B. Dibuang Sayang
Hai Assalamualaikum,
Masih ada yang simpan cerita ini???
Alhamdulillah, sebelumnya aku mau bilang, terima kasih yang sebesar-besarnya untuk teman-teman yang sudah pesan. Ada yang sudah pluk, ada juga yang belum (sabar ya, karena barangnya masih dalam proses pengiriman ke reseller² kesayangan kalian semuanya.)
Nah buat yang sudah peluk pasti sudah tahu kan siapa yang akhirnya memenangkan hati Orin dan lagi paati kalian sudah kenalan dong ya dengan Starla Willona dan Steorra Ceilo?? Siapa mereka? 😍😍😍
Madinah, 25 Januari 2023.
Punggung kokoh itu masih tetap sama terlihat. Rasa syukur tiada henti terucap dari bibir mungil Orin kala dia telah sampai di kota Rasulullah diwafatkan oleh Allah. Pagi ini, bersamanya merengek untuk bisa digendong. Bocah laki-laki yang mirip sekali dengan laki-laki yang berdiri kokoh di depannya.
"Beibh, help me." Orin menggandeng tangan Starla untuk berjalan cepat menuju Masjid Nabawi.
"Okay, come, anak Daddy masih mengantuk?"
Senyuman Ceilo mengalihkan pandangan Orin. Dia harus menitipkan bekal Ceilo kepada daddy-nya.
"Beibh, di termos ini hanya untuk air panas. Nanti kalau Ceilo minta susu, dicampur dengan zam-zam saja."
Sampai di depan pintu wanita, Orin berpisah dengan putra dan suaminya. Mereka memang belum bertemu dengan orang tua karena baru mendarat di Prince Mohammed bin Abdulaziz tiga jam yang lalu. Dia bahkan belum sempat beristirahat ketika sampai di hotel azan pertama untuk salat malam telah dikumandangkan. Achmad meminta Orin untuk segera bersiap, dia tidak ingin kehilangan momentum yang pas untuk melakukan sujud syukur atas nikmat yang telah mereka terima hingga hari ini.
Rencananya, setelah salat Subuh Orin akan menemui keluarganya di depan pintu utama dekat tugu jam burung.
Perjuangan menahan kantuk dan lelah yang luar biasa setelah dua kali transit di Abudhabi dan Muschat. Namun, semuanya seakan luruh ketika melihat senyum bahagia seluruh keluarganya berkumpul. Mereka sedang memandang Jefina yang asyik memberi makan burung merpati yang mulai menggerombol di dekat tugu jam.
"Jefi--" Suara lantang Starla mengalihkan pandangan keluarganya. Ceilo tidak kalah ambil bagian. Dia mengikuti langkah kakaknya untuk berlari mendekati Jefina berdiri.
"Masyaallah, anak Umi. Kamu sehat, Rin?"
"Alhamdulillah, Orin, anak-anak juga Mas Achmad sehat semuanya Umi."
"Abi--" Orin berpindah tempat setelah puas memeluk sang ibu.
Ayah yang selalu memberikan tempat ternyaman. Meski Orin telah melahirkan dua putra tapi pelukannya tidak peenah berubah. Dia tetap seorang ayah yang akan selalu dirindukan anak-anaknya.
"Abi nggak boleh melanggar pantangan dietnya ya. Supaya bisa membersamai cucu-cucu Abi hingga dewasa nanti." Orin mencium tangan Abi Maheer dan memeluk sama eratnya seperti yang dia lakukan kepada Umi Nur.
"Starla, Ceilo, salim dulu, Nak, dengan Jaddi dan Jadduma." Achmad memanggil kedua putra mereka.
Ada haru yang menyelimuti meski tak tersampai tapi semuanya mengerti bahwa rindu yang terhubung karena pertalian darah di antara mereka tidak akan pernah terganti. Apalagi saat Orin memeluk Dewi dengan erat.
"Maafkan aku, Orin," bisik Dewi.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan. Sekarang yang harus kita lakukan adalah mendidik Jefi, Starla dan Ceilo dengan penuh cinta tanpa harus merasa terkalahkan. Semuanya sama," jawab Orin.
Semuanya berbaur. Abi Maheer mengajak semuanya kembali ke hotel. Orin dan keluarganya juga butuh beristirahat. Meski rasanya belum cukup untuk memeluk tapi dia percaya bahwa tidak salah menyerahkan putrinya kepada salah satu santri yang dia banggakan.
"Orin tidak pernah melawanmu kan, Mad?"
Senyuman Achmad tampak mengembang, mertuanya ini sedang ingin menguji jawabannya. Selama dia menikahi Orin, belum sekali pun istrinya melawan kecuali satu hal.
"Kalau Orin tidak melawan, Starla dan Ceilo tidak akan lahir ke dunia, Bi."
Tawa yang akhirnya menjadi penutup sebelum akhirnya Orin dan Achmad benar-benar menikmati istirahatnya. Starla dan Ceilo sudah terlelap dalam mimpi sementara Orin memilih untuk menghidu wangi tubuh suami yang berbaring di sampingnya.
"Boleh nggak sayang satu malam saja kita titipin mereka kepada Abi dan Umi."
"Maunya--" Orin mencibir. Dia paham benar apa yang menjadi maunya sang suami jika sudah memberikan kode seperti itu.
"Aku ingin tidur, tapi nggak bisa merem dari tadi. Padahal kamu malah terjaga lagi. Titip ke Abi dan Umi ya, setengah jam saja."
Orin tergelak. Ternyata dibalik sikap tegas suaminya, dia termasuk perayu yang sangat ulung. Menjelang Zuhur tiba, bukannya bersiap untuk segera mandi. Orin memilih merangsek ke pelukan suaminya, sampai suara Starla terdengar di telinganya.
"Ummah, kata Jaddi ke Madinah itu untuk memperbanyak doa, bukan malah bobok kelonan dengan Daddy." Ceilo yang sudah terjaga juga memilih berbaring di antara tubuh Achmad dan Orin.
"Daddy, menjauh. Aku mau peluk Ummah."
Embusan napas akhirnya menjadi ujung perjuangan Achmad bisa berbaring dengan nyaman di samping Orin. Sejak kehadiran Starla dan Ceilo, dia dan Orin harus pandai-pandai mencuri waktu di belakang mereka untuk bisa menikmati kebersaman berdua.
"Daddy belum tidur, Ceilo dari tadi."
"Iya, karena Daddy milih boboknya sama Ummah, coba tadi boboknya sama Starla dan Ceilo. Paati cepet merem."
Orin tersenyum melihat kehangatan keluarha kecilnya. Tidak terasa, putrinya sebentar lagi menginjak remaja. Rasanya tidak ada kata lain selain ucapan syukur alhamdulilahirobbilalamin, hidupnya benar-benar sempurna memiliki mereka.
Sampai bertemu di PO selanjutnya 😍😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top