Shots - 22

Yuhuuu update ^^

Sapa yang udah rindu Milky - Belva? '-')/

#Playlist: Ronan Keating feat The Shires - Falling Slowly

Tempat pertama yang didatangi Milky pada jam makan siang adalah kedai kopi Belva. Bukan yang ada di penerbitan melainkan kedai kopi utama laki-laki itu. Pasalnya Belva tidak datang ke kedai kopi penerbitan hari ini, sedang disibukkan mengurus kedai kopi utama. Milky mampir untuk cerita. Namun, setelah duduk dan mengamati ramainya kedai kopi, dia merasa tidak tepat datang sekarang. 

Milky tidak memanggil Belva, hanya menikmati kopi yang baru saja datang. Milky memesan kopi bernama Kopi Ikhlas. Katanya rasa kopi ini cukup berat seperti merelakan seseorang. Ada makna di setiap nama menu yang tertera. Kebanyakan nama-nama kopinya terkesan galau. Jadi tidak heran banyak juga yang menjuluki kedai kopi Belva sebagai kedai kopi penuh kenangan dan mantan. 

Selagi Milky menyeruput kopinya, dia mengamati suasana sekitar. Tiba-tiba pandangannya berhenti pada dua sosok yang menarik perhatian. Bukan cuma dirinya, tetapi juga beberapa pengunjung lain. Milky melihat Belva tertawa kecil ketika perempuan cantik bermata cokelat muda berbicara.

Perempuan itu adalah personel girlband Pulchra yang bernama Candy Natawijaya. Walau tidak mengikuti perkembangan girlband di Indonesia, Milky pernah menonton mereka tampil di televisi waktu menyaksikan acara penghargaan musik. Dan tentunya adiknya sangat hafal sehingga Milky tahu nama-namanya dari sang adik. Kalau tidak salah pula, Candy yang ada di samping Belva pernah pendekatan dengan Belva dari obrolan tempo hari. Apa yang dibahas sampai Belva tertawa selepas itu? 

"Susah memang kalau terlalu ramah," gumamnya pelan. 

Tidak cukup tertawa saja, Milky melihat Belva mengambilkan sesuatu dari atas rambut Candy. Sebagai balasan Candy menyunggingkan senyum manisnya. Kalau diperhatikan kembali, dua insan itu tampak serasi. Seperti diciptakan untuk bersama-sama. 

"Ah, cantikan juga gue," pikir Milky. Sedetik kemudian dia meralat, "Nggak, nggak, Candy cantiknya super. Lebih dari apa pun. Gila ... ada, ya, manusia secantik itu? Bego juga Belva nggak mau sama dia." 

Bicara soal Belva, tepat sekali orangnya melihat ke arahnya. Hal itu membuat Milky buru-buru melengos dan berpura-pura memandangi pemandangan di luar sana. Untungnya, Milky duduk di dekat jendela jadi punya alasan untuk melihat ke luar. Sambil sesekali melirik lewat ekor mata, Milky sadar kalau Belva berjalan menghampirinya bersama Candy. Sialan! Kenapa harus bawa-bawa Candy segala, sih?

"Halo, Bu Milky," sapa Belva ramah.

Bu Milky? Satu alis Milky spontan naik. Takut terlalu jelas, dia mengubah ekspresinya. Tumben sekali Belva tidak memanggil namanya lagi. Kenapa dipakai kembali embel-embel Bu itu? 

"Hai, Pak Belva," balas Milky.

"Pas banget ketemu sama Bu Milky di sini. Ini ada penggemar Bu Milky." Belva menggerakkan bola matanya melirik Milky saat menyuruh Candy menyapa. 

"Kamu, nih, ya. Nggak pernah basa-basi." Candy mencubit lengan Belva sebelum akhirnya mengulurkan tangan. "Halo, Mbak Milky. Saya penggemar berat Mbak. Saya Candy. Semoga Mbak berkenan jabatan tangan sama penggemar Mbak." 

Belva tertawa pelan. Milky menyaksikan interaksi dua insan itu. Entah kenapa dia jadi agak kesal. Milky menyahuti dengan menarik senyum tipis dan menyambut uluran tangan Candy.

"Hai, Candy. Salam kenal juga. Makasih udah baca novel saya. Ini sebuah kehormatan novel saya bisa dibaca penyanyi terkenal," balas Milky. 

"Duh, Mbak Milky bisa aja. Padahal saya nggak seterkenal itu. Makasih, ya, Mbak. Saya suka banget sama novel-novel Mbak. Saya juga beli novel terbaru Mbak. It's really romantic."

"Novelnya yang Main Squeeze itu?" sela Belva.

"Yup. Kamu harus baca, Bel," ucap Candy. 

"Duduk, deh, duduk. Masa kamu berdiri. Kasihan Bu Milky harus dongak gitu," suruh Belva. 

"Boleh saya duduk di sini, Mbak?" tanya Candy pada Milky.

"Boleh, silakan," sahut Milky.

Candy menarik kursinya sendiri, lalu menarik satu lagi untuk Belva. Setelah Candy sudah duduk, Belva berterima kasih. Seperti kebalikan, jika biasanya Belva yang menarik kursi untuk Milky, maka sekarang Candy yang melakukan itu untuk Belva.

"Ceritain, dong, novel yang kamu baca. Mungkin Bu Milky mau tahu tanggapan kamu," mulai Belva.

"Ya, ampun ... itu novel bener-bener romantis. Gimana bisa laki-laki melakukan banyak hal untuk pujaannya? I mean, ya ... ada, sih, tapi kamu harus tau perjuangan laki-laki itu bisa sampai menempati posisi tertinggi di hati perempuan itu. Ini aku nggak mau nyebut nama biar kamu baca sendiri. Jadi kamu beli novelnya. Intinya aku suka momen-momen yang tertuang dalam novel itu. Semuanya seakan terbuat dari gula. Manis banget," celoteh Candy. Dengan senyum lebar yang menghiasi wajah cantiknya, dia melihat Milky. "Makasih udah menciptakan novel romantis itu, Mbak. Jadi berkhayal pengin punya laki-laki seperti karakter Mbak."

Belva diam mendengarkan komentar Candy. Dia belum baca novel Milky sampai selesai. Namun, dari awal cerita pun sudah terlihat banyak usaha yang dilakukan sosok Sunday untuk Milky. Apalagi dengan kejadian kemarin, Belva semakin merasa minder jika dibandingkan Sunday yang jauh lebih segalanya. 

"Bu Milky punya satu yang seperti itu," celetuk Belva akhirnya.

"Oh, ya, Mbak? Ya, ampun ... beruntung banget! Eh, tapi laki-laki itu juga beruntung bisa bersama Mbak. Cocok!" Candy berucap dengan penuh semangat, menatap dengan binar-binar senang. "Apa nanti Main Squeeze ada lanjutannya, Mbak? Aku pengin baca kelanjutan kisah dua karakter utamanya. Mereka memang diciptakan untuk satu sama lain. Cocok banget, deh."

"Kayaknya lagi digarap sama Bu Milky. Iya, kan, Bu?" sambung Belva, berusaha tetap mempertahankan senyum meskipun hatinya tidak berbuat sama.

"Kamu, nih, nyahut terus. Aku nanya sama Bu Milky tahu." Candy memukul lengan Belva supaya diam. Belva mengunci bibirnya dengan gerakan mengunci pintu sambil tersenyum. "Sebentar, sebentar. Kamu habis ngapain, sih, ada cemong gini?" Dia mengusap bekas hitam di area pipi Belva dengan ibu jarinya. "Kok, susah hilangnya, ya? Sebentar, aku bawa tisu basah." 

Selagi Candy sibuk mengambil tisu basah, Belva mencoba menyeka dengan punggung tangannya. Namun, tidak terhapus. Milky memperhatikan tanpa suara. Tidak lama kemudian Candy berhasil mengambil selembar tisu basah dan mengusapnya di pipi Belva sampai bekas tersebut hilang. Tidak lupa Candy menyeka dengan tisu kering agar basahnya tidak begitu lengket di pipi Belva. 

"Done. Udah bersih lagi," ucap Candy dengan senyum yang terus ditunjukkan.

Belva balas tersenyum. "Thank you, Pinky." 

"Don't call me like that. Nyebelin!" Candy menyikut perut Belva, berhasil membuat laki-laki itu tertawa. 

Milky memperhatikan dengan perasaan tidak nyaman. Entah kenapa dia mau menyambit orang. Interaksi keduanya cukup menarik perhatian sampai-sampai Milky berpikir kalau keduanya sedang dekat lagi. Bagaimana bisa dua-duanya bercanda tawa dan tersenyum selepas itu jika tidak dekat lagi? 

"Saya mau kembali ke kantor. Jadi saya pamit duluan." Milky beranjak dari tempat duduknya, mengambil tas tenteng dengan cepat. "Soal sekuel, saya belum kepikiran. Jadi kalau nanti ada lanjutannya, saya pasti infokan di akun Heartagram saya."

"Oh, iya, aku juga harus kembali ke studio." Candy bangun dari tempat duduknya, lantas menepuk pundak Belva berulang kali. "Yuk, Bel. Kamu jadi antar aku, kan?" 

"Iya, jadi, kok," balas Belva seraya bangun dari tempat duduknya.

"Kalian bareng?" tanya Milky.

"Iya, Mbak. Mau sekalian bareng nggak, Mbak?" tawar Candy.

"Nggak, saya bawa mobil sendiri," tolak Milky.

Belva menyela, "Kamu tunggu di luar, Can. Biar aku ambil mobil dan kita bisa langsung jalan. Soalnya mobil aku ada di belakang banget. Nanti kejauhan kalau kamu ikut." 

Candy mengangguk. "Iya, Bel. Jangan lama-lama, ya. Aku tunggu depan."

"Bu Milky, saya duluan. Hati-hati di jalan, ya," pamit Belva, yang setelahnya melambaikan tangan dan pelan-pelan berlalu dari tempatnya. 

Milky merasa Belva sedikit berubah. Apa mungkin perasaannya saja? Terlepas dari perubahan yang dia rasakan, dia melihat Candy yang tengah menguncir rambutnya. Milky tidak berniat bertanya apa-apa, sialnya, mulut selalu berkhianat dan melakukan hal sesukanya.

"Belva ramah sama semua orang, ya?" 

Candy tersentak dan menoleh. "Ramah? Masa, sih, Mbak? Yang saya tahu Belva jutek, lho."

"Jutek?" ulang Milky.

"Iya. Waktu pertama kali saya ketemu Belva memang ramah, sih. Tapi pas saya lihat dia interaksi sama perempuan lain, dia agak jutek dan dingin gitu. Belva cuma ramah sama orang-orang tertentu aja. Nggak semua diramahin kecuali ada orang nanya jam atau arah jalan. Itu yang saya lihat, sih." 

Milky manggut-manggut. Candy memperhatikan gelagat Milky.

"Ya, kalau Mbak pikir Belva ramah gara-gara antar saya, itu salah. Belva antar saya gara-gara teman satu grup saya udah mewanti-wanti dia untuk antar ke studio. Jadi, tuh, saya ditinggalin sama teman saya itu di sini. Dengan galaknya dia minta Belva antar saya, ya ... Belva setuju aja. Saya yakin dia setuju antar karena nggak enak," jelas Candy.

Gue nggak minta dijelasin, sih. Kenapa malah dijelasin coba? Milky bermonolog dengan dirinya sendiri. Dia tidak menanggapi apa-apa selain tersenyum. Tapi setidaknya dari jawaban Candy, dia tahu kalau Belva tidak sepenuhnya ramah pada semua perempuan. Well, ya ... dia juga jadi tahu Candy sehafal itu tentang Belva. Perasaan kesal, tidak nyaman, perasaan yang membingungkan kini menyatu seakan-akan sedang menggerogoti diri Milky. Dia tidak tahu mengapa dirinya seperti ini. 

☕☕☕

Belva berdiri di depan pintu masuk ballroom hotel Pullman Jakarta yang berada di samping Mal Central Park. Sesuai janjinya dengan sang kakak, dia akan menemani perempuan yang akan menjadi kencan butanya. Kakaknya sangat pemaksa. Belva selalu kalah debat dan berujung mengalah daripada mendengar kakaknya mengamuk. Kakaknya bilang tidak perlu dilanjutkan jika tidak cocok. Jadi Belva akan menemani saja khusus malam ini. Setelah itu, dia tidak akan menghubungi lagi. 

"Belva? Beneran Belva?" 

Belva menoleh sesaat mendengar sapaan itu. Dia mengernyit. "Kak Hexia? Nonton juga?" 

"Oh, please ... Freya beneran nyebelin banget." Perempuan itu tertawa terbahak-bahak. "Kamu disuruh datang buat ketemu teman kencan, kan? Buat nemenin nonton konser?"

"Iya, Kak. Kok, Kak Hexia tahu?"

Perempuan itu tertawa tanpa henti. "Aduh, Freya ... si anak kurang ajar itu. Aku, tuh, teman kencan kamu. Aku pikir dia bakal kasih teman kencan siapa, ternyata adiknya. Masa ... please ... aku ngakak sendiri." 

Belva sempat bengong sebentar sebelum akhirnya sadar. Hexia Handoyo, perempuan yang ada di depannya, merupakan salah satu teman baik kakaknya. Dia pernah bertemu dan ikut berkumpul dengan teman-teman kakaknya waktu disuruh menjemput. Jadi, dia tahu siapa saja geng kakaknya yang diisi perempuan-perempuan dengan sifat kurang lebih sama dengan sang kakak. Hanya saja, Hexia ini sedikit pengecualian. Tidak kasar seperti kakaknya dan teman-teman yang lain. Sungguh di luar dugaan, kakaknya meminta dia menemani teman kakaknya sendiri. 

"See? Kamu aja nggak sadar harus nemenin emak-emak," ucap Hexia. 

"Nggak gitu, Kak. Ini masih loading soalnya aku pikir bakal sama siapa gitu. Kalau Kak Hexia orangnya mah udah bukan blind date, tapi open date. Soalnya udah kenal." 

"Kakak kamu memang luar biasa, ya. Aku jadi nggak enak." 

"Nggak apa-apa, Kak. Mau masuk sekarang nggak?" 

"Yuk, boleh. Berhubung kita lagi kencan, aku harus gandeng kamu. Nanti biar aku bisa foto terus pamer sama Freya. Kamu nggak keberatan, kan?" 

"Nggak, Kak. Santai aja." 

Hexia menyatukan jari-jemari mereka hingga tercipta genggaman yang erat. Belva santai saja karena tidak merasa apa-apa. Belva akan menganggap seperti sedang menemani kakak sendiri. 

"Belva!" 

Belva menoleh, menemukan sosok yang memanggilnya berada di belakang, berjarak beberapa langkah darinya. Dikira kakaknya, ternyata malah Nerakasara. Juga, ada Milky di sampingnya. Belva mau melepas genggaman tangan, sayangnya, Hexia tidak mengendurkan genggaman mereka. 

"Siapa, Bel?" tanya Hexia.

"Teman, Kak," jawab Belva.

"Mau ngobrol dulu sama mereka?"  

Belva melihat Nerakasara yang menarik-narik Milky. Bingung ingin menjawab apa, Belva menggaruk tengkuk lehernya. 

"Salah satunya bukan gebetan kamu, kan?" tebak Hexia.

Belva semakin tidak bisa menjawab. Sebelum Hexia bertanya yang tidak-tidak, ada baiknya dia membawa Hexia masuk ke dalam. Setelah Nerakasara sudah berdiri di depannya, Belva segera membuka mulutnya untuk pamit. 

"Saya duluan, ya, Nera dan Milky," pamit Belva. 

"Oke, Bel. See you there, ya!" sahut Nerakasara.

Belva bergegas menarik Hexia masuk ke dalam. Hexia hanya mengikuti dengan terus tersenyum ketika melihat dua perempuan yang dikenal Belva. Mereka masuk ke dalam sesuai dengan tiket pesanan yang mereka miliki. Sebelum datang, Belva diberikan dua tiket oleh kakaknya. Katanya, itu sebagai tempatnya bertemu teman kencan. Jadi, saat ini Belva melihat urutan kursi dari tiket yang diberikan. Mereka berada di barisan para pemilik tiket Diamond. 

Tidak lama setelah duduk, Belva sadar Milky dan Nerakasara juga masuk. Keduanya melewati berada di barisan belakangnya. Lebih mengejutkan lagi, tempat duduk Milky dan Nerakasara berada tepat di belakangnya. Entah bagaimana perasaan Belva sekarang, harus bersyukur atau tidak bisa berdekatan dengan Milky.

"Bel," Hexia menepuk lengan Belva seraya mengambil ponsel dari tasnya. "Berhubung kakak kamu pengin kita foto, aku mau kirim dia foto biar senang. Tapi aku mau kasih foto yang gemesin biar kakak kamu makin gembira."

Sebelum Belva sempat menanggapi, Hexia sudah lebih dulu menyentuh pipi Belva, menariknya mendekat hingga pipi berhasil dikecup dengan mesra. Belva terkejut, tapi Hexia penuh persiapan sehingga bisa langsung mengabadikan momen tersebut dalam ponsel kamera, tidak peduli bagaimana tanggapan orang di sekitar mereka. 

"Selesai." Hexia menarik tangannya, sibuk mengirim foto kepada Freya. Sambil mengirim gambar, dia melihat Belva. Menemukan lipstiknya meninggalkan jejak, Hexia mengusap pipi Belva dengan ibu jarinya untuk menghapus jejak itu. "Duh, lipstik aku nempel di pipi kamu, nih. Tapi udah agak hilang, sih. Nanti kamu hapus lagi kalau ke kamar mandi, ya."

"I-iya, Kak." Belva masih terbawa kaget gara-gara tindakan Hexia. 

"Berhubung kita kencan, aku bebas meluk kamu, kan? Ah, nggak usah nanya, deh. Lagian kamu nggak gampang jatuh cinta ini." 

Tanpa aba-aba Hexia memeluk lengan Belva dan menyandarkan kepala di pundak laki-laki itu. Belva terkejut dengan tindakan demi tindakan tanpa aba-aba yang dilakukan Hexia. Belva tidak bisa menolak dan menuruti permintaan Hexia. Sekali lagi, Belva menganggap ini hanya sebatas menemani kakaknya. 

Sementara itu, di belakang Belva, ada yang gerah. Rasanya Milky mau menendang kursi Belva sampai jatuh. Namun, Milky disadarkan kenyataan bahwa dia tidak berhak melakukan itu, karena dia bukan siapa-siapa. Lagi pula apa pedulinya? Biar saja Belva cium-ciuman sama yang lain. Dia hanya akan fokus menonton konser dan mengabaikan pemandangan di depannya. Iya, semudah itu saja.

☕☕☕

Jangan lupa vote dan komen kalian🤗♥️

Follow IG: anothermissjo

Salam dari Hexia<3

Jadi, Hexia ini muncul pertama kali di cerita Hello, Ex-Boss yaaaw~ hehe

Kalo timelinenya di Hello, Ex-Boss itu masih 1 tahun sebelumnya. Jadi otomatis cerita ini timelinenya udah maju setahun dari Hello, Ex-Boss~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top