Cahaya

Cahaya mentari memasuki tiap bagian bumi,  lembut nan hangat dirasakan oleh tiap makhluk hidup. Tumbuhan menggeliat, menari-nari dengan bantuan angin, merasa bahagia kala merasakan kehangatan mengenai di tiap bagiannya. Hal itu menandakan bahwa musim panas sudah tiba di sebuah negara bagian timur Asia, di bulan Juli. Suhu perlahan meningkat, kicauan burung serta suara hewan khas musim panas mengalun indah.

"Minami, Nathalia, cepat turun! Ibu sudah membuat sarapan kesukaan kalian."

Seruan lembut khas seorang ibu terdengar dari arah ruang makan di kediaman keluarga Natsume, meminta anak-anaknya untuk turun dan menyantap sarapan buatannya.

Tap! Tap!

Suara melangkah menggema, pertanda masing-masing pemilik nama menuruti seruan tersebut.

"Ohayou, Ibu ...."

Sapaan manis dari seorang anak laki-laki berumur 14 tahun membuat sang ibu tersenyum tipis, ia yang masih mengenakan apron mulai melepaskan dan meletakkannya di gantungan. Menyamakan tinggi anaknya sembari menangkupkan kedua pipi hampir gembul lalu mengecup keningnya begitu lembut.

"Ohayou, Minami ...."

Natsume Minami, seorang aktor cilik berbakat yang telah menyapa ibunya. Ia tersenyum lalu membalas kecupan itu di pipi sang ibu. Mendapatkan perlakuan manis dari sang anak, ibunya atau Nyonya Natsume tersenyum lembut. Tangannya berpindah menuju puncak kepala lalu mengelus penuh kasih sayang.

"Bagaimana tidurmu, Minami?" tanyanya perhatian.

"Tidurku cukup nyenyak, Bu."

"Syukurlah," ucap Nyonya Natsume bersyukur, mata indahnya mulai mengedarkan pandangan, mencari sesosok anak lagi yang belum muncul. "Nathalia belum turun?" tanyanya pada Minami.

"Sepertinya dia belum bangun, Bu. Semalam aku melihat dia masih terjaga dan menatap ke arah jendela," jawab Minami. "Biar aku membangunkan Delle, Bu."

"Aku sudah bangun, Nami."

Ucapan lirih membuat ibu dan anak menoleh, menatap dirinya sedang mendekati mereka begitu hangat.

"Good morning, Nathalia."

"Good morning too, Mom." Nathalia Adelle membalas sapaan dari ibu Minami dengan sopan, sedikit menundukkan kepala sebagai tanda menghormati.

"Bagaimana tidurmu, sayang?" Senyuman lembut tak pudar dari wajah cantiknya saat menanyakan pertanyaan sama ke Nathalia.

Nathalia terdiam sejenak, mata silver-nya melirik ke arah lain lalu kembali menatap ibu dan anak itu. Anggukan kecil sebagai respon sembari berkata, "Cukup nyenyak, Ma."

"Syukurlah ... kau tidak tidur larut, 'kan?"

"Tidak, Ma." Nathalia tersenyum kecil diiringi gelengan singkat, tatapannya pun berusaha meyakinkan orang di hadapannya, seakan dia menyembunyikan kebenaran.

"Ya sudah, ayo waktunya kita sarapan," ajak Nyonya Natsume sembari kembali meletakkan makanan dan minuman yang belum tersajikan. "Setelah itu, kita pergi untuk terapi rutinmu, Nathalia."

Nathalia hanya mengangguk, seulas senyum samar diperlihatkan. Minami yang sedaritadi diam, mulai bertindak. Ia menghampiri gadis berusia setahun lebih muda darinya lalu mengulurkan tangan, tindakan itu membuat Nathalia bingung, tak mengerti apa yang dilakukan olehnya.

"Mari kuantarkan kau ke meja makan, tuan Putri." Minami berkata demikian dengan tangan masih terulur, senyuman teduh tergambar di wajah tenang.

Nathalia mengerjapkan mata sebelum akhirnya menerima uluran tangan itu, mereka saling berpegangtangan dan menghampiri Nyonya Natsume di meja makan. Sedangkan ibu dari anak semata wayang mengulum senyuman, merasa gemas dengan interaksi kecil tersebut.

✿•

Sebuah kamar dengan cat berwarna perak menjadi hal pertama yang terlihat kala memasukinya, warna klasik namun terkesan elegan. Tak hanya itu, penataan ruang kamar terlihat apik dan serasi, membuat siapapun berpikir bahwa pemilik kamar tersebut adalah seorang elegan selayaknya putri bangsawan, meskipun tidak dengan nyatanya.

Di kamar itu terdapat dua orang anak tengah membaca buku, beberapa tumpukan buku berada di sekitar dengan keseriusan terukir di wajah cantik dan tampan milik mereka. Salah satu dari mereka, sang gadis berambut silver sepunggung menutup buku dibacanya. Tatapan mata agak kosong dipendarkan ke penjuru ruangan lalu beralih ke laki-laki di depannya, menatap agak kosong dengan pikiran ramai.

Mereka tengah menunggu nyonya Natsume bersiap di kamar Nathalia, membaca buku guna mengusir rasa bosan. Hari ini waktunya Nathalia menjalankan terapi psikologis rutin guna melupakan peristiwa tidak mengenakkan yang dialaminya.

Minami merasa tengah ditatap oleh gadis di depannya, segera disingkirkan buku dari pandangan dan membalas tatapan agak kosongnya. "Ada apa, Delle?"

Nathalia masih terdiam, sedetik kemudian menunduk, wajah murung ditampilkan olehnya. Minami merasa aneh dengan tingkahnya, laki-laki itu merangkak, mendekati Nathalia lalu duduk di depannya. Kedua tangan terulur, meraih pipi sang gadis lalu mendongakkan ke arah dirinya, bersitatap dengan tatapan berbeda.

"Ada apa? Apa kau sakit, Delle?" tanya Minami ketika melihat wajah sedikit pucat nan lesu dari gadis asal Inggris.

"Aku tidak sakit," jawab Nathalia pelan. "Aku tidak mau bertemu dengan kenangan buruk lagi."

"Kau membencinya?"

Nathalia menggeleng pelan, "Aku tidak tahu."

"Kau membenci mereka?"

Diam sebagai respon sementara dari gadis dengan mata seperti permata, tatapannya semakin kosong seperti tidak ada cahaya di sana. Minami pun ikut terdiam, kedua tangannya masih menangkup pipi teman masa kecil berbeda negara.

"Aku tidak tahu ...."

Terjawab sudah pertanyaannya, meskipun masih sama dengan jawaban yang terlontar beberapa menit lalu. Minami menghela napas kecil, temannya sudah kehilangan sesuatu yang besar. Sesuatu yang tak bisa diraih begitu mudah, sesuatu dengan gemerlap terangnya, ia dinamakan cahaya.

"Delle ... apa kau menginginkan sesuatu?"

"Aku ingin melupakan semua."

"Termasuk melupakan hal membahagiakan dalam hidupmu?" Minami bertanya lagi, jemarinya membelai lembut kedua pipinya. Nathalia menggeleng pelan, "Hal terburuk, aku hanya menginginkan hal terburuk menghilang."

"Kalau begitu, kau akan mendapatkan keinginanmu dengan terapi psikologis, Delle." Minami mengecup kening teman masa kecilnya, sebuah hal lumrah karena dia sudah berulangkali melakukannya. Seusai itu, ia memeluk daksa gadis kelihatan kuat di luar namun rapuh di dalam.

"Aku dan keluargaku akan selalu menemanimu sampai kapanpun ...."

˚ ⚘

Hiruk-pikuk kota tersaji begitu jelas kala keluarga Natsume melakukan perjalanan pulang ke rumah seusai menemani Nathalia menjalankan terapi rutinnya. Mereka saling terdiam hanya musik terputar sebagai pengisi kesunyian, Nathalia menyenderkan kepalanya di kaca mobil sebelah kanan, menatap keramaian kota. Minami melirik ke arahnya, melihat tiap pergerakan yang dilakukan gadis itu.

Dalam satu waktu, gadis cilik itu melihat dua orang berjalan beriringan sembari salah satu di antara mereka memegang tali kekang dan seekor anjing. Ia menatap lamat, dalam hati begitu teringin untuk memelihara setidaknya seekor hewan. Telapak tangan mulai menyentuh kaca mobil, bibir mungilnya bergerak mengatakan sesuatu tanpa suara.

"Kau ingin hewan peliharaan?"

Pertanyaan begitu singkat membuat dirinya tersentak kecil, buru-buru menoleh ke arah kiri dan terkejut saat mendapati jarak antara wajahnya dengan wajah sang penanya begitu dekat. Nathalia dapat merasakan napas hangat penanya membuat dirinya merona tipis.

"Delle?"

"A-aku ...."

Nathalia gelagapan, merasa bingung haruskah menjawab pertanyaan itu dengan jujur atau tidak sama sekali. Sang penanya yakni Minami masih menatap lamat, menanti jawaban yang diberikan untuknya.

"A-aku mau ...." Nathalia mulai menjawab pelan, dialihkan pandangan menuju kaca mobil sebab tak ingin berlama-lama menatap wajah tampan milik Minami. "B-bolehkah kau menjauhkan wajahmu dariku, Nami?"

Minami tersenyum tipis lalu menjauhkan dirinya, sedikit menjauh dengan tatapan masih terarah ke gadis Inggris tersebut.

"Ibu," panggil Minami sembari mengalihkan pandangan ke kursi pengemudi. "Delle ingin hewan peliharaan," lanjutnya membuat Nathalia menatap Minami terkejut.

"Ah, kalau begitu kita mampir ke toko hewan." Nyonya Natsume membalas pernyataan anaknya lembut, diliriknya ke arah kaca yang berada di tengah-tengah mobil. "Agar Nathalia mendapatkan hewan yang diinginkannya."

'Ya Tuhan, seharusnya kau tidak mengatakan hal itu ke mama, Nami!' pekik Nathalia dalam hati.

🐰

Hari beranjak senja, cahaya matahari yang akan tenggelam terlihat begitu indah. Keoranyean dicampur warna merah menambah kesan begitu menawan ditambah hanya beberapa gumpalan kapas lembut di cakrawala.

Di sebuah rumah tentram, lebih tepatnya di halaman belakang, seorang gadis duduk di hamparan rumput bersama gumpalan bulu dengan telinga panjang sebagai hewan peliharaan barunya.

Dialah Nathalia, gadis kecil yang sudah menjalankan terapi rutin. Kini dirinya tengah bermain bersama seekor kelinci jantan berwarna putih bersih bak salju, tangan bergerak mengelus hewan berbulu itu, sesekali tersenyum tipis melihat tingkahnya.

"Kau lucu," pujinya dengan tangan tidak menjauh dari kelinci tersebut.

Kelinci itu merespon, mengendus aroma pemilik baru dengan hidung mungilnya.

"Lucu~"

Nathalia terus memuji, bermain tanpa merasakan orang lain maupun keadaan yang terjadi di sekitar seakan dirinya telah tenggelam di dunia sendiri. Bahkan dirinya tidak menyadari keberadaan anak tunggal dari keluarga Natsume yang tengah menatapnya dari kejauhan disertai senyuman samar di wajah.

"Delle tampak senang," tutur Minami pelan. "Kuharap dia kembali seperti yang kukenal, gadis penyayang dan penuh kehangatan."

"Minami ...."

Teguran lembut membuatnya mengalihkan atensi, menatap seorang wanita cantik dibalut dress selutut berwarna peach. Wanita itu masih menyunggingkan senyum tipis, tatapannya beralih ke anak gadis berambut silver.

"Nathalia begitu senang, ya." Nyonya Natsume memberikan komentar dibalas anggukan kecil dari buah hatinya.

"Benar Ibu, dia terlihat senang saat bermain dengan teman barunya." Minami mengikuti arah atensi sang ibu, senyuman tipis nan teduh dihaturkan. "Dia seperti menemukan kebahagiaan kecilnya, cahaya yang mulai menyinari hidupnya."

Kedua ibu dan anak saling terdiam, menatap setiap tingkah laku yang dilakukan oleh Nathalia. Sunggingan senyum tipis setia menemani mereka, sesekali menggeleng pelan kala melihatnya.

"Ibu ...."

Minami memanggil Nyonya Natsume begitu pelan namun masih bisa didengar samar oleh sang pemilik panggilan.

"Ada apa, sayang?" sahutnya begitu lembut.

"Menurut Ibu apakah dia bisa menemukan kebahagiaannya kembali?" tanya Minami terdengar berharap. Nyonya Natsume tertegun sejenak lalu mengangguk pelan, tangan terulur, mengusap puncak kepala anaknya dengan lembut.

"Bisa, Ibu merasa dia bisa menemukannya kembali bahkan lebih besar dibanding yang dia dapatkan dari masa lampau dan kini."

"Sungguh?"

"Hai'! Ibu mengatakannya begitu sungguh," ucapnya meyakinkan. "Berdoa saja pada Kami-sama, semoga apa yang Ibu katakan terkabul."

"Aku akan selalu mendoakan untuk kita semua, terutama Delle." Minami tersenyum manis, sorot matanya penuh kasih sayang ke arah Nathalia. "Karena aku sangat menyayanginya, lebih dari siapapun."

Nyonya Natsume tertegun, tak menyangka jika anaknya sangat menyayangi Nathalia. Meskipun mereka bukanlah termasuk keluarga, tetapi rasa sayang terhadap anak dari keluarga Inggris begitu besar.

"Anak pintar," puji Nyonya Natsume sembari menepuk kepala Minami penuh kasih sayang.

"Nami!! Kemari dan bermain bersamaku!"

Seruan manis meminta pemilik nama menghampiri serta bermain bersamanya. Minami menoleh ke arah Nyonya Natsume seolah meminta izin. Beliau yang mengerti dengan tatapan itu mengangguk pelan, memberi kode seolah mengatakan, 'Pergilah dan bermain dengannya.'

Minami tersenyum lebar, mengecup pipi sang ibu lalu berlari menghampiri Nathalia dan ikut bermain bersama.

"Sampai kapanpun, aku akan terus menyayangi serta melindungimu kala dunia sedang tidak baik-baik saja. Aku ingin kau terus bahagia, merasakan cahaya yang sudah diberikan oleh Kami-sama. Karena kau satu-satunya perempuan yang kusayangi selain ibuku."

- Natsume Minami

Omake!

"Ne ... Nami, kau mau mengelus kelinci ini?"

Nathalia memangku kelinci putih tersebut, tangannya tak berhenti mengusap bulu lembut sutranya.

"Aku mau," jawab Minami disertai anggukan kecil, tangannya terulur dan mulai mengusap bulunya.

Namun entah kenapa, kelinci yang dipangkuan Nathalia menggigit tangannya. Sontak mereka terkejut, Nathalia mulai panik, ia mencoba melepaskan gigitan di tangan Minami. Begitupula dengan korban gigit kelinci, dia ikut membantu Nathalia melepaskan gigitan tersebut. Ringisan kecil keluar dari bibir mungilnya, merasa sakit di tangan.

Nathalia mengadah, menoleh ke arah rumah dengan raut panik tak luput dari wajahnya. "Mama! Nami digigit kelinci!"

End!


Yo! Yo! Apa kabar kalian~? Semoga baik-baik ya di sana, aamiin ....

So yeah ... aku publish cerita baru dan berwujud one shot karena ini merupakan janjiku kalau card b'day kembar pulang dalam bentuk UR.

Gimana? Menggemaskan gak sih interaksi mereka? Ada yang bisa nebak enggak hubungan mereka? Lalu kalian yakin hubungan mereka sebatas yang kalian sebutkan~?

Maaf ya kalo dirasa aneh ceritanya, kuharap kalian menyukainya, nee .....

Ja mata nee, minna-san~!

Special tags!
Tpkalangan dan Tenncchi_

Tertanda

Natha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top