24. Master Manipulator

Sofi dan Vino rutin melakukan hubungan seksual selama berpacaran. Dua tahun menjalin kasih, Sofi secara tak sengaja menemukan banyak foto wanita-wanita telanjang tersimpan di dalam laptop Vino, termasuk foto dirinya.

Mereka kemudian bertengkar hebat.

Vino menghapus semua foto tidak senonoh yang ia simpan. Ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan bejatnya lagi.

Akibat terlanjur cinta, hati Sofi luluh dengan janji-janji manis Vino. Terlebih, ada sedikit kekhawatiran di benak Sofi, jika suatu hari Vino akan menyebarkan foto vulgarnya ke internet kalau mereka putus. Hal lain yang menjadi pertimbangannya tetap bertahan dengan Vino ialah keakraban yang sudah terjalin antara lelaki itu dengan keluarga Sofi.

Hampir lima tahun mereka berpacaran, hingga pada suatu hari, Vino tiba-tiba hilang tiada kabar. Lelaki itu bak ditelan bumi. Ia sudah pindah dari kos'an dan kantor travelnya juga ditutup. Selama dua minggu, Sofi kelimpungan mirip orang gila mencari sang kekasih. Memikirkan apa salah yang telah ia perbuat, sampai-sampai dicampakkan begitu saja. Lalu, ditengah kegalauan yang dialami oleh Sofi, Vino akhirnya mengirimkan sebuah pesan singkat ke nomornya.

Vino
Sof, sorry ya sebelumnya.
Aku sudah pindah ke Jkt.
Aku harap kamu ngerti kalau aku gbs LDR. Jadi, kita terpaksa putus, Okay!

Baik-baik di sana, ya.
Makasi buat semuanya.

Hati Sofi hancur berkeping-keping. Tega sekali Vino memutuskannya melalui SMS. Seolah hubungan lima tahun mereka tidak berarti. Sofi merasa tidak berharga sebagai wanita. Ia menderita selama berbulan-bulan. Tak nafsu makan, susah tidur, setiap detik selalu menangis, ia benar-benar terpuruk. Vino adalah lelaki bajingan. Brengsek. Iblis dengan raga manusia.

***

"Aku mau minta maaf, Sof," jawab Vino.

Sofi memandang Vino dengan tatapan dingin. Andai saja membunuh orang itu diperbolehkan, ia ingin sekali menghabisi nyawa Vino dengan satu tusukan saja.

"Selama di Jakarta, aku selalu memikirkan kamu. Aku sengaja memutuskan hubungan kita melalui sms supaya kamu benci aku. Aku juga sengaja kirim pesan dengan bahasa yang membuat kamu berpikir seolah-olah aku adalah lelaki brengsek. Tujuanku seperti itu agar kamu lebih mudah melupakan aku, Sof," terang Vino.

Sofi tersenyum sinis. Lebih tepatnya ekspresi muak penuh cibiran.

Vino kembali melanjutkan, "Tak sedetik pun aku tak memikirkan kamu. Tapi aku sadar aku adalah suami orang. Jadi, aku berusaha setia dengan istriku, namun mungkin aku mendapat karma karena telah menyakitimu, istriku selingkuh di belakangku. Hatiku hancur, Sof. Namun, aku lagi-lagi tetap sabar dan memaafkan dia. Sayangnya, ia lebih memilih bersama dengan selingkuhannya ketimbang bersamaku. Kami pun bercerai."

Sofi mengangguk. Ia yakin semua omongan yang keluar dari mulut Vino adalah kebohongan. Sampah.

"Keluarga istriku adalah budak materi. Setiap hari pikiran mereka cuma uang, uang, dan uang. Aku pun dipaksa untuk menghalalkan segala cara agar menang tender. Termasuk korupsi, namun aku tidak mau. Dan benar, papa mertuaku tertangkap melakukan tindak pidana korupsi. Aku pikir, mereka bisa menjadi pengganti keluargaku yang sudah meninggal, ternyata aku salah. Tidak ada yang sebaik kamu dan keluargamu di sini. Aku menyesal, Sof. Sangat menyesal."

"Oh gitu? Sudah selesai curhatnya? Aku akan sangat berterima kasih kalau kamu pergi dari hidupku sekarang," sahut Sofi. Tangannya bersendekap.

Vino memandang Sofi memelas, "Kok kamu gitu sih, Sof? Apa tidak ada cara agar kamu sungguh-sungguh memaafkan aku?"

"Ada. Ya itu tadi, pergi dari hidupku dan jangan muncul lagi. Mudah 'kan? Seperti yang dulu kamu pernah lakukan," jawab Sofi tegas.

"Ya maksud aku jangan seperti itu dong, Sugar. Aku ingin kita bisa berhubungan baik lagi seperti dulu," sahut Vino.

Mata Sofi melotot, "Pertama, jangan panggil aku 'Sugar', itu membuatku mau muntah. Kedua, hubungan baik seperti apa yang kamu maksud? Hubungan intim, hah?" Ia terkikik, "sorry, Vin. Aku sudah tidak tertarik padamu. Kalau kamu sedang horny, cari saja pelacur untuk memuaskan nafsumu."

"Sof, kamu kok ngomongnya kasar gitu?! Mana ada aku nemuin kamu cuman buat ajak kamu bercinta! Jangan memandang aku sehina itu! Aku benar-benar sudah berubah lebih baik. Aku berhenti merokok dan minum alkohol. Aku rajin beribadah dan banyak memperdalam ilmu agama agar pantas mendampingi kamu, Sofi!" ujar Vino.

Sofi berdecak, "Asal kamu tau ya, Vin. Aku sama sekali enggak masalah dengan yang namanya merokok atau minum alkohol. Mau rajin sholat atau enggak, mau paham agama atau enggak. Itu bukan urusan aku. Itu urusan kamu dengan Tuhan. Merokok dan minum alkohol atau pun beribadah adalah tanggung jawab kamu terhadap diri kamu sendiri, enggak ada hubungannya sama orang lain. Enggak mempengaruhi orang lain. Yang jadi masalah adalah, ketika kamu meninggalkan seorang wanita yang benar-benar tulus mencintai kamu dengan cara yang tidak terhormat. Seakan-akan wanita itu sampah. Dan yang jadi masalah adalah, ketika kamu berbohong kepada orang lain berkali-kali. Paham kamu?" bentaknya.

"Aku 'kan sudah jelaskan ke kamu alasanku tadi bersikap seperti itu. Aku rela tampak jelek di matamu agar kamu lebih mudah move on dari aku, Sofi," jelas Vino.

Sofi menatap Vino dengan mata yang tajam, "Bertahun-tahun aku mencintai kamu, Vin. Tapi ternyata aku mencintai sosok fantasi yang tidak ada. Vino palsu yang sebenarnya hanya buatanmu. Vino yang sesungguhnya adalah Vino yang mencampakkan aku melalui sms. Itulah dirimu yang asli."

Vino terduduk lunglai di lantai keramik. Tulang-tulangnya seakan tak mampu menopang tubuh. Ia bersimpuh di kedua kaki Sofi. Mata Vino mulai memerah karena tangis.

"Kamu apa-apa'an sih?! Bangun! Bangun aku bilang!" Sofi berusaha melepaskan kakinya.

"Aku minta maaf, Sof. Aku hidup dengan rasa bersalah. Wajahmu selalu menghantuiku. Aku tidak sanggup hidup begini, Sof!" raungnya. Sesegukan bak anak kecil yang menerima hukuman.

"Lepas aku bilang! Lepas!" teriak Sofi.

Beberapa detik kemudian, Bara dan Magda muncul dari dalam rumah. Menyaksikan sosok Vino yang bersimpuh menyembah-nyembah Sofi hingga menangis.

"Astaga, Sofi! Kamu ini apa-apa'an?!" pekik Magda.

Sementara itu, Bara buru-buru menuntun Vino agar berdiri tegak, "Sudah, mas Vino. Ayo bangun," ucapnya. Ia menepuk-nepuk punggung Vino untuk menunjukkan empati dan dukungan.

"Aku menyesal sudah menyakiti Sofi, yah, bu. Biarkan aku menebus itu dengan membuang harga diriku. Aku ikhlas kalau Sofi memukulku hingga babak belur, asalkan dia mau memaafkan aku," rintih Vino teraniyaya.

"Sofi kamu jadi orang jangan angkuh! Tuhan saja Maha Pengampun! Keterlaluan kamu itu, Sof!" bentak Bara.

"Iya, Sof. Vino sampai berlutut di kaki kamu! Dia ini lelaki, lho! Mana ada lelaki seperti Vino di dunia ini!" imbuh Magda ikut membela Vino.

Air mata Sofi mengucur. Tak ia sangka, kedua orang tuanya lebih membela lelaki yang sudah menghancurkan hidupnya.

"Aku bukan Tuhan ya, yah, bu!" hardik Sofi, "dan satu lagi, Tuhan itu mengampuni umat-Nya yang benar-benar bertaubat sementara Vino ini hanya drama dan pura-pura!" Sofi berpaling pada ibunya, Magda, "Ibu benar, tidak ada lelaki seperti Vino di dunia ini, TIDAK ADA YANG MENYAMAI BEJATNYA!"

"Jaga bicara kamu, Sof!" Suara Bara makin meninggi. Matanya melotot menyiratkan emosi, "Malu-maluin ayah saja cara bicaramu! Tidak berpendidikan! Tidak ada sopan santun sebagai wanita!"

"I don't care! Fuck you, Vin!" teriak Sofi.

PLAAAAK!

Tangan Bara menampar pipi Sofi keras-keras.

Suasana mendadak hening. Vino dan Magda terpegun di tempat. Sementara Sofi, memegang pipinya yang memanas.

"Ayah, sabar, yah ..." bisik Vino. Ia menahan tubuh Bara sembari berusaha menenangkannya, "Jangan marah sama Sofi. Aku yang salah, aku yang memancing emosinya. Tolong maafkan Sofi, yah."

Sofi tersenyum pahit. Dipandangi wajah ayah, ibu, dan Vino satu-persatu. Ia kemudian berjalan cepat untuk masuk ke dalam kamar. Hati Sofi teramat sakit. Tamparan Bara tidak sebanding dengan rasa pedih di sanubarinya.

***

Subuh-subuh, Sofi sudah pergi dari rumah. Ia berangkat lebih awal untuk bekerja, tak ingin berkesempatan bertemu dengan ayah atau ibunya akibat kejadian semalam.

Ia bergegas tancap gas menuju ke unit apartemen Vallena untuk membantu model itu bersiap-siap sebelum berangkat syuting.

Sesampainya di sana, tanpa mengetuk terlebih dahulu, Sofi langsung masuk begitu saja ke dalam unit. Kakinya langsung berjalan melangkah ke kamar Vallena. Ditemuinya Vallena masih tidur, berbalut selimut.

"Wake up, sleepyhead," bisik Sofi di telinga Vallena.

Mata Vallena perlahan terbuka. Ia tersenyum karena melihat sosok Sofi yang membangunkannya.

"Hmm," Vallena beringsut, "pagi sekali," ucapnya.

"Aku ingin lebih lama bersama-sama denganmu sebelum syuting," gumam Sofi mengulas garis melengkung di bibir.

Vallena menarik Sofi ke atas tempat tidur. Memeluk tubuh Sofi dengan erat. Vallena mampu mengendus aroma strawberry yang menguar dari rambut Sofi.

"Masih pagi buta tapi kamu sudah begini wangi," puji Vallena.

Sofi tersipu. Bertemu dengan orang yang dicintai memang mampu melenyapkan segala gundah di dada. Ia seakan melupakan peristiwa semalam dan tamparan dari ayahnya.

"Makanya, kamu jangan mau kalah, buruan mandi," goda Sofi.

Vallena tak bergeming, masih mendekap Sofi dalam pelukan.

"Ya. Habis ini," jawabnya.

Berada di samping Vallena mampu membuat Sofi tenang. Hal yang dirasakan juga oleh Vallena, keberadaan Sofi mampu mendamaikan jiwanya.

"APA-APA'AN KALIAN?!" Teriak Ida dari balik pintu. Matanya melotot penuh emosi. Wajah Ida sangat mengerikan bagai hendak berubah menjadi monster hijau pemarah, salah satu anggota Avenger.

Vallena dan Sofi benar-benar lupa, semalam Ida 'kan menginap di unit apartemen Vallena.

Ida benar-benar tak bisa tinggal diam. Sudah sangat jelas anaknya ada hubungan spesial dengan Sofi. Ia harus segera melakukan sesuatu sebelum semua terlambat.


----

Mamak Ida jangan marah-marah, nanti darah tingginya naik 😆

Hallo, Folks!

Apa kabar? Semoga selalu sehat dan berbahagia. Aamiin.

Aku ingin ucapkan terima kasih, ya. Untuk kalian yang membaca CAH AYU hingga sejauh ini.

Maafkan aku kalau balas komen agak lama. Masih mencoba mengatur keseimbangan antara menulis dengan pekerjaan lain 🙏

Semua komen kalian itu mood banget. Membuat aku semangat untuk terus menulis dengan giat. Memperbaiki kualitas tulisan dan konsisten up cerita ♡

Terima kasih banyak ya!

Harapanku sekarang adalah semoga makin banyak pembaca yang mampir ke lapak aku. Aamiin.

Salam sayang ♡♡♡

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top