34. Ancaman

Ida menutup mulutnya yang menganga.

Dari telapak tangannya, wanita itu terlihat sedang gemetaran. Air mata tak henti mengalir dari pelupuk mata Ida. Ia melihat sosok baru Vallena seperti setan.

Pandangannya beralih ke arah Sofi. Air muka yang tadinya penuh kesedihan berubah murka. Ini semua gara-gara wanita sundal yang tiba-tiba hadir dalam kehidupan mereka. Andai saja Sofi tak muncul, kejadian ini pasti tak akan terjadi.

"Kau apakan anakku!?" Ida berlari menyerang Sofi.

"Bu Ida ...?!" Sofi berusaha melindungi mukanya dari amukan Ida.

Ida menjambak rambut Sofi sekuat tenaga. Memukul wajah dan tubuh si MUA dengan kedua tangan dan kuku-kukunya yang panjang.

"Mom! Hentikan! Mom!" Vallena menahan ibunya. Dari kejauhan Hesa berlari melesat menghampiri pertikaian yang sedang terjadi. Sementara, Vino berdiri di tempatnya, tertawa menyeringai.

"Kak! Sudah, kak!" Hesa membantu Vallena melerai Sofi dari sasaran amarah Ida yang brutal.

"Sof, kamu enggak apa-apa?" Vallena memandangi wajah Sofi dengan seksama. Nampak beberapa goresan luka membaret pipi sang kekasih, "Astaga! Kau berdarah!"

"Sudahlah, aku enggak apa-apa, Vall."

"Apa yang kau lakukan pada rambutmu, Valle! Mengapa kau berpenampilan seperti ini! Semua pasti gara-gara pengaruh wanita pelacur ini!" hardik Ida melotot.

"Semuanya, mari kita mengobrol dengan tenang di dalam cottage. Hari mulai siang, tak enak jika pertengkaran ini sampai dilihat orang, 'kan?" sela Vino berjalan menaiki teras kamar Sofi dan Vallena.

"Apa lagi yang mesti kita bicarakan, hah?! Ini adalah urusanku dengan ibuku! Kau tak berhak ikut campur, bangsat!" umpat Vallena. Ingin sekali ia menghajar Vino hingga mati.

"Kata siapa ini urusanmu dengan ibumu? Justru ini urusanku dengan ibumu," sahut Vino.

Ida mendengkus. Seluruh mata memandang ke arahnya.

"Apa maksudnya, mom?" tanya Vallena.

"Biarkan aku dan dia bicara di dalam. Buka kunci pintu, Valle! Kau tunggulah di sini!" Ida melotot.

"Mom! Ini adalah hidupku! Rencana apa lagi yang kau susun bersama lelaki bangsat itu?" bentak Vallena.

"Diam kau! Anak tak tau diuntung!"

Vallena terhenyak.

Ida merampas kunci cottage yang berada di genggaman Vallena. Ia melangkah mendekati Vino untuk membuka pintu kamar.

"Jaga Vallena, Hesa! Jangan sampai dia kabur lagi dengan Sofi!" Ida melotot mengancam Hesa.

Hesa terdiam tak menyahut. Ia menghela napas panjang. Sikap sang kakak sungguh bertentangan dengan nuraninya.

***

Ida memandangi suasana di dalam cottage.

Segala macam imajinasi mengenai kebersamaan Vallena dan Sofi di tempat itu menari-nari di otaknya. Mengganggu pikiran Ida.

"Langsung saja kita bahas kesepatakan kita, bu Ida? Gimana?"

Ida mengangguk terpaksa.

Tak ia sangka, harus berurusan dengan lelaki licik macam Vino.

"Saya memegang banyak rahasia Vallena di tangan saya. Yang pertama, saya tidak melaporkannya atas tindak kekerasan tempo hari. Anggaplah itu sebagai kemurahan hati saya. Lalu, sekarang masalah ini. Anda tau 'kan, masyarakat kita masih menganggap tabu hubungan sesama jenis. Saya rasa, tidak hanya masyarakat kita saja sih, negera-negara lain juga masih memandang persoalan ini sebagai suatu keanehan," terang Vino panjang lebar.

Ida mengangguk.

Ia sebenarnya sedikit bisa bernapas lega. Paling tidak, Vino tak tahu sama sekali fakta yang sebenarnya. Lelaki ini menganggap Sofi dan Vallena adalah pasangan lesbian. Ia sama sekali tak ada bayangan kalau rahasia sesungguhnya adalah identitas gender Vallena sebagai transgender atau lelaki.

Menjadi seorang transgender lebih menghancurkan karir dan nama baik Vallena. Pencitraannya sebagai model elit papan atas akan runtuh seketika. Ia hanya akan dianggap 'badut pelawak' oleh masyarakat. Ida tak ingin itu terjadi. Selain itu, obsesinya untuk menjadikan Vallena sebagai 'wanita seutuhnya' masih ingin ia wujudkan.

"Jadi, berapa harga yang anda tawarkan kepada saya untuk tutup mulut?" tanya Vino.

Ida meringis, menatap Vino dengan pandangan mencemo'oh, "Kau sangat berbeda dengan dirimu yang dulu ketika kita pertama kali bertemu. Kau memang berubah atau inilah dirimu yang asli?"

Vino terkekeh, "Aku memiliki banyak sisi dalam diriku. Tergantung dengan siapa aku berurusan. Untuk situasi yang sekarang, aku menganggapmu sebagai partner bisnis. Jadi, tak perlu berbasa-basi," jawabnya.

Ida mengumpat dalam hati. Kekacauan demi kekacauan satu per satu muncul silih berganti semenjak Sofi hadir. Harusnya, wanita lacur itulah yang harus ia singkirkan.

"Baiklah. Berapa yang kau minta?"

"Sebenarnya aku ingin minta 1 M, tapi mengingat kau sedang pusing menghadapi anakmu yang berbelok menjadi seorang lesbian, aku minta 500 juta saja," sahut Vino memulai penawaran.

Tangan Ida mengepal. Ia sibuk memaki dalam hati, 500 juta terbuang percuma untuk bajingan tengik ini.

"Baiklah. Asal kau berjanji menutup rahasia ini hingga kau mati dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku."

Vino mengulum senyum.

"Ya aku berjanji tutup mulut. Tapi, soal tidak muncul lagi aku tidak bisa jamin. Kalau Vallena masih berhubungan dengan Sofi, terpaksa aku akan terus membayangi mereka, termasuk kau. Makanya, sekarang tugasmu untuk menjaga anakmu dan menjauhkannya dari Sofi."

"Tak perlu kau minta pun aku sudah akan melakukannya," Ida bangkit dari duduk. Tak ingin berlama-lama berduaan dengan Vino.

"Senang berbisnis dengan anda, bu Ida," Vino mengulas senyum. Membukakan Ida pintu kamar untuk keluar.

***

"Masuk ke dalam mobilmu, Vall. Kita kembali pulang ke Surabaya. Aku akan bersamamu," perintah Ida. Tanpa menunggu, ia masuk ke dalam BMW Vallena dan duduk di kursi penumpang.

Hesa memegangi pundak Vallena.

"Turutilah perkataan ibumu, Vall. Nanti kalian bisa bicara dengan kepala dingin. Biar Sofi om yang antar pulang ke rumahnya," tuturnya.

Ekspresi Vallena muram. Semua kebahagiaan yang ia rasakan beberapa hari lalu bagai mimpi. Dipandanginya sang kekasih hati, Sofi.

"Pergilah," bisik Sofi.

"Aku tak ingin kita berpisah," sahut Vallena mengelus rambut Sofi yang terurai panjang.

"Kita akan bertemu lagi. Selesaikan urusanmu dulu dengan ibumu, Vall."

"Maafkan aku, ya. Gara-gara aku kau jadi begini," jemari Vallena mengusap pipi Sofi yang penuh luka goresan.

Sofi menggeleng, "Bukan salahmu," ucapnya.

"Rencana kita ke pantai gagal. Kita tertangkap," gumam Vallena lirih.

Sofi mengulas senyum, "Setidaknya kita tak jatuh ke jurang seperti Thelma dan Louise."

Mereka saling melempar pandang. Ketidak-ikhlasan menerima perpisahan. Kata 'sementara' yang menjadi penyemangat keduanya untuk menjemput asa. Bahwa, suatu hari mereka akan kembali bertemu. Kata 'sementara' memberi kekuatan untuk akhirnya saling melepaskan.

***

"Kau ada riwayat keloid?" Hesa menuangkan air mineral dingin pada kapas.

Mobil mereka berhenti di salah satu minimarket yang berada di pinggir jalan. Hesa khawatir dengan bekas luka di wajah Sofi akibat cakaran kakak perempuannya.

"Tidak ada, dok," jawab Sofi.

"Syukurlah," Hesa bernapas lega. Ia lalu mendekati Sofi yang menunduk lesu, "permisi, ya. Aku bersihkan sebentar lukamu."

Hesa lalu mengusap luka Sofi dengan kapas basah. Setelah dirasa cukup ia membuang sisa kapas ke dalam tempat sampah. Dokter itu kembali masuk ke dalam mobil dan menyodorkan air mineral pada Sofi.

"Terima kasih," ucap Sofi pelan.

"Sama-sama," Hesa berdehem, "adakah yang kau butuhkan lagi? Aku bisa membelikannya."

Sofi menggeleng, "Tak perlu. Ini saja sudah cukup, terima kasih," katanya seraya menaikkan botol air mineral yang tadi diberikan oleh Hesa.

"Baiklah," Hesa terdiam sejenak. "Maafkan ulah kakakku, ia dengan brutal menyerangmu. Ia teramat sangat melindungi Vallena."

"Ya aku tau," sahut Sofi. Dipandanginya botol air meneral yang tergeletak di pangkuan, "Hanya saja, mengapa bu Ida tampaknya tak senang kalau Vallena kembali menjadi lelaki? Vallena begitu bahagia, apakah salah memilih kembali ke kodrat?"

Mata Hesa menerawang jauh.

Andai saja Sofi dan Vallena mengetahui rahasia yang sebenarnya. Mereka pasti akan sangat terkejut. Kakaknya terlalu banyak menyimpan rahasia. Keinginan Ida telah berubah menjadi obsesi.

Obsesi yang menghancurkan.

Menghancurkan rumah tangganya dengan Cliff Valla. Menghancurkan kehidupan normal Vallena sebagai anak yang terlahir dengan gender lelaki. Kini, menghancurkan cinta yang baru terjalin antara Sofi dan Vallena.

Hesa merasa Ida sudah sangat keterlaluan. Ia harus melakukan sesuatu. Sebelum semuanya terlambat.


----



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top