07 💍 Iktikaf Lailatul Qodr
Riuh suasana pesta itu mulai terasa ingar bingar, meski malam telah merangkak menuju puncaknya pergantian hari. Di sebuah sudut The Century Bar masih lengkap personil sebuah bagian dari perusahaan terkemuka di Aussie yang sedang mengadakan farewell party untuk salah satu pegawai terbaik yang dipromosikan memegang kantor perwakilan di negara bagian Victoria.
"No, thanks, I have to go to Melbourne tomorrow morning and I have no alcohol percentage tolerance, it will be make me definitely drunk." Sebuah botol minuman ditolak keberadaannya oleh laki-laki yang disebut sebagai bos baru. Kedudukan yang paling diincar di Aussie karena memiliki gaji paling bombastis.
Matthew Oliver Achraf, berhasil mencapai kedudukan sesuai dengan cita-citanya. Sebagai teknisi sipil yang membawahi pengerjaan beberapa proyek penting juga tata letak kota yang langsung bekerja sama dengan pemerintah.
"Oz, come on, Guy. Just a bit for this farewell." Meski menolak Matthew tetap saja dicekoki satu snifter berisi vodka hingga membuatnya tersedak.
"You can't refuse, for our togetherness. Cheers." Satu buah snifter kembali menumpahkan isinya di mulut Matthew.
Tidak menunggu jam berganti, hanya hitungan menit berlalu. Kesadaran Matthew tidak lagi sempurna. Dia bahkan tidak tahu lagi apa yang dilakukan teman-temannya setelah memaksa menenggak vodka dua gelas snifter. Sampai seorang bartender membangunkannya ketika bar akan tutup dan meminta tagihan bill kepada Matthew.
Matthew menyerahkan dompetnya kepada bartender yang membantunya berdiri. Mengambil beberapa lembar audi yang ada di sana lalu mengembalikan kembali pada Matthew. Sedikit menyipitkan mata, Matthew tahu, tidak seorang pun dari temannya yang tersisa di dekatnya. Dia memang harus pulang malam ini untuk mempersiapkan perjalanan kepindahannya esok hari.
Mengendarai skuter, Matthew berusaha memusatkan kembali kesadarannya. Dia tahu ini sangat berbahaya, tapi tidak ada pilihan lain. Dia harus pulang sekarang.
Sementara di tempat yang berbeda, Orin sudah bersiap di sebuah taksi menuju ke Al Manshurin dari bandara. Hari ini dia terpaksa mengambil penerbangan terakhir dari Melbourne karena Orin harus menyelesaikan tugas kampusnya sebelum dia mengambil libur selama dya minggu untuk menikmati akhir Ramadan dan merayakan Idul Fitri di Sydney sesuai dengan pesan abinya. Padahal puasa di Melbourne itu sangat menyenangkan dengan paling pendeknya waktu berpuasa di seluruh dunia dibandingkan daerah yang lain.
Orin melihat sopir taksi yang akan mengantarkannya ke Punchbowl, usianya kurang lebih seperti Abi Maheer. Itu yang membuat Orin semakin rindu kepada abinya. Sayang, hari terbesar muslim tahun ini Orin memilih untuk menjauh sementara dan melipat rasa rindu itu dengan baik di dalam hati.
"Be careful, Sir. It's very late at night, don't let you sleepy."
Tujuh menit berlalu, Orin yang merasa sangat lelah hari ini mencoba untuk memijit pangkal hidungnya. Menyempurnakan kembali pasokan volume oksigen untuk menyeimbangkan fungsi otak. Sebelum terbang dari Tullamarine, Orin sudah mengirimkan pesan singkat kepada Ustazah Hanum jika dia akan tiba sangat larut karena harus menggunakan penerbangan terakhir ke Sydney.
Tidak ada keganjilan, taksi yang dikendarai Orin melaju dengan kecepatan maksimal di jalur yang tersedia karena jalanan cukup lengang di malam hari. Beberapa tampak beberapa kendaraan dari lawan arah yang juga berada di jalurnya. Sampai tiba-tiba dari arah berlawanan terlihat sorot lampu seakan menantang taksi yang ditumpangi Orin.
Sopir taksi berusaha untuk menghindari tetapi terlambat. Sepeda motor yang salah jalur itu lebih dulu menghantam sisi taksi hingga membuat taksi Orin oleng ke kiri lalu menghantam pembatas jalan dan terguling setelahnya. Sementara pengendara sepeda motor terlempar jauh dari motornya terjatuh.
Orin yang sedang memejamkan mata kala itu tidak tahu betul bagaimana kejadian kecelakaan itu bermula sampai dia merasakan hantaman keras yang membuat taksinya oleng dan beguling-guling di jalan raya.
"Allahuakbar, walillahilham." Kalimat terakhir yang sempat Orin ucapkan sebelum dia merasa sangat dekat dengan maut. Setelah itu dunianya terlihat pekat dan tak satu pun yang muncul dalam ingatannya.
Berita kecelakaan yang terjadi di Stoney Creek Rd, Bexley-jalan dari bandara Sydney ke Punchbowl menjadi berita utama di media online. Begitu cepatnya perkembangan teknologi sekarang memudahkan para pencari berita untuk mengunggah ke media secara real time.
Diberitakan seluruh korban selamat dengan luka parah yang bervariasi, satu di antara ketiga korban yang lukanya paling parah harus dirawat secara intensif di ICU.
Orin membuka matanya, semua badannya terasa sangat nyeri. Dia masih setengah sadar saat mengetahui sebuah cervical collar terpasang di lehernya. Beberapa perban juga terasa menempel di kulitnya.
"Alhamdulillah," suara lirih yang hampir tidak terdengar oleh siapa pun. Namun, tenyata Orin memang sendiri berada di ruangan serba putih yang Orin tahu ini adalah sebuah rumah sakit.
Orin mencoba memutar kembali ingatannya tentang kejadian yang menimpanya beberapa saat lalu. Mengingat tubuhnya yang terbentur banyak benda keras di dalam taksi saat mobil itu berguling, kepala Orin seketika langsung terasa nyeri.
Dua orang perawat yang datang bersamaan dengan rasa pusing di kepalanya berjalan dengan cepat mendekati Orin.
"Be patient, your wound is quite severe. Are you feeling dizzy now?" tanya satu di antaranya.
"What happened to me?" tanya Orin.
"The accident broke your leg. We provide cervical collar so that there is no significant problem in your head."
Orin menggigit bibirnya. Keresahan mulai menghinggapi hatinya. Bagaimana caranya mengabarkan kondisinya kepada orang tua di Indonesia. Sedangkan Orin tidak memiliki saudara di Sydney selain mengenal Ustaz Manshurin dan Ustazah Hanum sebagai keluarga seimannya.
"Can I not walk anymore?" Seorang perawat tersenyum di tengah keresahan Orin.
"It's not that bad, but you have to be patient. Your family has taken care of everything. The doctor has also given pain medication. You have to getting rest."
"Then, what about my taxi driver, is he safe?"
"You three are safe, God has saved you from death." Orin memejamkan mata mengucapkan syukur.
Mencoba menerima walau terasa berat. Ternyata menganggap sakit sebagai penggugur dosa itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Masih tetap muncul pertanyaan, 'mengapa harus aku ya Rabb?'
Ustaz Mashurin masuk ke kamar inap Orin bersama Ustazah Hanum. Keduanya sama memancarkan raut kekhawatiran. Setelah membaca berita yang dikabarkan melalui group komunikasi dengan ciri-ciri yang disebutkan, feeling Ustaz Mashurin tidak salah setelah mendatangi rumah sakit. Ternyata salah satu korban kecelakaan itu adalah Orinda Cyra, putri sahabatnya.
"Ustaz, tolong jangan beritahu orang tua saya di Indonesia. Saya takut abi khawatir dan malah sakit karena tidak bisa langsung terbang ke sini," kata Orin setelah mendengar semua biaya rumah sakit ditanggung oleh pihak asuransi. Karena taksi yang ditumpangi Orin memberikan fasilitas itu jika terjadi kecelakaan di jalan raya.
"Mbak Orin tidak perlu khawatir, kami di sini yang nanti akan mengurus semuanya sampai Mbak Orin sembuh dan dinyatakan boleh keluar dari rumah sakit," kata Ustaz Manshurin.
"Maaf Ustaz, kedatangan saya yang berniat untuk mengikuti iktikaf di Al-Manshurin justru merepotkan Ustaz dan Ustazah karena kecelakaan ini." Ustazah Hanum mengusap lengan Orin yang terbebas dari selang infus.
"Tidak ada manusia yang menginginkan mendapat musibah, Mbak Orin. Istigfar, insya Allah, ada hal baik dibalik peristiwa ini yang tidak kita ketahui apakah itu. Wallahualam bishawab."
Orin mencoba untuk memejamkan mata sepeninggal Ustaz Manshurin. Dia hanya tinggal berdua dengan Ustazah Hanum. Merenungkan keesokan hari harus berada di ruang operasi seperti yang dikatakan Ustaz Manshurin membuat perasaan was-was itu tidak menghilang justru semakin hadir hingga membuatnya sulit terlelap.
Suara murotal Al-Qur'an yang begitu mendayu melesak memenuhi ruang dengar Orinda Cyra ketika dia kembali membuka matanya. Pergerakan Orin membuat suara Ustazah Hanum terhenti.
"Mbak Orin butuh sesuatu?" Orin menggelengkan kepala tetapi tidak bisa.
"Minum?" tanya Ustazah Hanum lagi.
"Tidak Ustazah, murotal Ustazah sangat merdu, bolehkah saya juga ikut mendengarkan sehingga Allah melimpahkan pahala yang sama?"
"Masya Allah, tentu saja boleh. Tapi Mbak Orin harus beristirahat."
Orin tersenyum, meski tidak ada jawaban Ustazah Hanum menuruti permintaan Orin untuk membaca khalam-khalam Allah itu lebih dekat dengan tempat tidurnya.
"Allahumma innaka afuwwun karim tuhibbul afwa fa'fu anni," sambil terus melantunkan doa malam, Orin mendengar suara Ustazah Hanum hingga kelopak matanya tak lagi mampu terbuka.
Pengantar tidur paling mujarab, seni yang mengalahkan alunan semua jenis musik yang ada di dunia untuk menetralkan otak kembali, lantunan ayat-ayat cinta dari Allah Azza wa Jalla.
klik next --->>
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top