⊱┊6. Satu Tatap
Takdir seorang perempuan yang dilahirkan dari keluarga kerajaan hanyalah untuk dinikahkan. Tidak ada namanya perempuan yang menjadi penguasa, pengatur pemerintahan, jenderal perang, dan pemimpin klan. Mereka ditakdirkan hanya untuk menjadi pendamping, penjaga keseimbangan, dan alat. Kejam? Memang, tapi itulah kenyataannya.
Zenin Mio harus menelan takdir itu dengan hati lapang. Ia adalah seorang putri yang sebentar lagi akan ditunangkan oleh pangeran kerajaan Hokusei. Perluasan kekuasaan berkedok perjodohan. Apakah Mio menentang takdirnya? Tidak. Ia anggap semua kemalangannya sebagai sebuah tantangan. Ambisinya untuk menjadi putri terbaik kerajaan membuat ia dapat hidup dengan tegak.
Mio menerima takdirnya. Gadis cantik itu melakukan semua kewajibannya sebagai tuan putri dengan sangat baik. Entah itu kursus menjahit, memasak, melukis, belajar sejarah, medis, menari, dan masih banyak lagi keahlian yang ia pelajari agar pantas mendapat gelar putri yang sempurna.
Mio tak merasa terbebani dengan itu semua. Ia justru menikmati kehidupannya sebagai putri yang kata orang-orang hanyalah hiasan kerajaan. Mio akan enyahkan ungkapan itu dan menggantikannya menjadi permata kerajaan. Permata yang didamba dan dielu-elukan. Permata tertinggi yang hanya orang-orang beruntung mendapatkannya.
Dan orang beruntung itu adalah Gojou Satoru.
Tidak, sebenarnya Mio ragu siapa yang sesungguhnya paling beruntung? Apakah dirinya beruntung mendapatkan Pangeran Satoru mengingat nama Pangeran Satoru sudah bagaikan butiran emas di telinga masyarakat.
Pangeran yang baik hati, pangeran yang mencintai rakyatnya, pangeran yang menawan...
Ini adalah pertemuan pertama namun Mio sudah terpaku pada iris biru langit yang memesona itu. Surai seputih salju yang mengingatkannya akan musim dingin. Kimono biru tua yang sangat serasi dengan perawakan tinggi sang pangeran. Kagum, Mio akui ia kagum dengan visual sang calon tunangan. Surat-surat yang para bangsawan tulis itu benar. Pangeran Satoru memiliki visual yang mengagumkan.
"Selamat siang hime-sama, aku Satoru, calon suamimu."
Suara itu bagaikan mantra di telinga Mio, mampu menyedot perhatiannya. Gojou Satoru adalah tantangan baru untuknya. Mio harus mempersiapkan diri untuk menghadapi Satoru. Terlebih lagi bahwa saat ini Satoru masih menampakkan identitas pangerannya. Mio kembali teringat pertemuannya dengan Maki, putri dari jenderal Ogi.
"Satoru? Kau ingin bertemu denganku karena hanya ingin mengetahui tentang Satoru? Bukankah kau sudah mengetahuinya? Untuk apa bertanya padaku?"
"Aku ingin bertanya tentang tabiat aslinya. Kau pernah satu perguruan yang sama dengannya, kan? Oleh karena itu, kau pasti tahu tabiat aslinya. Selama ini aku hanya mendengar yang baik-baik."
Maki yang mendengar itu hanya mengangguk-angguk. "Bukankah akan lebih bagus jika kau mengetahuinya sendiri?" seringai Maki karena ia tahu bahwa sang tuan putri memiliki sifat yang ambisius. Hal itu sudah menjadi rahasia umum kalangan istana.
"Ya, aku tahu. Tapi, aku hanya ingin mempersiapkan diri," kilah Mio.
"Hime-sama, sebaiknya Anda mengetahuinya sendiri karena ini menyangkut dengan pernikahan Anda. Saya pribadi tak ingin ikut campur. Tapi, saya hanya akan memberitahu dua hal tentang Pangeran Satoru. Ia sosok yang unik walau menyebalkan. Semoga jawaban saya bisa memuaskan Anda."
Tidak, Mio justru tidak puas dengan jawaban Maki kemarin. Uniknya bagaimana? Apakah menyebalkannya sangatlah parah? Tidak ada jawaban. Mio memang harus menggalinya sendiri.
****************
Hari ini Satoru mengunjungi Kerajaan Hokuto karena ingin bertemu dengan calon istrinya untuk pertama kali. Setelah formalitas berbincang dengan kaisar alias calon ayah mertua, akhirnya ia pun mendapat kesempatan untuk menemui sang putri.
Sesuai dugaannya, Putri Mio sangatlah cantik dan anggun. Balutan kimono berwarna merah serta rambut yang digelung. Tatapannya begitu lucu saat ia datang. Kini keduanya sedang berbincang di pondok taman kerajaan sambil menyesap teh hijau.
"Bermimpi apa semalam, hime-sama?"
Mio seketika menoleh. Raut kebingungan sangat jelas di wajahnya. "Maksudnya?"
"Semalam saat tidur, apakah tuan putri bermimpi? Kalau iya, Anda memimpikan apa?" ulang Satoru sambil menyesap tehnya kembali.
Mio mengernyit. Heran. Itu adalah pertanyaan teraneh untuk seukuran dua orang yang baru pertama kali bertemu. "Pertanyaan Anda ... sangat tak terduga."
Satoru hanya terkekeh,"Ya, itulah aku, selalu penuh kejutan."
Mio hanya mengangkat alis. Kini gadis itu sudah menangkap maksud kalimat dari Maki.
'Rasa terlalu percaya dirinya apakah dianggap sebagai hal menyebalkan?'
Mio berpikir sejenak sebelum menjawab,"Semalam ... aku tak bermimpi apa-apa."
"Yah, sayang sekali," kecewa Satoru.
"Memangnya semalam Anda bermimpi apa?" Mio bertanya balik sambil menoleh ke arah Satoru.
"Aku? Aku bermimpi menaiki kuda terbang lalu berhasil menyentuh bulan," jawab Satoru enteng. Mendengar itu Mio sontak melepas tawa. Sangat-sangat tak menyangka akan jawaban dari pangeran.
Melihat Mio yang tertawa anggun, Satoru terpana. Kemudian ia pun menyunggingkan senyum.
"Astaga, mimpi Anda aneh sekali."
"Bukan aneh hime, itu namanya mimpi bertajuk dongeng. Dongeng, kan, selalu dipenuhi hal tak masuk akal."
Mio hanya mengangguk-angguk supaya Satoru puas. Benar kata Maki, Satoru adalah sosok yang unik.
"Ini adalah pertemuan pertama kita. Ada hal-hal yang ingin kusampaikan sebelum pesta pernikahan kita tiba."
Mendengar nada bicara Satoru yang serius membuat Mio kembali meletakkan cangkirnya. Ia siap menyimak dengan sepenuh hati. Satoru yang melihat perubahan raut wajah Mio langsung saja mengumbar senyum kecil."Kau bisa minum dahulu, hime. Aku akan berbicara setelah kau minum."
"Eh?"
Entah kenapa Mio malu untuk tanpa alasan. Gadis itu sedikit kikuk karena bingung menanggapi. Akhirnya ia pun menuruti saja perkataan Satoru. Hal itu membuat Satoru menahan gemas.
"Hime-sama, bagaimana perasaanmu dengan perjodohan ini?"
Mio mengerjap. Tak menyangka jika Satoru akan menanyakan hal ini.
"Senang karena perjodohan kita akan membawa perdamaian dan kestabilan pemerintahan," Mio menjawab dengan tegas dan sesuai kenyataan yang ada.
Satoru kini menatapnya dengan tatapan sulit diartikan. "Jadi, kau menganggap perjodohan kita ini hanyalah alat perdamaian?"
"Bukankah kenyataannya memang begitu?"
Satoru tak menjawab lagi. Ia kini menyesap tehnya. Mio sendiri terdiam sambil menatap lekat-lekat wajah sang calon suami. Menerka-nerka apa maksud dibalik pertanyaan-pertanyaannya ini.
"Aku sendiri tak ingin menganggap pernikahan kita nanti hanyalah alat perdamaian semata."
Mio mengernyit, ia tak paham.
"Aku ingin pernikahan kita nanti memang atas dasar saling mencintai."
Mio semakin tak paham.
"Ayo berlomba untuk membuat jatuh cinta sama lain!"
"Hah?"
Kini Mio menatap penuh kebingungan ke arah Satoru yang sedang tersenyum lebar kepadanya. Sang gadis sungguhan bingung dengan perkataan Satoru.
"Maksudnya?"
Satoru makin melebarkan senyumannya sambil tertawa menggoda,"Iya, aku akan berusaha membuatmu jatuh cinta padaku. Begitu pula sebaliknya. Kau berusaha membuatku jatuh cinta padamu sampai hari pernikahan kita tiba."
"Kalau gagal? Kalau salah satu dari kita tidak berhasil membuat salah satu pihak jatuh cinta, bagaimana?" celetuk Mio. Sungguh ia langsung berceletuk seperti itu karena spontan saja setelah mendengar penjelasan Satoru.
"Ya sudah, batalkan saja perjodohannya."
Mio langsung melotot kaget. "Apa maksud Anda, ouji-sama?!"
"Anggap saja ini tantangan. Kudengar putri Hokuto ini suka sekali tantangan. Bagaimana? Mau menerima tantangan baru ini?"
Seringaian Satoru membuat Mio tak bisa berkata-kata apa-apa. Pria muda di depannya ini sungguh tak bisa ditebak. Ia tak menyangka jika pertemuan pertama mereka akan berakhir dengan penawaran kesepakatan yang aneh, tapi sangat beresiko. Pembatalan perjodohan? Yang benar saja! Hal itu akan menimbulkan konflik kedua kerajaan. Mio tidak ingin terjadi perang! Ada apa dengan isi pikiran calon suaminya ini?!
"... baiklah. Tantangan aku terima. Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku, Yang Mulia Satoru," putus Mio tegas sambil menatap Satoru lekat-lekat. Sang pria hanya tersenyum kemenangan saat mendengarnya.
Tantangan baru telah diterima
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top