau, ambil aja." Milky bangun dari tempat duduknya, merasa lega ada yang bisa menggunakan tiketnya, karena sekarang Milky sudah tidak mood menonton.

"Siapa, Bel?" tanya perempuan itu pada Belva.

"Ini Bu Milky. Pemilik tempat yang gue sewa itu." Belva memberi tahu. Lantas, dia menepuk pundak sepupunya. "Ini sepupu saya, Bu, namanya Manis."

"Halo, Bu Milky. Salam kenal." Manis Eunice Russell, sepupunya Belva, mengulurkan tangan kepada Milky. Tak perlu menunggu lama uluran tangannya disambut hangat. Setelah itu, jabatan tangan mereka berakhir. "Omong-omong, Bu Milky mau jual tiketnya?"

"Nggak, ini gratis. Kalo kamu mau ambil aja," tawar Milky seraya menyodorkan tiketnya kepada Manis.

"Jangan, deh, Bu. Biar saya sama sepupu saya cari tempat lain," tolak Belva.

"Sepupu saya nggak jadi datang. Daripada sayang nggak dipakai, kamu sama Manis bisa pakai tiketnya. Saya mau pulang," jelas Milky.

Manis diam-diam mengamati interaksi Milky dan Belva. Sebelum menyela, Manis mengambil ponsel dan berpura-pura membaca pesan masuk yang tidak ada sama sekali. "Duh, Bel ... Janji nyebelin, deh. Dia udah jemput gue di bawah. Padahal gue bilang kalo sibuk nggak usah jemput. Kayaknya dia salah nangkep omongan gue."

"Maksud lo mau balik sekarang?" tanya Belva.

Manis mengangguk. "Sori, Bel. Kalian berdua aja yang nonton, ya. Sampai ketemu lagi, Bu Milky. See you, Bel!" Melempar kerlingan mata pada Belva sebelum keluar menjadi sinyal yang cukup jelas untuk sepupunya.

Belva yakin ini cuma akal-akalan Manis. Soalnya tadi sempat bilang tunangan Manis lagi ada acara jadi tidak bisa jemput makanya bisa pergi nonton bareng. Belva memperhatikan Milky. Perempuan itu tampak galak.

Setelah kepergian Manis, mereka berdua diam cukup lama. Film sudah akan dimulai. Informasi mengenai dibukanya studio mulai mengudara dan orang-orang masuk ke dalam studio tujuan mereka. Milky sadar studio yang disebut salah satunya adalah studio yang tertera pada tiket.

"Kamu nggak mau nonton, kan? Biar saya kasih tiketnya buat yang lain." Milky bersiap melangkah, tapi lengannya tertahan.

"Saya mau, kok, Bu. Nggak apa-apa, kan, kalo nonton berdua saya?"

"Ya ... nggak apa-apa, sih. Pak Belva nggak berisik, kan, kalo nonton? Karena saya benci orang yang banyak komen selama film berjalan."

"Nggak, kok, Bu. Saya tenang kalo lagi nonton film. Ya ... paling kalo ada yang ganteng, saya bisa berisik." Belva menahan tawa setelah kalimat terakhirnya.

Milky spontan memukul bagian lengan atas Belva, yang ujungnya membuat dia kaget sendiri. Otot bisep Belva sangat kuat dan kekar. Astaga! Bisa-bisanya dia malah memikirkan otot bisep orang!

"Maaf. Pak Belva bahas itu terus, sih. Jangan menguji kesabaran saya, lho, Pak. Saya bukan tipe penyabar."

Belva terkekeh. "Maaf, ya, Bu. Habis reaksinya lucu, sih. Pernah ngaca nggak kalo Bu Milky sebel mukanya gemesin?"

Milky terperanjat mendengarnya. Ini bukan kali pertama Milky mendengar kata-kata super basi seperti itu. Namun, dia malu sendiri seakan ucapan seperti itu baru diucapkan satu laki-laki di muka bumi. Padahal sebelumnya ada mantan-mantannya yang begitu.

"Nggak. Saya nggak senarsis itu mandangin muka sendiri." Milky menyahuti dengan melengos ke samping. "Ayo, masuk. Bentar lagi filmnya mulai."

"Tunggu, Bu. Saya minta satu tiketnya. Saya mau beli camilan dulu. Boleh, kan?"

"Boleh. Saya tinggal duluan."

"Iya, Bu. Hati-hati lihat jalannya, Bu."

Milky memasuki studio lebih dulu selagi Belva meninggalkannya untuk membeli camilan. Milky memilih duduk di pinggir dekat tangga supaya mudah keluar. Dia menonton ekstra yang muncul termasuk trailer-trailer film mendatang.

Tak berselang lama, Milky menyadari kedatangan Belva. Tepat sekali sudah masuk iklan untuk tidak merekam saat menonton. Belva memberikan satu cup cokelat dingin kepada Milky, sedangkan cup lainnya diletakkan di sampingnya. Belva membeli satu popcorn ukuran besar rasa asin dan satu cup sedang rasa caramel.

Sebelum film dimulai, Belva melepas jaketnya dan meletakkan di atas tangan Milky yang berada di atas paha.

"Siapa tahu Bu Milky kedinginan," ucap Belva pelan.

"Saya nggak kedingin—"

"Sstt ... filmnya mau mulai, Bu," potong Belva.

Milky terpaksa membiarkan. Dia menutupi kedua tangannya dengan jaket beraroma maskulin khas Belva. Sambil memandang lurus ke depan, Milky menikmati popcorn caramel yang diberikan kepadanya.

Baru beberapa menit film berjalan, Milky sudah menghabiskan setengah popcorn caramel. Dia melirik Belva, lantas berbisik pelan.

"Pak Belva nggak mau popcorn caramelnya?"

Belva perlu memiringkan tubuhnya ke kanan supaya lebih dekat dengan Milky. Dia mendengar dengan jelas bisik-bisik itu. Menanggapi pertanyaan Milky, dia tergiur untuk menggoda.

"Mau asalkan disuapin Bu Milky."

Milky tahu Belva sedang iseng menggodanya. Karena hal itu pula, Milky tertantang ingin menggoda balik. Tanpa membalas apa-apa, Milky menggerakkan tangannya ke arah mulut Belva yang tertutup rapat.

"Buka mulutnya kalo mau saya suapin."

Belva sempat kaget meski ujungnya buka mulut juga. Namun, cara Milky menyuapi sangat tidak biasa. Bukan cuma satu atau dua popcorn yang disuapi melainkan lebih dari itu secara bertubi-tubi sampai mulut Belva penuh. Begitu sudah penuh, Belva menahan tangan Milky guna menghentikan.

"I-i ... mmm ... ban ... banyak," gumam Belva sambil mengunyah.

"Sssttt ... nggak boleh berisik. Kunyah dulu popcorn yang bener baru ngomong," ledek Milky dengan senyum penuh kemenangan.

Belva mengunyah popcorn sambil memperhatikan Milky yang sudah kembali menonton. Senyum senang Milky menunjukkan bahwa Belva kalah dalam ledek-ledekan kali ini. Bukannya sebal, Belva tambah gemas.

Saat Belva mulai menatap lurus ke depan, sudut matanya menyadari pergerakan dari Milky. Sontak, Belva menoleh saat Milky dengan santainya menyeruput minuman miliknya.

"Saya nggak nyangka progres kita secepat ini, Bu. Ciuman nggak secara langsung, nih," bisik Belva.

Milky menoleh. Bingung dengan satu alis terangkat sempurna. Ketika Belva menunjuk minuman yang dipegang Milky melalui gerakan mata, di situlah Milky baru sadar dia meminum minuman yang bukan miliknya. Parahnya lagi, minuman Belva sama-sama cokelat.

"Nih, saya pulangin." Milky menyerahkan minuman yang dipegang kepada Belva.

Ketika Belva akan mengambil, Milky menarik lebih dulu dan menyeka sedotan yang telah dipakai olehnya sebelum dikembalikan. Tapi belum ada semenit, Milky mengambil lagi dan menukarnya dengan minuman yang dia punya, yang kebetulan belum diminum sama sekali.

"Tukeran," jelas Milky.

Belva menahan tawa melihat repotnya Milky cuma gara-gara minuman.

"Lebih suka dari bekas bibir saya daripada punya sendiri, ya, Bu?" bisik Belva jahil.

Milky baru ingat Belva sudah meminum minuman sebelum dia salah ambil. Kalau punya dia sendiri belum diminum sama sekali. Mendengar bisikan Belva, akhirnya Milky mengambil alih minumannya dan mengembalikan punya Belva.

"Saya balikin," bisik Milky.

Belva menanggapi, dengan jahil tentunya. "Ah, nggak jadi ciuman nggak langsung lagi, dong?"

Milky tidak mengatakan apa-apa, tapi tangannya bergerak meninju lengan atas Belva supaya diam. Yang selanjutnya dia sadari Belva menahan tawa. Gara-gara guyonan itu Milky merasa gerah dan wajahnya mendadak panas. Sebelum tambah menjadi, Milky memilih fokus menonton dan mengabaikan kesenangan Belva menggodanya.

☕☕☕

Setelah selesai menonton, Milky dan Belva melipir lebih dahulu ke toko buku. Milky ingin melihat buku-buku terbitan Labyrinth Books dan memotretnya dengan cantik. Sementara Belva cuma tinggal mengikuti dari belakang dan menemani tanpa beranjak sedikit pun.

"Bu, nama pena Bu Milky apa?" tanya Belva.

Milky sibuk mendokumentasikan buku-buku kesayangan para penulis di bawah naungan Labyrinth Books. Sambil memotret buku-buku tersebut dengan cantiknya, Milky menjawab, "Milky Way."

Pas sekali buku di depan mata Belva menampilkan nama penulis yang disebutkan. Belva mengambil novel berjudul Main Squeeze tersebut dan membaca blurb yang terpampang di bagian belakang buku. Kebetulan novel yang diambil plastiknya sudah terbuka jadi Belva bisa membaca persembahan ucapan terima kasih yang cukup manis. 

"Dear My Sun ... this book belongs to you. I can't describe how grateful I am to be with you. Ily." Belva menyuarakan kata-kata yang dia baca dari ucapan terima kasih dari sang penulis untuk seseorang. Kalau boleh menebak, Sun ini pastilah Sunday mantannya Milky. Siapa pula yang secerah matahari kalau bukan Sunday?

"Ucapan penulisnya manis banget. Apa rasanya dipersembahin novel, ya?" tambah Belva.

Kata-kata yang terucap barusan berhasil mengusik ketenangan Milky. Mulai tidak fokus, Milky menoleh ke samping menangkap Belva sedang membaca sebuah novel. Karena penasaran dan merasa familier, dia mengangkat sedikit tangan Belva hingga menampilkan bagian belakang novel. Dia terbelalak. Dia ingin merampas, tapi tahu kalau melakukan itu sangatlah tidak sopan.

"Saya nggak tahu Bu Milky bisa seromantis ini ciptain novel untuk seseorang," komentar Belva segera setelah Milky memperhatikan buku yang dia pegang. 

Mengabaikan kalimat itu, Milky berkata, "Saya udah selesai foto-foto. Mau ke mana setelah ini?"

"Ke hatinya Bu MIlky," goda Belva.

Milky berdecak. Hampir saja mengumpat kasar kalau tidak ingat sedang ada di toko buku. Orang-orang jarang berisik. Bisa-bisa kena sstt-sstt berulang kali. Milky menahan diri untuk tidak menanggapi godaan Belva. 

"Ibu saya pernah bilang sama saya, kita nggak akan tahu sejauh apa kita bisa berubah saat jatuh cinta sama seseorang." Belva menutup buku yang dipegang, lantas mengambil versi yang masih dibungkus plastik. Ketika pandangan tidak sengaja turun ke bawah dan melihat tali pengait sepatu heels Milky lepas, Belva segera berjongkok guna mengaitkan pengaitnya.

Milky memperhatikan Belva di bawah sana sibuk mengaitkan tali pengaitnya yang lepas. Ada beberapa hal yang menurut Milky tidak pernah orang lain lakukan untuknya. Contohnya seperti sekarang ini. Terkadang Belva memperlakukan Milky seolah-olah dia tidak mampu melakukan apa-apa sendiri. Biasanya Milky mandiri dan tidak butuh bantuan, tapi dengan Belva, dia seolah punya ruang untuk selalu dibantu. 

"Dan sekarang saya tahu, cinta memang bisa mengubah seseorang. Bisa lebih baik atau sebaliknya," kata Belva seraya berdiri. 

"Pak Belva pernah jatuh cinta?" 

"Beberapa kali, Bu." Satu tangan Belva sigap menarik Milky mendekat padanya dengan pelan sesaat ada orang yang seenaknya lewat sambil bermain ponsel dan tidak melihat jalan. "Tapi kalau jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sampai sakit kayaknya cuma sekali. Bu Milky pernah sampai sakit gitu?" 

"Pernah." 

"Sama yang terakhir?" 

Milky tidak mau menjawab, berdeham kecil guna mengalihkan obrolan. Dan tepat sekali ada pesan masuk dari salah satu sepupunya. Setelah membaca pesan, Milky melihat Belva. "Pak Belva suka clubbing nggak?" 

"Nggak, sih. Kenapa, Bu?"

"Mau ikut saya? Ya ... itu kalau Pak Belva senggang."

"Boleh. Asal berdua sama Bu Milky, ke mana aja saya mau." Lagi, Belva menggoda. Kali ini dengan tambahan menyenggol bahu Milky.

"Ke neraka juga mau?" balas Milky jutek.

"Ya, itu udah level di luar batas kemampuan saya, Bu." 

Milky mencibir, "Tadi katanya ke mana aja asal berdua saya mau. Dasar laki-laki. Banyak bullshitnya." Lalu, dia meninggalkan Belva tanpa permisi dan melenggang begitu saja.

"Eh, bukan gitu, Bu. Neraka mah udah jauh banget." 

"Alasan. Laki-laki mah sama aja."

"Saya nggak omdo, lho, Bu."

"Hm ... bau bullshitnya sampai sini."

"Buuu! Astaga! Ini bukan masalah bullshit. Neraka udah level berbeda, Bu."

Belva mengejar dari belakang seperti anak kucing yang mengekori sang ibu. Selagi Belva berusaha menjelaskan, takut dicap sama bullshit-nya seperti laki-laki lain, maka Milky menahan tawa. Milky mulai senang menggoda Belva yang mudah panik sendiri kalau dibalas.

☕☕☕

Jangan lupa vote dan komentar kalian😘🤗🤗❤

Follow IG: anothermissjo

Gaes, tunggu ya momen manis dan uwu-uwu Bebel sama Susu :") mereka ini kan baru pendekatan dan kenal satu sama lain lah ibaratnya wkwk jadi tidak langsung sat set sat set macam udah jadi mantan XD kalo dulu versi Main Squeeze banyak uwu-uwunya karena posisinya Milky memang udah pacaran sama Sunday jadi gak sulit bikin adegan kek gitu wkwk kalo ini tuh perlu bertahap. Slowly lah slowly :3

Dijamin kalian gak nyesel baca versi ini. Aku gak bisa jamin ini happy atau sad end. Intinya dinikmati saja selagi aku nulis on going🤗❤

-

Cerita ini merupakan project kolaborasi dengan genre Komedi Romantis. Nama serinya: #BadassLove yang digawangi 3 wanita super badass, namun berhati baik. Berikut judul dan penulisnya:

#1 Lose The Plot oleh sephturnus 

#2 Round The Bend oleh azizahazeha 

#3 Call The Shots oleh anothermissjo

Salam dari Ayang Belvaaaaa🤗❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top