Shots - 19

Yuhuu update❤️

Yokkk komen yang banyak😍😍

Sebelum pergi berlibur, Milky meluangkan waktu berlatih Judo dengan para anggota klub Judo kesayangannya. Dia sudah mengikuti klub ini sejak lama. Ada Expandra Barani, Panca Soetomo, Wilmar Aditama, Sangkara Sastrorejo, Utama Wirawan, Edibel Hadijaya, dan Duda Aditama. Mereka berlatih hanya sebatas delapan orang dengan satu pelatih yang disewa khusus untuk mengajari mereka. Sebenarnya mereka ingin menambah anggota, hanya saja belum ketemu siapa yang ingin bergabung.

Saat ini mereka sedang pemanasan, menunggu sang pelatih datang. Biasanya mereka datang satu jam sebelumnya untuk berbincang. Jadinya bisa lebih dulu canda tawa sebelum serius berlatih.

"Tadi Milky datang diantar pacar baru tahu." Duda mulai bergosip.

"Bukan pacar gue," elak Milky.

"Masa? Kalau lo nggak mau, boleh buat gue aja nggak? Ganteng unyu-unyu gitu," goda Duda jahil.

"Nggak."

"Kalau nggak boleh berarti memang gebetan lo. Ini berondong mana lagi yang kesambet jadi gebetan lo, Milk?" sambung Sangkara tak kalah jahil.

Milky mengambil sepatunya dan menyambit Sangkara tanpa ragu. Sangkara tertawa terbahak-bahak sambil mengambil sepatu kets yang dilempar. Duda pun ikut tertawa.

"Kalian jahil amat. Kalau pun Milky punya pacar biarin aja," ucap Expandra.

"Nah, ini. Kalian harusnya sebaik Expan. Jangan jahil mulu," cetus Milky.

"Tapi gue juga penasaran, sih, Milk. Orangnya siapa? Baik nggak? Jangan sampai nyakitin lo," tanya Expandra.

Di klub ini, Milky merasakan pertemanan yang kuat dan erat. Walau mereka bertemu sekali dalam seminggu, mereka bisa saling menyemangati. Tidak menutup juga mereka saling membantu jika ada masalah.

"Orang kantor, Milk?" sela Wilmar ikut berbaur.

Milky memutar bola mata. Ini gara-gara Duda ember sampai semua orang ingin tahu. Padahal dia sama Belva hanya sebatas teman. Tunggu, tunggu. Teman macam apa yang tidur bareng dan sering cium-ciuman? Teman tapi mesra? Dibilang mesra pun, mereka tidak ada adegan gandeng-gandengan tiap jalan berdua. Sungguh, hubungan sejenis ini jauh lebih rumit dari sebatas hubungan biasa.

"Bukan om-om, kan?" celetuk Utama.

"Hadeh ... Milky nggak demen om-om. Beda sama lo demennya emak-emak anak lima," balas Duda meledek.

Utama tertawa kecil. "Haha ... emak-emak lebih mengayomi. Beda sama yang seumuran atau lebih tua dikit kayak lo, Kak."

"Sialan." Duda melempar gumpalan tisu ke arah Utama, yang mana langsung tertangkap. "Tapi Milky jarang sama yang tua jauh. Apa nggak pernah sama yang tua, ya?"

"Milky selalu sama yang seumuran, sih. Berondong pun baru Sunday. Kelihatannya nggak tertarik sama yang lebih tua. Makanya semua cogan-cogan sini termasuk gue bukan seleranya Milky. Kita cukup tua untuk dia," sambung Edibel setengah tertawa.

Milky tidak membenarkan, tidak juga menyangkal. Dia belum pernah klik dengan laki-laki yang lebih tua. Milky tidak suka diatur. Menurutnya laki-laki lebih tua banyak mengatur dan mengontrol. Milky tidak suka.

"Eh, eh, itu ada yang datang. Bule dari mana, tuh?" Duda menyenggol lengan Milky, menunjuk sosok di ambang pintu sana dengan isyarat bibirnya.

"Lho? Belva? Ngapain, Bel?" Edibel menyapa dengan ramah, sedikit meninggikan suara agar terdengar. Pasalnya jarak pintu masuk dan tempat mereka berada cukup jauh.

Bukan sebatas kenal, kakaknya Belva menikah dengan sepupunya Edibel. Jadi beberapa kali Belva sempat nongkrong dengan keluarga Hadijaya. Belva kenal semua keluarga Hadijaya, begitu pula Edibel kenal semua keluarga Russell.

Belva berjalan mendekati perkumpulan sambil tersenyum. Milky melihat tas tote yang dipegang oleh Belva. Seketika Milky tahu bahwa pakaian gantinya ketinggalan.

"Hei, Edibel. Gue cuma mau bawain bajunya Milky yang ketinggalan di mobil." Belva menjawab seraya menyerahkan tas tote kepada Milky. Yang punya tas mengambil dengan malu-malu.

Edibel melirik Milky. "Oh, bawain buat Milky, toh. Tadi lo yang anter Milky?"

Belva melirik Milky yang tampak diam saja. Dia mengangguk pelan. Entah jawabannya cukup mengejutkan atau memang seisi klub jahil, semuanya melirik Milky dengan senyam-senyum.

"Kalau gitu gue balik dulu, deh. Mau ada perlu," pamit Belva, yang kemudian menghampiri Milky. Berdiri di depan Milky, dia berkata, "Saya balik, ya. Nanti balik lagi ke sini. Di dalam tas udah saya masukin makanan dan minuman sekalian. See you, Milk." Lalu, dia mengusap kepala Milky sebagai pamit terakhirnya.

"Hati-hati di jalan, Bel. Gue mewakili Milky sekalian, nih," ucap Edibel jahil.

"Bang, Bang, jomblo, ya? Boleh kenalan nggak?" celetuk Duda memasang wajah centil, berpura-pura ingin menggoda. Meski bisa dikatakan Belva tipenya, dia cuma ingin iseng saja guna melihat reaksi Milky.

"Bel, kenalan dulu sebelum cabut. Ini namanya Duda. Perempuan gemesin mirip tipe lo lah." Edibel ikut-ikutan. Seakan paham tindakan genit Duda cuma sebatas untuk mengetes.

Secara sembunyi-sembunyi Milky melepas jepitan rambutnya, lantas diam-diam dia menjepit jepitannya di bagian belakang kemeja Belva. Hal ini membuat Belva menoleh ke belakang dan Milky pura-pura melengos. Tentu saja pemandangan itu tidak luput dari Sangkara dan Expandra yang tidak sengaja melihat. Mereka menahan tawa, berusaha untuk tidak meledek.

Belva menyentuh punggungnya, sadar kalau jepitan Milky nyangkut di belakang kemejanya. Seakan mengerti maksudnya, Belva mengambil jepitan rambut dan menjepitnya di bagian dekat kerah. Untungnya jepitan tidak terlalu besar.

"Ya, elah ... Milky. Kalau lo nggak mau Abang Belva kenalan sama gue jangan pakai cara titip jepitan, dong. Licik, nih." Duda pura-pura mengomel. Aslinya mau tertawa terbahak-bahak, tapi ditahan dulu.

Milky mengabaikan Duda dan berpaling pada Belva. "Katanya ada urusan. Buruan pergi nanti terlambat."

"Oh, iya, benar juga. Kalau gitu saya pergi, ya. See you later, Milk." Belva tanpa ragu mencolek hidung Milky sebelum akhirnya pergi dari sana. Dan tidak lupa Belva melempar senyum kepada yang lain termasuk Edibel.

Semua anggota klub judo baru saja hal yang cukup menakjubkan. Melihat wajah Milky merah padam dan tampak malu-malu.

"Ow, ow, Milky ketahuan, ya. Sekarang seleranya om-om. Mantap, nih," goda Edibel meledek segera setelah Belva pergi dari sana.

"Berisik," sahut Milky.

Sangkara terbahak. "Haha ... demi. Kalian harus lihat cara Milky diem-diem jepit bajunya Belva biar nggak kenalan sama Duda. Sumpah ... gue nggak nyangka Milky punya sisi seimut ini."

Expandra juga tertawa. "Duh, gue nggak nyesel datang hari ini. Bisa dapat pemandangan gemes."

"Berisik! Lo berdua berisik!" seru Milky.

Milky buru-buru membekap mulut Sangkara dan Expandra, menyuruh mereka diam agar tidak menimbulkan gosip. Sayang, semua sudah keburu paham dan ikut tertawa.

"Gue nggak bakal protes kalau lo sama Belva. He's a good man, Milk," ucap Edibel, yang kali ini merangkul pundak Milky.

"Sok tahu, deh," cibir Milky.

"Beneran. Duluan, kan, Belva mau dijodohin sama sepupu gue. Tapi dia bilang nggak usah. Katanya masih pengin sendiri. Eh, tahunya sendiri bareng lo."

Milky menyikut perut Edibel sampai laki-laki itu tertawa. "Apaan, sih, lo. Gila-gilanya aja."

"Yuhuuuu! Milky punya om-om. Pantes udah nggak gamonin Sunday. Ternyata oh ternyata ayangnya lebih gemesinnnnn!" celetuk Duda.

"Temenan doang. Udah, berisik, deh," sanggah Milky.

"Temenan usap-usap kepala, cium-ciuman, tuh, tipe temenan macam apa?" Duda meledek dengan menaik-turunkan alisnya. Melihat Milky melotot dia menambahkan, "Ya, gimana, dong ... temenan, tuh, nggak bakal begitu. Gue sama Edibel aja nggak cium-ci...."

Milky langsung membekap mulut Duda, menghentikan kalimat selanjutnya yang akan keluar. Sialan. Ternyata Duda melihat dia berciuman dengan Belva sebagai pamitan singkat. Kenapa pula Milky harus memberi ciuman dulu sebelum keluar mobil?

Meskipun tidak mendengar cerita Duda secara rinci, para anggota judo paham dan berpura-pura tidak mengerti. Namun, mereka menyiratkan dengan senyam-senyum meledek.

"Gue mau tumpengan dulu, ah. Soalnya ada yang bikin Milky nurut dan diem macam gadis manis. Biasanya ngereog mulu," ujar Sangkara jahil.

"Iya, lho. Milky diusap-usap, hati gue yang gemeter. Gileeeee ... Belva pakai ilmu apa bisa jinakin Milkita?" timpal Edibel.

Milky mengabaikan. Melihat ada sepatu menganggur––yang mana sepatunya Expandra dan Wilmar––dia melempar ke arah Sangkara dan Edibel secara bertubi-tubi. Kedua orang itu menghindar dan tetap tertawa meledek.

Sebenarnya Milky tidak suka kepalanya diusap-usap saat di depan umum. Itu bukan hanya membuat dia tampak patuh, tapi terlihat malu-malu berkat tindakan itu. Dia jadi kelihatan seperti anak manis. Kenapa juga Belva harus membuatnya bersikap manis di depan yang lain? Ugh!

☕☕☕

Setibanya di Singapura, Milky harus menghadapi lika-liku tingkah sang nenek. Sebenarnya tidak merepotkan dirinya melainkan Belva. Baru juga sampai di rumah keluarga Atmaja, Oma Aya sudah memaksa pergi jalan-jalan malam di sekitar patung Marlion. Jalan-jalan ini hanya untuk mengajak Milky dan Belva. Yang lain dilarang ikut.

Sepanjang jalan begitu tiba di tempat tujuan, Oma Aya selalu tuntunan dengan Belva sambil menyuruh ini dan itu seperti menyuruh cucu sendiri. Milky sudah gatal ingin protes. Sebab, Milky tidak enak dengan Belva.

"Oma, kenapa nggak jalan besok aja, sih? Angin malam lebih bahaya tahu. Kalau Oma masuk angin, aku diomelin sama Papa," protes Milky akhirnya setelah cukup lama diam.

"Maksudnya kamu yang masuk angin? Kamu pernah masuk angin gara-gara jalan malam gini. Yang lemah, tuh, kamu bukan Oma," sahut Oma Aya santai.

"Tenang aja. Oma nggak akan masuk angin, kok, Milk. Kan, saya halangin anginnya," sambung Belva mengajak bercanda.

Bukan menghalangi, Belva sudah memakaikan Oma Aya jaket yang sengaja dibawa Belva supaya Oma Aya tidak kedinginan. Milky tahu itu karena jaketnya dipakai Oma Aya sejak mereka jalan-jalan. Belva sendiri cuma pakai kaus polos tipis berwarna hitam. Milky sudah pakai jaket sebelum berangkat––itu pun karena Belva membawakan jaket untuknya.

"Dikira kamu siapa bisa halangin angin?" cibir Oma Aya jutek.

Milky menyela, "Ketawa, kek, Oma. Belva lagi ajak bercanda tahu. Judes banget."

Oma Aya mengabaikan Milky. Yang jadi perhatian Oma sekarang saat Belva meminta maaf dan bilang permisi untuk menyeka sisa es krim yang mengenai tangan.

"Nih, Oma udah nggak mau lagi. Buang aja es krimnya," suruh Oma Aya.

"Oke, sebentar, Oma. Saya buang dulu, ya." Belva mengambil alih es krim di tangan Oma Aya, lantas berjalan menuju tempat sampah untuk membuang sisanya.

Oma Aya menyenggol Milky. "Tuh, lihat. Pacarmu super ramah makanya perempuan suka. Dia murah senyum."

Milky memperhatikan Belva dari tempatnya berdiri. Di depan sana ada seorang perempuan menghampiri Belva. Entah apa yang dibahas, seperti kata neneknya, Belva memamerkan senyum.

"Aduh, capek hati nanti kamu. Oma aja capek."

Lagi pula kenapa harus capek? Mereka bukan pasangan. Tidak mau mengakui yang sebenarnya, Milky menanggapi santai. "Biarin aja, Oma. Paling nanya arah dan Belva cuma nanggapin aja."

"Kamu percaya sama Belva nggak punya selingkuhan?"

"Percaya sama Tuhan, bukan Belva. Udah, ah. Oma. Bilang aja Oma cemburu, nggak pengin calonnya Milky diambil orang," ucap Milky, yang kemudian segera jalan duluan.

"Itu cucu, ya ... ngeselin banget," gerutu Oma Aya.

"Oma," panggil Belva dari jauh. "Milky mau ke mana, Oma?" tanyanya setelah berada di samping Oma Aya.

"Ngambek lihat kamu ladenin perempuan sambil senyum," ucap Oma berbohong.

"Tadi ada yang nanya arah, Oma. Jadi saya jelasin."

"Alasan. Laki-laki mah gitu. Meladeni orang aja."

Oma Aya menyusul Milky dari belakang. Belva garuk-garuk kepala bingung. Sebelum diomeli, Belva memilih mengejar Oma Aya dan Milky. Langkah cepat Belva berhasil menyamai langkah Oma Aya. Akan tetapi, Milky tidak melambat.

"Oma capek. Kaki sakit," keluh Oma Aya.

Tanpa banyak tanya, Belva berjongkok di depan Oma Aya. Dia menepuk punggungnya. "Biar saya gendong, Oma. Naik aja ke punggung kokoh ini."

Oma Aya berdecak. "Kamu pikir lagi syuting drama Korea, ya? Oma nggak percaya kamu. Nanti dilempar ke laut."

Belva tertawa kecil. "Nggak mungkin, Oma. Buat apa saya melakukan hal gila itu? Saya sayang sama Oma makanya mau gendong. Tenang aja, saya kuat gendong Oma."

"Awas kamu, ya, lempar Oma."

"Nggak, Oma, nggak. Jangan khawatir."

Oma Aya naik ke atas punggung Belva, memeluk leher dengan kuat seakan mencekik. Belva terbatuk-batuk, yang kemudian Oma Aya segera melonggarkan pelukan. Sementara itu, di depan sana, Milky berhenti dan menoleh ke belakang. Milky menyipitkan matanya mendapati Belva menggendong sang nenek.

"Oma ngapain digendong, sih? Bukan anak kecil lagi juga," protes Milky.

"Capek. Memangnya kamu gendong Oma?" sahut Oma Aya.

Milky geleng-geleng kepala. "Kasihan, tuh, Belva. Berat tahu."

"Biarin aja. Biar dia kuat gendong kamu." Oma Aya menyandarkan kepala pada pundak Belva, mulai memejamkan mata untuk istirahat.

Tanpa Oma perlu melakukan itu, Belva kuat menggendong Milky. Bukan cuma dari melihat tubuh berotot Belva saja melainkan sudah sering dipraktekan secara langsung.

"Kenapa kamu jalan cepet-cepet? Nanti diambil orang," tanya Belva.

"Lama, sih. Kaki saya sakit," jawab Milky mulai bete. Bukan bete sama Belva melainkan bete gara-gara jalan terlalu lama. Dia paling malas jalan jauh-jauh.

Belva menurunkan pandangan seraya berhenti melangkah. Dia melihat kaki Milky tampak tidak nyaman memakai sepatu kets. Belva melepas sandalnya. "Kamu pakai sandal saya aja. Biar saya pakai sepatu kamu."

"Mana muat, sih, Mas. Yang ada kaki kamu nggak ketampung."

"Nggak apa-apa. Ayo, tukeran. Biar kaki kamu lebih nyaman."

Belva memasang senyum terus membujuk Milky. Meski awalnya menolak, Milky akhirnya melepas sepatu kets dan bertukar dengan sandal Belva. Saat Milky nyaman memakai sandal, Belva tampak kerepotan gara-gara sepatu ketsnya tidak masuk sepenuhnya.

"Tahan sebentar lagi, ya. Kamu pasti udah bosan jalan. Sabar, ya," ajak Belva lembut.

Milky mengangguk pelan. Entah wajahnya sudah menunjukkan secara terang-terangan dia mulai bete atau Belva pintar membaca situasi.

"Yuk, yuk, semangat. Jalannya sedikit, kok. Jangan cemberut terus, malu sama rembulan yang lagi bersinar." Belva mencoba menyemangati. Milky tetap saja cemberut meski sempat memukul lengannya gara-gara bahas rembulan.

Akhirnya Milky berpegangan pada lengan Belva. Biar saja Belva kerepotan, Milky cuma tidak mau sendirian seperti orang ketiga. Belva sendiri terus melempar senyum sepanjang jalan menemani Milky. Diam-diam Oma Aya menarik senyum mendengar interaksi keduanya.

☕️☕️☕️

Jangan lupa vote dan komen kalian🤗❤️

Follow IG: anothermissjo

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top