12. Encounter

Suara teriakan Mahmud menggelegar memenuhi ruangan studio. Beruntung, hanya sedikit orang yang berada di sana karena syuting acara dangdut dimundurkan dua jam.

"Tuh apa eyke bilang, nek! Pasti ada masanya kamu bakalan bersinar bak mega bintang! Kamu udah pesimis aja bakalan tertolak, ternyata malah keterima, 'kan!"

"Aku masih enggak percaya deh, Mud! Bisa keterima jadi MUA pribadi si Vallena. Padahal dari video-video kiriman yang aku cek di sosmed, banyak banget yang hasil make-up-nya lebih oke dibanding aku. Apalagi waktu itu karena lagi buntu aku bikin video make-up yang agak nyeleneh," Sofi memicingkan mata, mencoba mengingat-ingat.

"Iya. Eyke masih inget kok, kamu pakai muka adikmu si Erlin 'kan buat jadi model. Riasan ala-ala Hudson Prananjaya si dua wajah jebolan salah satu ajang pencarian bakat di TV dulu," ucap Mahmud ikut mengenang.

"Nah iya. Padahal kalau aku pikir sekarang, tema aku itu aneh dan sebenarnya enggak nonjolin kecantikan seorang perempuan. Kok bisa diterima ya?"

Mahmud memukul pundak Sofi kuat-kuat, hingga Sofi hampir terjungkal akibat tak bisa menyeimbangi kekuatan lelaki dempal itu.

"Itu namanya rejeki, Sofiah! Disyukurin kales! Plus itu berarti kita bakalan berjodoh ketemu dalam satu acara!" tawa Mahmud pecah.

Sofi mencebik sembari mengusap pundaknya yang panas, "Iya juga ya. Mungkin kita emang jodoh. Kenapa kamu enggak ngawinin aku aja sih, Mud? Jadi orang tuaku enggak rempong lagi nanyain kapan kawin. Gimana? Tertarik enggak?" godanya.

Mahmud mengibaskan tangan, "SDMB," bibirnya mencibir, "Sorry Dory Mory Bow, akikah enggak suka lubang, sukanya pedang!"

"Asu ..." umpat Sofi lirih.

Mereka berdua lalu terus berjalan menuju kantin sambil melanjutkan percakapan heboh bersama.

Pikiran Sofi kembali mengenang video make up yang ia kirimkan untuk audisi. Ia merias wajah Erlin dengan dua tampilan. Sisi kanan adalah riasan natural seorang wanita dan sisi kiri membentuk wajah lelaki berjenggot yang sangat menonjolkan sisi maskulinitas.

Ada filosofi dibalik tema riasan yang Sofi tampilkan. Inspirasi yang ia dapatkan dari Geert Hofstede, seorang psikolog sosial yang berasal dari Belanda, pegawai IBM¹ dan sekaligus professor bidang antropologi dan manajemen. Hofstede sangat diakui akan keahliannya dalam membahas budaya secara global. Menurutnya, terdapat enam dimensi budaya dan salah satu yang menarik Sofi adalah dimensi yang ketiga, yaitu masculinity. Dalam budaya maskulin, masyarakat didorong oleh suatu persaingan, prestasi, pencapaian, dan kesuksesan. Sukses digambarkan sebagai seorang pemenang dan terbaik dalam bidangnya.

Berkebalikan dengan maskulin, budaya feminin menunjukkan bahwa nilai-nilai yang dominan dalam masyarakat adalah kepedulian terhadap sesama dan kualitas hidup. Menjadi populer dan paling menonjol bukanlah hal yang mengagumkan bagi masyarakat feminin. Perbedaannya terletak pada hal yang memotivasi seseorang, ingin menjadi lebih baik (masculinity) atau menyukai apa yang mereka lakukan (femininity).

Indonesia adalah contoh negara dengan masyarakat maskulin. Dapat dilihat dari banyaknya orang-orang yang bersaing agar mendapat pengakuan. Kebanyakan masyarakat Indonesia berlomba-lomba menjadi yang terbaik dibidangnya. Salah satu contoh kecil dalam masyarakat, biasanya, orang yang sudah menikah akan merasa lebih superior dibanding yang belum menikah. Yang sudah memiliki anak akan merasa lebih unggul ketimbang pasangan yang belum mendapat keturunan, sementara yang sudah memiliki anak lebih dari satu akan merasa lebih baik ketimbang dengan keluarga yang hanya memiliki satu orang anak saja.

Hofstede sendiri memiliki temuan menarik mengenai Indonesia, bahwa 'gengsi' menjadi hal yang utama bagi sebagian besar masyarakatnya. Sering kali, keuntungan materi tidak menjadi motivasi, yang terpenting adalah status dan simbol kesuksesan yang terlihat. Penampilan luar harus semengesankan mungkin untuk menjaga 'gengsi'. Sampai-sampai, reuni yang harusnya menjadi tempat saling lepas kangen telah beralih fungsi dan dinobatkan menjadi 'wadah' untuk ajang pamer. Dan banyak masyarakat Indonesia yang rela berhutang hanya untuk membeli barang-barang branded agar 'terlihat mampu'.

Melalui riasan dua wajah yang Sofi usung, ia ingin agar masculinity dan feminity dapat berkolaborasi secara adil dan saling mendukung. Persis seperti menjalin sebuah rumah tangga. Jangan sampai suami dan istri sama-sama bersikap maskulin, merasa bahwa salah satu dari mereka adalah yang paling berkontribusi. Suami merasa paling penting karena menghasilkan nafkah, sementara istri juga tak mau kalah karena sudah mengurus rumah dan anak.

Sofi menuangkan uneg-uneg di dalam benaknya bahwa meskipun ia belum menikah dan mapan, ia juga adalah manusia yang utuh dan memiliki kualitas hidup yang sama baiknya seperti orang lain. Begitu pun ketika ia memilih pekerjaan yang berbeda dari semua keluarganya yang PNS, bukan berarti status Sofi jadi lebih rendah dibandingkan mereka.

Riasan dua wajah itu juga merupakan protesnya terhadap pandangan masyarakat yang memberi perbedaan perlakuan kepada wanita dan pria. Pria tidak selayaknya membantu urusan dapur dan wanita dianggap tidak laku jika tak kunjung menikah hingga berusia lebih dari 30 tahun keatas.

Ketimbang maskulin, Sofi cenderung berbudaya feminin, dimana ia lebih mementingkan melakukan yang disukainya dalam hidup. Dan harapannya, orang-orang lain, khususnya keluarganya, bisa menerima hal itu.

***

Vallena Valla adalah seorang model cantik blasteran Belanda. Ayahnya Cliff Valla merupakan seorang pengusaha sukses berkebangsaan Belanda. Sementara, ibunya Ida Valla adalah seorang wanita Jawa tulen yang sukses menjual tas tangan rancangannya hingga ke luar negeri.

Kehidupan pribadi Vallena nyaris tak tersentuh oleh publik. Model cantik itu berhasil menjaga reputasi baik selama 15 tahun ia berkarir. Kedua orang tuanya telah bercerai semenjak Vallena masih berusia lima tahun. Ia dan Ida kemudian pindah ke Paris dan memulai karier modelingnya di usia tujuh belas tahun. Lima tahun setelahnya, Vallena vakum dari dunia modeling Paris dan berkeliling asia untuk memasarkan tas tangan buatan ibunya. Mereka berdua akhirnya kembali ke Indonesia yang merupakan kampung halaman Ida dan menetap di Jakarta.

Kemunculan Vallena dipertelevisian tanah air dapat dikategorikan jarang. Vallena terkenal selektif dalam memilih acara yang dibintangi. Ia lebih banyak berkarier sebagai model dari brand pakaian atau fashion ternama. Namun, setiap kehadirannya pada program talk-show atau acara podcast selalu mampu menaikkan rating tayangan tersebut.

Soal paras, tak perlu ditanyakan lagi. Vallena Valla memiliki kecantikan unik khas model pada umumnya. Rambut sun-kissed-blonde yang selalu ia pertahankan. Alis tebal bak semut beriring membingkai sempurna mata indahnya yang berwarna biru safir. Garis rahangnya tegas dan kuat, semakin memperkuat citranya sebagai wanita yang misterius dan dingin.

Rabu siang, tepat seminggu setelah mendapat pemberitahuan melalui telepon, Sofi dipanggil untuk menemui Vallena Valla yang sedang menginap di hotel Bumi yang terletak di jalan Basuki Rachmat. Begitu langkahnya memasuki hotel, mata Sofi dimanjakan oleh pemandangan hijau yang menyegarkan. Resor yang memiliki taman menawan dengan pohon rimbun nan kokoh, serta kanal untuk memberikan nuansa ketenangan ditengah-tengah hiruk pikuk kota Surabaya. Keindahan dan keasrian suasana resor tak mampu menenangkan perasaan Sofi yang teramat gugup. Maklum saja, ini pertama kali baginya menemui seorang tokoh publik yang cukup terkenal.

Berulang kali Sofi menarik nafas panjang sambil menatap pintu kamar suite yang ada di hadapannya. Setelah merasa keberaniannya terkumpul, ia segera mengetuk pintu dengan tangan yang sedikit gemetar.

Seorang wanita paruh baya berambut pendek bergelombang dengan tampilan modis membuka pintu kamar. Ida Valla.

"Ya?"

Sofi menjawab dengan kikuk, "Per-permisi, saya Sophia Alfira, Make Up Artist yang ..."

Belum tuntas kalimatnya, Ida menyela dan mempersilahkan ia masuk, "Masuk," titah Ida.

Sofi menuruti dan mengikuti langkah Ida. Memasuki kamar yang luas berdinding coklat tua. Jantung Sofi semakin berdegup kencang.

"Siapa, mom?" terdengar suara berat dengan karakter nge-bass yang unik. Vallena muncul dari balik bathroom dengan mengenakan camisole dress sepanjang mata kaki.

Sofi terpagun, kagum dengan tubuh fit Vallena, maklum model 32 tahun itu hanya memiliki kadar lemak berkisar 18 sampai 20 persen saja. Vallena memang konsisten membagikan kebiasaan hidup sehat yang diimbangi dengan rutin berolahraga di sosial medianya, salah satu olahraga bela diri favoritnya adalah muangthai.

"A-aku Sophia Alfira, kak eh mbak eh miss, eh ..." Sofi sama sekali tidak memikirkan sebelumnya akan memanggil Vallena dengan panggilan apa.

"Panggil Vallena aja," tukas Vallena.

Sofi buru-buru mengangguk.

"Duduk deh," Vallena mempersilahkan Sofi duduk pada sofa yang berada di dekat jendela kamar.

Setelah memastikan Sofi sudah duduk nyaman, Vallena kembali melanjutkan bicaranya, "Panggilanmu apa? Sophia atau Alfira?"

"Sofi," jawab Sofi tersipu.

"Aku suka sama tema riasan kamu, Sof. Unik," puji Vallena.

"Makasih," Sofi tersenyum salah tingkah. Tak menyangka mendapat apresiasi.

"Kamu tau 'kan kalau beberapa bulan ke depan aku ada proyek acara life style bersama Madam Suharti. Jadi aku mau pakai jasa kamu untuk make-up'in aku selama syuting. Asal kamu tau, aku enggak suka riasan yang terlalu menor," terang Vallena.

"Iya, Vallena," sahut Sofi.

"Soal kontrak dan lain-lain kamu ngomongin aja sama Mom Ida," terang Vallena, "ada yang lain yang mau kamu tanya?"

Sofi menggelengkan kepala.

Tak ada pertanyaan yang terbersit dalam benak Sofi. Kegugupannya belum hilang, mengakibatkan otaknya nge-blank.

"Kalau enggak ada yang mau kamu tanyain dan semua sudah deal kecuali masalah kontrak, kamu bikinin aku teh dulu, gih. Sembari nunggu Mom bawakan berkas-berkas untuk kamu tanda tangani," ujar Vallena seraya menyilangkan kakinya yang jenjang.

"Apa?" Sofi tak sanggup menyembunyikan wajahnya yang kebingungan. Apa ia tidak salah dengar? Vallena menyuruhnya membuat teh?

"Buatin teh, kamu enggak bisa bikin teh?"

"Bi-bisa," jawab Sofi.

"So what are you waiting for? Chop-chop," Vallena mengibaskan tangan - memerintah Sofi.

Sofi bangkit dari duduk dengan ragu. Tidak salah nih, dia harus membuatkan Vallena teh segala? Dia melamar sebagai MUA bukan sebagai asisten atau pesuruh. Tapi, apa mau dikata, Sofi sangat membutuhkan pekerjaan ini ketimbang memikirkan harga dirinya.

Pelan-pelan diambilnya cangkir dari counter, mata Sofi melirik kanan-kiri menjadi letak kotak teh dan gula.

"Jangan terlalu manis. Aku tidak suka!" seru Vallena. Semakin lama suara serak Vallena terdengar mirip seperti suara Whulandary Herman, pemenang kontes kecantikan Puteri Indonesia tahun 2013 lalu.

"Iya," sahut Sofi. Hatinya sibuk merutuk. Ternyata Vallena adalah seorang model yang lumayan bossy dan menyebalkan.

"Setelah ini kamu aturkan rambutku. Aku hendak pergi makan malam," perintah Vallena.

Sofi menengok dengan mata yang membelalak, "A-aku mulai kerja hari ini? Tapi, aku tidak bawa peralatan," ucapnya kelimpungan.

Vallena berdecak, "Gimana sih? Mau kerja kok enggak bawa peralatan tempur!"

"Ma-maaf," sahut Sofi lirih. Meskipun sebenarnya ia jelas merasa bahwa posisinya tidak bersalah. Sofi berjalan sembari membawa secangkir teh hangat yang diminta oleh Vallena dan meletakkannya pada coffee table di depan Vallena.

"Hari ini aku maafkan. Sekarang pakai hair straightener punyaku dulu," Vallena meraih cangkir teh dan meniup-niupnya.

Ida muncul membawa beberapa lembar kertas dan duduk di samping Sofi. Wajah wanita dengan kalung mutiara menjuntai itu selalu datar dan terkesan angkuh.

"Silahkan dibaca," ucap Ida kepada Sofi.

"Jangan terlalu lama. Aku butuh kamu segera untuk mengatur rambutku!" lirik Vallena pongah.

Sofi menelan ludah.

Vallena yang selama ini ia lihat dalam acara wawancara sangat santun dan humble. Ternyata itu semua hanya pencitraan semata. Kalau saja ia tak membutuhkan pekerjaan, sudah ia siram air panas sisa bikin teh tadi tepat pada wajah Vallena.

Kebawelan Vallena tidak berhenti sampai di situ saja. Model itu selalu mengkritik cara Sofi ketika sedang meluruskan rambutnya.

"Agak di-blow, dong! Jangan terlalu lurus lepek gini, tampilanku jadi enggak fresh!"

Sofi hanya terdiam. Berusaha sekuat tenaga menahan kesabaran.

"Alatnya jangan didiamkan lama di rambutku. Nanti rambutku jadi kering dan bercabang. Tangan kamu yang lihai gitu, lho. Bisa apa enggak, sih?"

Sungguh.

Sofi berupaya menahan emosinya yang tertahan di ubun-ubun.

***

Sofi sedang mencoba untuk memejamkan mata saat ia mendengar bunyi gaduh dari luar kamar. Dengan kesal ia menyingkap selimut yang membalut tubuhnya dan mencari asal suara berisik. Ia berjalan melewati ruang tengah menuju dapur yang berada di belakang rumah. Pandangannya terbatas karena beberapa lampu telah dipadamkan.

Betapa terkejutnya Sofi saat mengetahui dari mana asal suara itu berasal. Seorang pria bertubuh tinggi sedang sibuk memasak membelakanginya.

Siapa lelaki itu? Mau apa malam-malam masak di rumahnya? Dan lagi mengapa ayahnya diam saja membiarkan orang asing masuk ke dalam rumahnya? Beberapa pertanyaan berkelindan mengusik pikiran Sofi. Dengan gamang ia memberanikan diri melangkah mendekati si lelaki.

"Siapa kamu?" tanya Sofi setengah berteriak.

Mendengar suara Sofi, si lelaki menghentikan kegiatan dan menoleh perlahan.

"Kamu tidak mengenalku? Aku ke sini untukmu," jawabnya.

Mata Sofi membelalak. Lelaki itu adalah si tampan bermata biru safir yang beberapa hari lalu muncul di mimpinya! Mengapa bisa ...?

"Tapi, kamu ... kamu ... aku 'kan hanya bermimpi ..." Sofi meracau kebingungan.

"Come on don't make it sound like you're not happy to see me," bisik si lelaki pada Sofi. Tubuhnya sedikit membungkuk, memandangi wajah Sofi dengan seksama.

"Ayahku akan membunuhmu kalau tau kamu ada di sini," Sofi resah.

Seakan tak peduli pada kecemasan yang dirasakan Sofi, lelaki itu memeluk pinggang ramping di hadapannya dan menaikkan tubuh itu ke atas meja makan. Sofi hampir memekik karena terkejut, namun, ia masih sempat menahan diri agar tak menciptakan suara keras.

"Mereka semua sudah terlelap, termasuk ayahmu. Lagipula, biarkan saja seluruh keluargamu tau aku di sini. Memergoki kita berdua bercumbu. Agar mereka segera menikahkan kita," seloroh si lelaki menatap Sofi dengan dalam. Mata biru terangnya bercahaya di tengah remang malam.

"Aku pasti sudah gila," gumam Sofi.

Tanpa menunggu aba-aba. Si lelaki mengecup leher dan telinga Sofi dengan bergairah. Sofi hanya bisa pasrah, matanya terpejam menikmati rasa geli yang menjalar ke seluruh tubuhnya bak sengatan listrik.

Sofi bertumpu pada kedua lengannya. Menahan desahan karena sensasi nikmat yang tengah ia rasakan. Kedua tangan si lelaki menelusup masuk ke dalam kaos longgar Sofi, meremas kedua gundukan buah dada dan memilin-milin puncaknya hingga mengeras.

Mereka berdua merasakan tubuh yang sama-sama memanas, khususnya pada daerah tengah selangka.

"Kiss me," desah Sofi.

Si lelaki tersenyum menggoda. Wajah mereka begitu dekat sehingga dapat saling merasakan hembusan nafas satu sama lain. Kepala Sofi mendongak dengan bibir yang sedikit terbuka - menantikan sebuah ciuman.

Hingga pada akhirnya, bibir kedua insan itu pun bertemu. Saling bertautan memainkan lidah dengan membara.

Sofi meremas rambut pirang lelakinya dengan mata terpejam. Alisnya berkernyit saat merasakan rambut itu berubah memanjang. Pelan-pelan Sofi membuka matanya untuk memastikan.

"Kenapa? Kamu suka rambutku? Kalau begitu bagaimana kalau kamu membantuku mengaturnya?"

Mata Sofi membelalak, "Vallena!" ia berteriak.

"Kemarilah, kita lanjutkan ciuman yang tadi," Vallena tersenyum menggoda Sofi yang ketakutan.

Sofi menepis tubuh Vallena sekuat tenaga.

"Pergilah! Menjauh dariku!" pekiknya.

Now take it in but don't look down

"Jangan jual mahal. Aku tau kamu menyukaiku," desak Vallena.

'Cause I'm on top of the world, 'ey
I'm on top of the world, 'ey
Waiting on this for a while now
Paying my dues to the dirt
I've been waiting to smile, 'ey

"Haaaaah ...!" Sofi membuka mata dengan paksa. Mengamati sekelilingnya dengan was-was. Nafasnya tersenggal seolah baru saja menuntaskan lari maraton.

I'm on top of the world

Suara alarm lagi-lagi menariknya kembali pada dunia nyata.


¹ IBM atau International Business Machines Corporation adalah perusahaan teknologi multinasional Amerika yang berkantor pusat di Armonk, New York, dengan operasi di lebih dari 171 negara.




Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top