8. Untrustworthy
Air di dalam bak beriak-riak.
Lieve mengelijang. Menahan jemari Edgar yang memainkan payudaranya. Wanita itu duduk membelakangi suaminya. Bersandar di dada bidang dan perut sixpack Edgar. Bokongnya bisa merasakan batang milik Edgar yang sudah mengeras. Namun, wanita itu sedang menikmati kenikmatan yang bersumber dari tubuh atasnya.
Jemari Edgar memilin puting Lieve. Ia hafal betul itu adalah kelemahan sang istri. Sesekali jari-jarinya mencubit kecil-kecil bagian sensitif tersebut. Rangsangan yang langsung berdampak kepada organ intim Lieve. Membuatnya berdenyut-denyut.
Edgar tidak berhenti memainkan puncak dada Lieve. Puting sang istri sudah mengeras karena gesekan jemari. Stimulasi pada puting mengaktifkan korteks sensori genital. Beberapa wanita bahkan bisa mencapai klimaks hanya dengan permainan di payudaranya.
Lieve beringsut.
Membalikkan badan agar bisa berhadapan dengan Edgar. Ia mengkaitkan kedua lengan pada leher suaminya. Kemudian, mereka berdua saling berciuman bibir. Memagut asmara yang membara.
Bagian intim keduanya bergesekan. Namun belum terjadi intercourse. Mereka masih ingin bermain-main lebih lama.
Edgar lalu membalik tubuh Lieve agar membelakanginya lagi. Ia mengatur agar kedua kaki istrinya terbuka lebar. Sehingga ia leluasa memberikan kenikmatan dengan jari-jarinya.
"Teruskan, Ed ..." rintih Lieve, "jangan berhenti."
Edgar menuruti permintaan sang istri. Ia mempercepat gerakan tangannya. Tubuh Lieve menegang.
Wanita itu akhirnya mencapai klimaksnya yang pertama.
"Satu," bisik Edgar mengulum senyum.
Mereka lalu membilas tubuh satu sama lain. Dengan lembut, Edgar membasuh tubuh Lieve sampai bersih tak menyisakan busa sabun.
Setelah Lieve mengenakan handuknya, Edgar membopong badan sang istri salam gendongan.
"Astaga, Ed!" seru Lieve terkejut. "Nanti terpeleset!"
"Tenang saja, Lieve," Edgar berjalan dengan tenang keluar dari bath-room.
Lelaki itu lalu merebahkan tubuh istrinya di ranjang. Edgar mengambil shea butter dengan aroma chocolate dan mengoleskannya di kaki Lieve. Edgar telaten memijat sang istri menggunakan kedua tangannya.
Lieve tersipu malu.
Edgar sangat perhatian dan begitu memanjakannya. Sebagai wanita, ia tidak terlalu suka berdandan atau merawat diri. Edgar-lah yang selalu rajin memoleskan lotion ke badan Lieve ketika mereka hendak pergi tidur.
"Kamu perhatian banget sih, Ed? Selamanya akan begini 'kan? Enggak bosen?"
Edgar menyunggingkan senyum, "Bukankah begini yang sewajarnya dilakukan seorang suami terhadap istrinya? Dalam pernikahan, rasa bosan itu sebenarnya kepada rutinitas, bukan dengan pasangannya."
"Jadi, apa yang sebaiknya dilakukan kalau merasa bosan dengan rutinitas?" tanya Lieve.
"Mencari petualangan baru bersama."
Lieve memandangi suaminya lamat-lamat, "Tapi bagaimana kalau keduanya sama-sama sibuk? Sulit untuk mengatur jadwal quality-time berdua," cecarnya.
"Tidak ada yang namanya 'terlalu sibuk', yang ada, apakah seseorang tersebut prioritasnya atau tidak. Dan kamu adalah prioritasku, Lieve."
Wanita itu mengulas senyum, memandang suaminya penuh kasih.
"Kemarilah, Ed. Aku ingin menciummu," ucapnya.
Edgar yang sedang memijat kaki Lieve menghentikan kegiatannya, menghampiri sang istri untuk memberikan ciuman paling mesra.
Babak ke-dua untuk Lieve.
Kali ini foreplay singkat, Edgar kemudian memasukkan miliknya ke liang hangat milik Lieve yang sudah basah. Bergerak perlahan, membiarkan sang istri menyesuaikan diri dengan ritmenya.
Bercinta dengan seseorang yang kita cintai terasa memabukkan. Mabuk kepayang. Penyatuan dua jiwa melalui sentuhan fisik yang memberikan rasa nikmat dan candu.
Edgar memompa pinggul naik-turun.
Jemarinya tak tinggal diam, memainkan kedua puncak dada Lieve yang memantul karena genjotan pinggul Edgar.
Dan tak lama kemudian, Lieve lagi-lagi merasakan gelombang puncak kepuasan.
"Dua," Edgar membisik.
Lelaki itu lalu menciumi istrinya. Memperlambat tempo. Membiarkan tubuh sang istri kembali rileks.
Lieve mencengkram kedua biseps Edgar karena gairahnya kembali membuncah.
"Aku rasa aku akan kalah ..." rintih Lieve, "padahal aku ingin melihatmu bugil, chef ..."
Edgar menyeringai.
Sedari tadi lelaki itu sudah berusaha menjaga pertahanannya demi memberi kepuasan berlipat untuk sang istri.
Keduanya mengerang. Merengkuh momen orgasme bersamaan. Cairan kental itu berpadu menjadi satu. Menyisakan tubuh yang melemas dan otot yang berdenyut.
Edgar terbaring memeluk istrinya.
Matanya terpejam sambil membelai helaian rambut tebal berwarna brunette milik sang istri.
"Aku sayang kamu, Ed."
"Aku juga, Lieve," guman Edgar pelan. Ia sangat mengantuk.
Tak menunggu lama, Edgar tertidur pulas di samping Lieve. Wanita itu masih terjaga memandangi wajah sang suami. Ia tersenyum, muka lelaki itu sangat damai.
Cahaya berkedip dari laptop Edgar mengusik Lieve. Perlahan, Lieve beringsut bangun dan berjingkat untuk mematikan laptop sang suami.
Dibukanya layar notebook tersebut, dan secara otomatis menampilkan word naskah pekerjaan Edgar. Rasa penasaran menggelitik Lieve, matanya membaca hasil ketikan yang terpampang di layar.
Kenapa Edgar belum mengganti nama-nama tokohnya, padahal tadi saat ia bertanya, lelaki itu menjawab sudah.
Lieve mendengkus kesal.
Hal sepele ini saja suaminya harus berbohong. Mengapa?
***
Lieve langsung masuk ke dalam kamar setibanya mereka di rumah.
Edgar bertanya-tanya, mengapa istrinya begitu pendiam selama perjalanan pulang. Pasti ada sesuatu yang mengganggu benak wanita itu.
"Ada apa, Lieverd?" tanya Edgar - menyusul sang istri masuk ke dalam kemar mereka.
"Tidak ada apa-apa," sahut Lieve ketus.
"Oh ayolah, aku tau kau sedang kesal. Tapi kenapa?" cecar Edgar.
"Aku bilang tidak kenapa-napa!"
"Lalu kenapa kau membentakku? Ada apa, Lieverd?" Edgar mulai mendesak.
Sang istri membalas dengan tatapan penuh emosi. Matanya tidak melotot, tapi melirik tajam - menakutkan.
"Kalau aku bilang, kau pasti akan berkelit lagi. Aku sudah tak percaya denganmu!"
Dahi Edgar berkerut.
"Tak percaya denganku? Memang aku berbohong soal apa?" tanyanya kebingungan.
"Kau tak tau berbohong soal apa?" pancing Lieve dengan nada meledek.
"Sudahlah. Katakan saja. Semula kau baik-baik saja. Kenapa tiba-tiba jadi kesal?" Edgar tak habis pikir.
"Novelmu!" bentak sang istri.
Edgar terdiam, ia terhenyak.
"Kau tidak berniat mengganti namanya 'kan? Kenapa kau berbohong?" cerca Lieve.
"Aku akan mengikuti saranmu untuk menggantinya. Aku hanya belum menemukan nama lain yang pas."
Lieve mengibaskan tangan.
"Aku tidak memberimu saran! Tapi aku memintamu untuk menggantinya! Meminta! Kau harus tau bedanya."
Edgar mulai tersulut, "Itu hanya nama. Untuk apa sih kau terlalu memusingkannya? Lagipula novelku ditulis dalam bahasa asing dan diterbitkan di sana."
"Edgar!" hardik sang istri penuh emosi. "Jadi kau memang berniat untuk tetap menggunakan nama-nama itu? Dan kau akan membohongiku terus, huh?"
Edgar mematung. Lelaki itu memalingkan wajah.
Sang istri tersenyum sinis, "Terbiasa membohongi semua orang bertahun-tahun yang lalu membuatmu menjadi seorang pembohong patologis¹!"
Kepala Edgar seketika menoleh menghadap wajah sang istri. Tatapannya berubah. Ekspresinya mengeras dan tegang.
"Jaga ucapanmu!" tampiknya.
Edgar lalu pergi meninggalkan Lieve yang terduduk lemas di atas kasur. Wanita itu tertunduk. Ia menyadari, kata-katanya memang sudah sangat melampaui batas.
----
¹ pembohong patologis : seseorang yang melakukan kebohongan lebih sering daripada orang kebanyakan serta tanpa memiliki motif tertentu. Mereka adalah 'pembohong sempurna' yang menutupi setiap kebohongan mereka dengan kebohongan-kebohongan kecil lain agar cerita palsu mereka tidak terbongkar.
----
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top