33. Butchy & Femme (?)
Langit malam dipenuhi bintang.
Entah karena lokasi penginapan yang minim penerangan dan jauh dari hiruk-pikuk kota, atau kerlap-kerlip itu hadir mewakili perasaan Sofi dan Vallena yang penuh sukacita.
Vallena duduk di teras cottage.
Wajahnya damai memandangi langit malam. Sofi menghampiri sambil membawa cup mie instan di tangan. Ikut duduk di samping sang kekasih.
"Hei. Sedang melamunkan apa?"
Vallena menengok dan melempar senyum, "Tak ada. Hanya sedang melihat bintang-bintang. Begitu indah."
"Seindah matamu, Vall," timpal Sofi. Ia menyeruput mie dengan impulsif. Suara makannya menggoda saliva bak video ASMR.
"Makanmu banyak juga, ya?" goda Vallena.
"Kalau hatiku senang, makanku banyak. Tapi, kalau sedang banyak pikiran, satu butir nasi saja tidak sanggup masuk," jawab Sofi.
"Apa berarti sekarang hatimu sedang senang?" tanya Vallena tersenyum.
Sofi mengangguk, "Ya dong! Aku sangat senang! Bahagia lebih tepatnya. Kau mau?" ia menyodorkan cup mie ke arah Vallena.
Vallena menggeleng, menolak pemberian Sofi. Perutnya sudah cukup kenyang terisi banyak makanan yang Sofi bawa tadi sore.
"Vall," panggil Sofi, "apa kau yakin akan mengungkap semua ke publik? Apa tidak sebaiknya kau menghilang saja dari Indonesia dan tinggal di negara lain dengan jati diri yang baru?"
Vallena mengulum senyum, "Dan meninggalkanmu di sini?"
"Kau bisa kembali setelah beberapa tahun berlalu. Sampai orang-orang melupakan Vallena Valla. Atau aku bisa ikut bersamamu ke mana pun."
"Aku tak mau egois memintamu pergi meninggalkan keluargamu di Surabaya. Kau punya kehidupan di sini. Aku tak mau lari lagi. Aku harus melawan ketakutanku dan mulai hidup dengan kejujuran. Pro dan kontra pasti ada, tak mengapa seluruh dunia membenciku, asal aku punya kamu," terang Vallena.
Hati Sofi terenyuh. Ia menggelayut di lengan Vallena dengan manja.
Setelah terdiam beberapa saat, Vallena melanjutkan, "Aku memiliki banyak trauma di masa lalu. Salah satunya takut dibenci dan ditinggalkan. Aku masih ingat, dulu daddy-ku sangat menyayangiku. Bahkan, aku lebih menikmati waktu saat bersama daddy ketimbang dengan mom. Namun, tiba-tiba, daddy jarang pulang dan muncul di rumah. Setiap kali melihatku, daddy menghindar. Setahun kemudian, orang tuaku bercerai."
Sofi memandang Vallena penuh empati, "Kenapa ayahmu bersikap begitu?"
"Kata mom, sebab ia tak bisa menerima bahwa anaknya adalah seorang transgender. Kesedihan memenuhi rongga hatiku. Ditinggalkan oleh orang yang kucintai sepenuh hati karena aku tak sesuai ekspektasinya. Untuk itu juga aku sangat berterima kasih pada mom, hanya dia yang menemani dan selalu mendukungku. Mungkin karena itu juga, mom sangat takut identitasku terbongkar. Ia berupaya memaksaku segera melakukan operasi pergantian kelamin," kenang Vallena. Matanya memancarkan kesedihan. Samar-samar teringat wajah ayahnya yang mulai pudar. Namun sisa-sisa kebersamaan mereka, masih tersimpan di relungnya.
"Kau tidak pernah berhubungan dengan ayahmu lagi?" tanya Sofi.
"Tak pernah. Kata mom, ia sudah berusaha menghubungi daddy, tapi daddy menolak. Ia tak mau bertemu denganku lagi."
"Oh, Vall," Sofi mengusap pundak Vallena dengan lembut. Pasti berat merasa dibenci oleh ayah sendiri.
Sosok Bara yang tegas, mendadak berkelindan di benak Sofi. Ketakutan akan penolakan ayahnya atas perjalanan hidup Vallena yang rumit membayangi. Tapi ia yakin, ayahnya adalah orang yang bijak. Dalam hati ia berdoa agar kedua orang tuanya bisa mendukung jalinan cintanya dengan Vallena.
"Vall, setelah semuanya beres, kamu bisa mencari ayahmu lagi. Menunjukkan dirimu yang sekarang, ia pasti akan menerimamu dengan tangan terbuka," imbuh Sofi.
Vallena mendengkus, "Untuk apa? Ke mana dia saat dulu aku membutuhkannya? Aku juga merasa marah dan kecewa pada ayahku, Sof."
Sofi menghela napas. Ia mengerti betul maksud Vallena. Menjalani hidup dalam pergolakan berpuluh-puluh tahun tidaklah mudah. Sudah saatnya Vallena memulai hidup baru yang bahagia. Dengan orang-orang yang memang ia inginkan ada dalam hidupnya.
"Ya sudah, apa pun yang kamu anggap baik, lakukanlah, Vall. Saat ini adalah waktunya kamu membahagiakan dirimu sendiri," ujar Sofi.
Vallena melempar senyum pada kekasihnya, "Terima kasih, Sof. Ini sudah larut. Ayo kita masuk dan tidur, bukankah besok kita harus berangkat ke tujuan utama kita," ucap Vallena bangkit dan menuntun tubuh Sofi untuk berdiri.
Mereka berdua akhirnya memasuki cottage. Memutuskan untuk beristirahat. Keduanya tidur bersama dengan saling berpelukan. Tidur ternyenyak dalam hidup Vallena.
***
Kicauan burung gereja menandakan pagi telah tiba. Matahari belum sepenuhnya menyingsing. Udara begitu sejuk dan sedikit berangin.
Sofi dan Vallena memasukkan tas mereka ke dalam mobil. Mereka memutuskan akan kembali ke cottage selepas pulang dari pantai.
"Aku kunci pintu dulu," ucap Vallena menaiki undakan kayu kamar mereka.
Sofi menunggu di dalam mobil. Memandangi punggung Vallena dari belakang. Betapa ia sangat mencintai kekasihnya itu.
Tiba-tiba sebuah mobil Fortuner melaju menghampiri BMW Vallena. Fortuner itu berhenti dan tak selang beberapa lama sosok lelaki berkaos putih dengan badan atletis muncul sambil tersenyum menyeringai.
Jantung Sofi serasa berhenti sejenak. Ia mematung karena terlalu syok dengan apa yang matanya lihat. Vino mengulas garis melengkung sambil berjalan penuh percaya diri.
"Well, well, well," sapa Vino bertepuk tangan, "bagaimana liburannya, lovebird?" tanyanya mencibir.
"Mau apa kamu ke sini?! Dan bagaimana bisa kamu ada di sini!?" Vallena melotot berjalan mendekati Vino.
Vino memandangi sosok Vallena yang berubah penampilan. Menjadi lebih boyish daripada sebelumnya. Apalagi dengan rambut yang berpotongan pendek.
"Wah, berganti gaya ya, Vall? Makin menampakkan jati diri kalian sebagai Butchy¹ and Femme². Sangat berani, aku acungi jempol," ujar Vino mengangkat kedua ibu jari.
Sofi keluar dari dalam mobil. Didorongnya tubuh Vino kuat-kuat, "Tutup mulut kamu, Vin!"
"Hei, rileks, Femme. Apa ada yang salah dari ucapanku?" balas Vino mengejek. Dahinya berkerut, "Tampaknya kau begitu patah hati selepas kutinggalkan ya, Sof? Hingga memutuskan 'berbelok' dan menjadi seorang lesbian!"
"Diam! Kubilang tutup mulutmu, Bajingan!" Sofi kembali menyerang tubuh Vino. Dari belakang Vallena menahan kekasihnya untuk bertindak lebih jauh.
"Apa maumu, Vin?" tanya Vallena. Air mukanya tegang dan menahan emosi.
"Bagaimana jika publik tau, kalau artis cantik Vallena Valla ternyata adalah seorang lesbian? Dan untuk kamu, Sof, bagaimana jika ayah dan ibumu tau, anak alimnya kini berpacaran dengan sesama jenis?" ancam Vino menyeringai.
Vallena membentak Vino, "Asal kamu tau aku bukan--"
"VALL!!" Sofi berteriak. Buru-buru menyela pengakuan Vallena. Jika publik harus mengetahui bahwa jati diri Vallena yang sebenarnya adalah lelaki, itu harus dari mulut Vallena sendiri. Bukan dari seorang sampah nan hina seperti Vino. Sofi membisiki kekasihnya, "Jangan kamu bongkar identitasmu kepada si brengsek ini. Akan lebih terhormat jika kamu sendiri yang mengaku ke depan publik."
"Tapi, aku tak mau dia terus menerus menghinamu!" bantah Vallena.
"Cepat atau lambat dia juga akan tau faktanya. Tapi tidak sekarang!" cegah Sofi.
Vallena mendengkus. Menahan emosinya sekali lagi. Apa yang Sofi katakan ada benarnya. Cecunguk macam Vino tak berhak menjadi orang pertama yang mengetahui rahasia besar yang ia sembunyikan bertahun-tahun.
"HELLLOOOO ...? Sudah selesai rapat keluarganya?" sindir Vino.
"Maumu apa sih, Vin? Kamu ngikutin aku sampai sini? Apa kamu enggak ada kerjaan lain? Hah!" bentak Sofi.
"Mauku itu kita kembali bersama-sama, Sugar. Please, kamu sadar dari khilafmu dong! Hubungan sesama jenis itu dosa, my baby! Tidak ada masa depan buat kalian berdua. Apalagi buat karir kamu, Vallena. Hancur semua yang kamu bangun jika masyarakat tau tentang skandal ini," sahut Vino.
"Tau apa kamu tentang dosa, Vin! Aku sudah bilang berkali-kali! Aku tak akan bisa kembali padamu, Vin! Tanpa aku menjalin kasih dengan Vallena atau siapa pun, aku tetap tak akan kembali padamu!" teriak Sofi.
Vino mendengkus kesal.
Tapi ia masih menyiapkan beberapa manuver untuk menaklukkan mantan kekasihnya itu.
"Aku akan sebar foto-foto ini," Vino menunjukkan beberapa lembar foto Sofi dan Vallena yang bergandengan dan berciuman di pantai.
"Astaga, kamu benar-benar memata-matai kami?!" Vallena tak habis pikir. Baru kali ini bertemu dengan seorang penjahat seperti Vino.
"Vin, kenapa kamu enggak mencoba hidup dengan benar dan menjadi orang baik saja, sih? Apa yang kamu dapatkan dengan bersikap begini?" tanya Sofi frustasi.
"Aku akan mendapatkan kamu," kelakar Vino. Ia kembali melanjutkan, "Kata siapa aku jahat? Kalau aku jahat, aku sudah sebar foto ini di jagad maya tanpa bertemu dengan kalian dulu. Buktinya, aku ke sini jauh-jauh untuk berdiskusi," terangnya.
Sofi menggelengkan kepala. Teramat muak dengan tingkah laku Vino.
"Oh, dan aku tak sendirian. Aku tadi malam sudah menghubungi bu Ida dan memberitahukan keberadaan kalian. Sebentar lagi ia palingan juga sampai. Kami tadi ke sini beriringan," imbuh Vino santai tanpa beban.
"Kau memang bajingan ...!" hardik Vallena memburu Vino. Namun, Sofi menahan lengan sang kekasih.
"VALLEEE ...!" terdengar suara wanita memekik dari arah belakang. Ida turun dari mobil yang dikendarai oleh Hesa.
Wanita paruh baya itu berjalan dengan gontai. Seluruh sendi dan lututnya bak bergetar karena syok. Mata Ida membelalak penuh dengan air mata. Betapa terperanjatnya ia melihat tampilan anak perempuannya berubah 180 derajat. Sosok yang tak mau ia lihat, sosok yang paling ia takuti, sosok yang paling ia hindari. Vallena menjadi lelaki.
----
¹ Butchy : Wanita dalam kategori ini memiliki sosok maskulin dengan ciri-ciri berpenampilan layaknya seorang pria. Di dunia lesbian, butchy atau buci berperan sebagai pria dalam sebuah hubungan
² Femme : biasanya berpenampilan selayaknya gadis pada umumnya bahkan cenderung lebih feminim.
----
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top