⊱┊18. Danau Purnama
"Pangeran Gojou sedang berbincang dengan Yang Mulia Kaisar dan hakim kerajaan terkait kasus klan Ryomen."
Mio mengernyit. Ia tak menanggapi apa-apa, hanya menyuruh pelayan tadi pergi dari hadapannya. Ia tak memiliki prasangka. Hanya saja sedikit heran mengapa Ayahnya melibatkan Pangeran Satoru tentang urusan internal kerajaan. Cukup mengejutkan mengingat harga diri ayahnya itu begitu tinggi. Mio pikir ayahnya hanya akan bercerita saja pada Pangeran Satoru. Tidak sampai melibatkannya.
Padahal hari ini ia berencana untuk bertemu lagi dengan Pangeran Satoru. Sejak kejadian kemarin, Mio jadi merasakan hal aneh pada Satoru. Perasaan selalu ingin bertemu. Sebenarnya pun Mio tak memiliki rencana apa-apa jika ia bertemu lagi dengan Satoru hari ini. Paling hanya berbincang santai guna mengorek informasi pribadi demi kehidupan pernikahannya nanti. Seperti hal-hal yang disukai dan tidak disukai. Itu pun jika Pangeran Satoru tidak memiliki rencana tersendiri.
Masih ada waktu lain jika ingin berbincang. Toh, Pangeran Satoru di sini ingin mendekatkan diri pada klan Zenin. Bukan hanya Mio. Ia harus memaklumi. Masih ada nanti maupun esok.
********
"Yang Mulia, tadi Mio-hime sama mencari Anda."
Satoru menaikkan alisnya kala mendengar itu. Entah mengapa rasa lelahnya menguap seketika setelah mendengar kabar tersebut dari Suguru.
"Dia ingin menemuiku karena apa?"
"Tidak tahu. Hime-sama tidak bilang apa-apa lagi setelah aku mengabarinya demikian."
Satoru hanya mengangguk-angguk kemudian menghela napas. Sayang sekali ia tidak mengetahui alasan Mio yang ingin menemuinya. Tapi, tidak apa. Ia pasti akan berbicara lagi dengan Mio karena ia mendapatkan misi dari Yang Mulia Kaisar untuk menangkap pelaku asli yang menjebak Tuan Ryomen.
Satoru paham sekali bahwa Yang Mulia Kaisar Zenin ingin menguji kemampuannya. Pangeran itu sudah mengetahui tabiat asli Yang Mulia Kaisar yang tidak suka urusan internal kerajaan dicampuri oleh pihak eksternal. Berkat Suguru yang berhasil mengorek informasi pribadi keluarga calon istrinya, Satoru jadi bisa membaca perilaku dan tindak-tanduk keluarga Zenin agar ia bisa menanggapinya dengan tepat.
Mungkin dalam beberapa hari ke depan ia tidak bisa bertemu dengan Mio. Dan bisa saja hanya ada kesempatan satu kali bertemu mengingat durasi ia menginap di sini sebentar lagi habis.
********
"Satoru-sama pergi diutus Yang Mulia Kaisar untuk melaksanakan misi."
"Sejak kapan perginya?"
"Dini hari tadi."
Mio terdiam. Ia sedikit terkejut karena mengetahui fakta bahwa ayahnya akan bertindak sejauh ini untuk mengetes Satoru. Tapi, Mio tak bisa berbuat banyak. Kadang pola pikir ayahnya memang susah ditebak.
Mio berspekulasi jika misi yang diemban Satoru pasti membutuhkan waktu lebih dari tiga hari. Mio tahu misi apa yang diemban Satoru, pasti berkaitan dengan kasus klan Ryomen. Jika misinya menangkap pelaku asli dibalik penangkapan Tuan Ryomen, maka pastilah akan sulit karena sekelas Tuan Ryomen saja dijebak seperti ini.
Walaupun begitu, entah kenapa Mio percaya jika Satoru mampu melakukannya. Ya, memang karena Satoru adalah seorang pangeran berkemampuan mumpuni, makanya ia harus percaya.
Semoga ia kembali dengan selamat.
.
.
.
.
Satoru terengah-engah. Kakinya terluka akibat terpleset saat berlari tadi. Tapi, masih bisa ia obati. Ia baru saja dikejar oleh penjaga gudang. Pengintaiannya hampir ketahuan. Ini adalah hari ketiga setelah misi diberikan. Namun, Satoru sudah melihat benang merah kasus ini dengan jelas. Ryomen Sukuna dikhianati oleh bawahannya sendiri. Barusan ia mengintai di sebuah gudang bekas pabrik gula. Dari hasil penyelidikannya, gudang tersebut menyimpan stempel-stempel klan Sukuna yang berhasil ditiru. Menyalahgunakan nama klan.
Satoru tadi mengintai untuk mencari tahu siapa dalang asli dibalik penjebakan klan Ryomen. Yang barusan ia intai hanyalah bawahan-bawahan terendah klan Ryomen dahulu. Ia harus menangkap ikan paling besar. Ikan-ikan kecil akan ia awasi sebagai umpan.
Hutan semakin gelap seiring malam menjelang. Satoru harus menyalakan obor segera. Tanpa aba-aba, tiba-tiba saja ia teringat sosok Mio yang menaiki kuda. Muncul begitu saja di dalam kepalanya tanpa peringatan. Mio dengan rambut hitamnya yang tergerai. Jepit rambut. Satoru jadi teringat lagi soal jepit rambut milik Mio yang patah akibat tembakan anak panahnya beberapa waktu lalu saat Mio menguji kemampuan memanahnya.
Setelah misi ini selesai, ia akan membelikan Mio jepit rambut yang baru sebagai ganti rugi. Satoru menanamkan hal itu di dalam kepalanya baik-baik.
**********
Hari kelima semenjak Satoru pergi menjalankan misi. Selama itu pula Mio menjadi bingung hendak menjalani harinya. Tidak, daripada disebut bingung, ia terlihat tidak bergairah melakukan apapun. Setiap ia ingin melakukan sesuatu, pasti pikirannya teringat akan Pangeran Satoru. Mengkhawatirkan keberadaannya. Apakah ia mengalami kesulitan saat misi? Apakah ia mengalami luka? Hal-hal itu terus memenuhi pikirannya sehingga membuatnya tidak fokus.
"Hime-sama sepertinya memang sudah jatuh cinta pada Ouji-sama."
Mio menoleh kepada dayang setianya setelah ia menceritakan isi hatinya. "Kenapa kau bisa berkata demikian?"
Dayang itu pun menguarkan senyuman keibuan. "Saat jauh dari Pangeran Satoru seperti ini, apa yang Anda rasakan?"
Mio mengerjap lalu menjawab tanpa ragu,"Ko...song?"
"Lalu saat bersama Pangeran Satoru kemarin, apa yang Anda rasakan?"
Mio pun teringat kembali akan dirinya yang tertawa lepas saat Satoru berhasil menembakkan anak panah ke jepit rambutnya agar terlepas. Ia tertawa karena kagum akan kehebatan Satoru.
"Aku merasa senang dan ... nyaman."
"Itu namanya jatuh cinta, hime-sama. Merasa sedih saat orang tersebut pergi, tapi sangat senang begitu orang itu kembali bersama kita. Itu namanya cinta."
Mio terdiam. Ia tidak berkomentar apa-apa lagi. Ia tercenung mencerna perkataan dayangnya. Otaknya yang terbiasa memikirkan hal-hal ke depan itu mulai berspekulasi akan dampak perasaannya ini.
Jika ia memang jatuh cinta pada Satoru lalu menikah nanti. Kemudian akan sering bertemu dan menjadi bagian kesehariannya, apakah perasaan itu akan tetap utuh seperti sekarang ini? Perasaan tertarik karena sosok Satoru yang asing. Setelah menikah nanti, Satoru akan menjadi bagian dari hidupnya selayaknya pakaian. Apakah perasaan tertarik itu tetap akan ada walau waktu telah dilewati bersama?
.
.
.
.
Sudah hari keenam dan Satoru belum menyelesaikan misinya. Sepertinya memang sesulit itu misinya. Padahal dua hari lagi Satoru harus pulang kembali ke kerajaannya. Tradisi tetaplah harus dipegang, calon suami hanya boleh menetap di rumah calon mempelai hanya sampai dua minggu sebelum hari pernikahan tiba.
Sebulan lagi akan diadakan perjamuan perjodohan. Sebulan setelahnya barulah digelar acara pernikahan. Itu artinya dua bulan lagi ia bisa bertemu dengan Satoru lagi. Lama, sedangkan Mio punya banyak hal untuk dibicarakan dengan Satoru sebelum pernikahan. Soal perasaan masing-masing contohnya.
TOK! TOK!
Mio tersentak kaget saat shoji kamarnya yang menghadap taman diketuk dari luar. Dari dalam tampak bayangan sosok laki-laki di luar. Mio yang sedari tadi hanya berbaring sambil berusaha terlelap pun bangkit. Memberanikan diri untuk membuka shoji.
"Satoru-sama?!"
"Ssstt, jangan keras-keras."
Mio spontan menutup mulutnya saat Satoru menyuruhnya demikian. Satoru hanya terkekeh kecil saat melihat betapa menurutnya Mio. Belum sempat Mio memborbardir pertanyaan, Satoru sudah memotongnya duluan.
"Aku ingin membawamu ke sebuah tempat. Ayo!"
Mio mengembuskan napas pelan. Sepertinya percuma jika ia menegur Satoru yang nekat memasuki area kamar Tuan Putri lalu mengajaknya kabur tengah malam diam-diam. Tak terduga.
Pasrah, Mio pun menerima ajakan Satoru. Mereka mengendap-endap, menghindari pasukan yang berjaga malam. Setelah berhasil lolos dari pasukan penjaga, Satoru mengajaknya menuju pintu belakang istana. Pintu itu sudah tak terpakai sehingga tak ada penjagaan. Mereka berhasil keluar dari istana.
Selama perjalanan menelusuri hutan belakang istana, Mio menatap sosok Satoru yang saat ini mengenakan pakaian prajurit pengintai. Bahkan tas anak panah masih bergantung di punggungnya. Sepertinya Satoru buru-buru menghampirinya sehingga tak sempat berganti pakaian.
"Aku menemukan danau yang indah di sini," tukas Satoru sambil menyibak semak-semak tebal yang menghalangi langkah mereka. Tak lama kemudian, mereka tiba di danau yang dimaksud Satoru.
Danau yang luas dengan pepohonan sedikit di tepiannya sehingga sekitar hanya tampak padang rumput. Kebetulan sinar rembulan malam ini sangatlah terang. Bulan purnama penuh sehingga bayangannya memantul di permukaan danau. Mio hanya bisa mengerjap kagum.
Mereka duduk di bawah salah satu pohon yang menghadap ke danau. Keduanya membisu sebentar untuk menikmati keindahan danau yang memantulkan bayangan bulan purnama.
"Bagaimana misinya? Berjalan lancar?"
"Tentu saja lancar. Aku berhasil menangkap pelaku aslinya. Sisanya kuserahkan pada pengadilan."
Mio hanya mengangguk-angguk setelah mendengar jawaban bangga Satoru.
"Bagaimana denganmu selama beberapa hari ini?"
"Biasa saja."
"Kau merindukanku?"
"H-hah? Tidak!"
Satoru tertawa lepas dan Mio hanya berkedut kesal. Keduanya pun terdiam sambil menatap danau. Hening, hanya ada serangga-serangga malam yang berpaduan suara. Kepala Mio sangat berisik saat ini. Ia ingin menanyakan banyak hal namun entah mengapa lidahnya kelu. Enggan untuk mengeluarkan isi pikirannya.
"Bulannya ... cantik, ya?"
Mio terkesiap saat mendengar Satoru yang tiba-tiba berceletuk demikian. Ia pun menoleh ke Satoru yang kini menatapnya. Iris yang berwarna biru itu berkilau indah lantaran terkena sinar rembulan. Birunya mengingatkan Mio akan langit musim panas. Kalimat yang diuarkan Satoru barusan Mio sangat mengenalnya. Kalimat tersebut ada di penggalan novel romansa yang pernah dibaca Mio. Kalimat yang bertujuan untuk mengungkapkan perasaan kepada orang yang dicintai.
"Ya ... bulannya cantik."
Barangkali Mio harus mengurangi kebiasaannya untuk memikirkan hal-hal rumit. Ada beberapa hal yang tidak bisa dijelaskan dan tidak bisa dijawab seperti pertanyaan-pertanyaan Mio soal perasaannya terhadap Satoru. Hal-hal tersebut hanya bisa ia terima lalu menjalaninya. Dengan begitu ia akan paham sendiri rasanya.
Satoru
Selama berjalannya waktu, ia pasti akan paham sendiri sosoknya itu.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top