05A 💍 Cinta Pertama, Sydney
Senja,
Masih membersamai penantian indah hati ini menunggu Magrib menyapa??
Yang sedang berpuasa selamat berpuasa ya, sebentar lagi berbuka kok 🤭
Selamat membaca
Orin masih duduk di kursi meski pesawat telah berhenti sempurna. Beberapa kali dia menatap jendela. Menatap kota Sydney itu seolah membuka kembali luka hatinya yang telah berusaha ditutup dengan rapat. Walau dia belum pernah melihat dari jarak dekat, tetapi hanya menyebut nama kota ini saja, sakit di hatinya masih belum hilang dalam ingatan.
"Sorry Miss, the plane has arrived all the passengers have also got off the plane. Would you like something we can help you with?" Seorang pramugari menyapa Orin dengan sentuhan lembut di lengannya.
"No, thank you. Sorry, because I enjoyed the view outside that I didn't even know the plane was empty." Orin tergagap sesaat kemudian tersenyum kepada pramugari setelah melihat keadaan pesawat. lalu dia segera bersiap untuk segera keluar.
Sama seperti pertama kali, kakinya menginjak kota Melbourne. Pemandangan yang tidak jauh berbeda didapatkan sejauh mata Orin memandang suasana bandara saat dia baru saja keluar dati pintu kedatangan penumpang.
Sayang, seribu kali sayang. Hati yang sudah dia tata dengan apik harus ternodai saat kedua matanya tanpa sengaja melihat pemandangan yang tidak asing lagi selama menjadi Melbournian tapi terasa sangat menusuk mata kala itu dilakukan oleh dua orang yang sangat Orin kenal.
Mata Orin masih sempurna, dia belum membutuhkan bantuan kaca mata atau bahkan kaca pembesar, suryakanta untuk mengenali siapa mereka. Awalnya Orin berniat menghindar tetapi justru di saat yang bersamaan mereka justru bertemu pandang dalam satu titik yang sama.
"Orin, bukannya kamu di Melbourne? Ngapain ke Sydney? Ingin bertemu dengan Jimmy karena belum move on?"
Air mata yang menetes di belah pipi Orin bukan karena pertemuannya kembali dengan Jimmy dan saudara sepupunya ini. Tetapi karena melihat penampilan baru Dewi yang berbeda dari Dewi yang dia kenal sebelumnya. Kemana hilangnya jilbab penutup kepala yang selalu Dewi kenakan ketika berada di rumah?
"Hi, Rin. Long time no see, how are you?" Orin menatap kembali ubin yang dia pijak. Hampir setahun dia tidak bertemu dengan Jimmy dan kini Allah mencoba kekuatan hatinya mempertemukan mereka dengan cara seperti ini.
"Alhamdulillah baik," jawab Orin.
"Kamu ngapain ke Sydney, Rin?" tanya Dewi.
"Aku ada perlu ke Punchbowl, Dew. Maaf, aku harus pergi." Orin yang terlihat sekali menghindari keduanya membuat Jimmy melangkah mendekat untuk berusaha menjelaskan sesuatu.
"Rin, kamu jangan salah paham dulu. Aku dan Dewi, kita berdua hanya berteman." Orin menghentikan langkahnya. Sepertinya penjelasan itu tidak lagi diperlukan, bukankah di antara mereka tidak ada lagi yang harus diperjelas. Karena hubungan itu telah kandas bahkan sebelum terjalin.
"Kami dekat setelah cerita kita--" ucapan Jimmy terpotong dengan kalimat tegas yang Orin ucapkan.
"Tidak perlu dijelaskan, karena aku tidak membutuhkan semua itu."
Orin melangkah, meninggalkan keduanya. Meski terlihat kuat diluar tetapi Orin tidak bisa berbohong pada hatinya sendiri. Semua itu terlalu menyakitkan untuk bisa diterima. Ingin rasanya Orin membatalkan niat dan kembali lagi ke Melbourne. Menepi untuk memerban hati hingga luka itu tidak lagi berdarah.
Orin masih menikmati lelehan air matanya saat sopir taksi menghentikan kendaraannya dan mengatakan bahwa mereka telah sampai di alamat yang Orin ingin kunjungi.
"Chaterine Street as you ask, we have arrived." Orin mengucapkan terima kasih setelah membayar sejumlah audi yang disebutkan sang driver.
Menatap bangunan yang ada di depan Orin berdiri, alamat yang diberikan abinya bukan merupakan tempat tinggal. Tetapi sebuah masjid yang sangat megah. Orin melangkah, melihat beberapa anak kecil sedang berlarian di halaman masjid lalu memanggil salah satu di antaranya.
"Hi, come." Orin melambaikan tangan tetapi bukan hanya seorang melainkan semuanya datang menghampiri Orin.
"Assalamu'alaikum, you know Ustaz Manshurin?" Mereka serempak menganggukan kepala.
"Would you like to let me know, where is it?" tanya Orin setelahnya.
"Are you Indonesian?" tanya salah seorang anak perempuan bermata biru di antara mereka.
"Yes, I am. Are there special provisions for Indonesians to meet him?" kata Orin.
"No, cause we are the same, we are also Indonesians who live here. Dan banyak sekali muslim Indonesia yang baru pertama kali datang ke Aussie berkunjung ke masjid ini untuk bertemu dengan beliau."
Orin tersenyum mendengar cerita anak usia sembilan tahunan itu, seolah bisa menembaknya dengan tepat sasaran."
"Saya akan antarkan Kakak, bertemu dengan beliau." Orin mengikuti langkah anak itu menuju ke suatu gedung yang terletak di belakang masjid megah itu berdiri.
"Ini kantornya, Kakak silakan masuk. Sepertinya Ustaz Emil ada di dalam."
"Ustaz Emil?" tanya Orin dengan mengerutkan keningnya.
"Di sini, Ustaz Mashurin yang dikenal daru Indonesia itu dipanggil dengan sebutan Ustaz Emil. Manshurin Emil, nama lengkap beliau." Orin membulatkan bibirnya membentuk huruf O.
Saat anak itu hendak kembali, Orin menahannya sesaat.
"Eh, nama kamu siapa?" tanya Orin memberikan sebatang coklat yang ada di dalam tasnya.
"Urmila Khadafi."
"Urmila, alhamdulillah jazakillahu khair." Urmila menjawabnya dengan kata amin kemudian melambaikan tangan dan menjauh dari pandangan Orin.
Bertemu dengan sahabat abinya, tidak ada hal lain selain menyampaikan salam beliau juga meniatkan hati untuk menjalin silaturahmi dengan sesama muslim di benua hijau ini.
"Saya Orin dari Indonesia," kata Orin memperkenalkan diri setelah bertemu dengan seorang laki-laki yang mengaku bernama Emil.
"Sebentar-sebentar. Sepertinya saya tidak asing dengan nama ini. Orin, Orin--" Ustaz Emil tampak berpikir mengingat ingat sesuatu.
"Maaf Ustaz Emil, Orinda Cyra--"
"Astagfirullah, putrinya Kang Mas Maheer Elhaq. Pemangku Pesantren Assalam di Kabupaten Candiretno?"
"Benar Ustaz, saya putri bungsu beliau," jawab Orin.
"Masya Allah, tabarakallah. Sudah lama abimu mengabari saya kalau putri bungsunya menimba ilmu di Aussie. Tapi saya tunggu-tunggu kok belum muncul, ternyata Allah memberikan rezeki silaturahminya sekarang."
"Iya Ustaz, sebelumnya saya minta maaf. Kurang lebih sudah setengah tahun ini saya menetap di Aussie. Tetapi baru ini berani terbang ke Sydney."
"Loh memangnya di mana?" tanya Ustaz Emil.
"Di Melbourne, Victoria."
Percakapan mereka cukup hangat terlebih saat istri Ustaz Emil bergabung. Serasa telah mengenal cukup lama meski baru pertama kali bertemu. Orin merasakan berada dalam lingkup keluarga yang menghangatkan.
"Mbak Orin nanti nginep di sini saja, kita memiliki wisma tamu yang bisa dipakai secara gratis untuk mukmin yang sedang safar. Kebetulan sekali nanti malam ada pengajian akbar di masjid ini." Orin mengangguk, kebetulan dia memang belum mencari hotel untuk menginap. Sepertinya tidak ada salahnya jika Orin menerima tawaran istri Ustaz Emil.
"Di Melbourne lancar kan, untuk sambung mengaji Al-Qur'an dan hadisnya?" tanya Ustazah Hanum.
"Alhamdulillah, biasanya saya ke Victoria satu minggu sekali untuk merecharge kalbu, mendengarkan nasihat, atau memaknai Al-Qur'an dan Al-Hadis," jawab Orin dengan jujur.
"Bulan Ramadan tahun ini ikhtikaf di sini saja, Mbak Orin. Insya Allah kegiatannya full. Bahkan bagi warga Indonesia yang tidak mudik, memilih untuk berlebaran di sini. Bertemu dengan sesama orang Indonesia rasanya seperti pulang kampung di negara orang," Orin tersenyum. Dia mulai menghitung, tidak lebih dari dua bulan Idul Fitri akan menyapa seluruh muslim di dunia.
"Benar itu Mbak Orin, nanti kami siapkan kamar di wisma tamu jika memang berniat untuk menghabiskan 10 hari terakhir Ramadan dan berlebaran di Masjid Al Mashurin ini."
Orin memang memutuskan untuk tidak mudik ke Indonesia lebaran tahun ini. Bukan karena tidak kangen dengan abi dan uminya. Tetapi Orin memilih untuk menghindari banyak pertanyaan dari keluarga besarnya tentang gagalnya pernikahan yang sudah disiapkan oleh mereka untuk dirinya dan Jimmy. Orin belum siap untuk memberikan jawaban meski dia telah menutup lembaran kisahnya dengan Jimmy.
Mengapa Orin harus mengingat laki-laki yang telah membuat kedua orang tuanya malu? Tapi pertemuannya dengan Jimmy dan Dewi hari ini mau tidak mau membuat Orin berpikir, apa yang sebenarnya terjadi di belakang mereka. Apakah masalah akidah itu hanya sebuah alasan untuk menutupi pengkhianatan yang lebih banyak lagi?
klik next --->>
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top