Chapter 13 - Senjata Baru
Indonesia, April 2018
Mall Toritori
Seperti seorang anak kecil yang diberi permen, aku dengan girang menebas monster-monster jelek itu sampai bersih. Lantai dasar sudah bebas dari serangan monster. Selanjutnya lantai satu.
Perlu kalian ketahui, Mall Toritori yang sedang ditimpa bencana ini merupakan Mall dengan empat lantai, dan lumayan luas. Akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membersihkan semua lantai.
Selain bertugas untuk menghancurkan monster, aku juga mengamankan dan menyelamatkan warga tak bersalah yang masih terjebak dalam ketakutan. Tugas yang cukup berat memang, tetapi tak masalah, selama aku menjalaninya dengan penuh semangat.
Aku berlari menuju lantai satu. Menaiki eslakator yang masih berfungsi dengan sebagaimana mestinya, membawaku menuju lapangan pertempuran selanjutnya. Dilantai satu, sambutan meriah sudah menatiku. Monster-monster yang menungguku kini mulai menyerangku dengan membabi buta. Sepuluh ekor monster jelek kini mengepungku. Kalian fikir gue bakalan takut?
Baiklah, kini aku akan berbagi sebuah strategi yang cukup berguna pada kalian. Jika kalian sedang dalam kepungan lingkaran, maksudku musuh berdiri membentuk lingkaran dengan kita sebagai porosnya. Hal pertama yang harus kalian lakukan adalah perhatikan gerak-gerik musuh. Pasang posisi siap menyerang, dan tunggu moment yang pas.
Hal selanjutnya adalah mencari celah, jika ada salah seorang yang terlihat lengah, disitulah kesempatan kalian untuk dapat keluar dari kepungan. Serang musuh yang sedang lengah tersebut, lalu berlari keluar area lingkaran yang mereka buat. Setelah itu kalian berbalik dan usahakan musuh kalian berada dalam jarak pandang kalian.
Tetapi untukku, kasusnya beda lagi, haha. Monster-monster yang mengepungku serentak menyerang ke arahku. Aku melakukan gerakan memutar dengan pedang berada di sisi luar yang kuberi nama, "Tornado Slash."
Ke-sepuluh monster yang tadi menyerangku terlempar dan meledak secara bersamaan. Terlihat beberapa monster lainnya sedang menunggu giliran untuk segera kubasmi. Aku menerjang maju, menebasnya, dan meledakannya.
Pemberantasan itu berlangsung cukup lama. Memakan waktu sekitar tiga puluh menit dan sekarang aku sedang berkeliling mulai dari lantai atas hingga lantai dasar. Takut ada monster yang terlewatkan. Kan bahaya kalo sampe ngamuk sendirian. Ntar disangka jomblo tuh monster ngamuk-ngamuk gak jelas.
Patroli selesai, aku berlari ke pintu depan memastikan bahwa diluar juga sudah tak ada monster lagi. Kondisi aman terkendali. "Sepertinya sudah aman."
Saat hendak berbalik, ada sesuatu yang keras mendorongku dari belakang, lebih tepatnya menendangku hingga aku jatuh tersungkur. "kampret, ini siapa yang nendang? Gatau tempat banget."
Aku bangun dan berbalik. Mengedarkan pandanganku mencari siapa pelakunya. Kudapati sebuah titik hitam di langit, titik hitam itu semakin membesar dan membentang. Seekor monster dengan tubuh berwarna hitam sedang menukik tajam kearahku.
Berbalik, monster itu bermanuver dan kini dua buah cakar dengan delapan buah kuku-kuku yang tajam siap mencengkramku. Refleks aku berguling ke arah kiri menghindari serangan dari monster itu. Aku berguling sebanyak tiga kali, dan saat kakiku menapak tanah dengan sempurna, berniat melakukan serangan balasan. Kuayunkan pedangku ke arah dimana monster tadi akan menyerangku tapi hanya menebas angin.
"Ilang kemana tuh monster?"
Kuedarkan lagi pandanganku. Kudapati dia terbang sepuluh meter dihadapanku, mungkin lebih tepatnya melayang. Sayapnya mengepak pelan membuat dia bisa mengambang di udara.
"Salam pembela kebenaran. Namaku Monster Gagak," ujarnya, disertai suara serak yang cempreng.
Sepertinya, monster-monster ini sudah mendapatkan bimbingan sopan santun. Sudah tiga kali mereka selalu memperkenalkan dirinya terlebih dahulu. Yang ini ditambahin 'salam'. Bosnya pasti monster yang ta'at beragama.
"Salam Monster Gagak. Ada apa gerangan yang membawamu terbang kemari?" tanyaku, sembari membalas salamnya. Berbalas salam adalah suatu amal perbuatan yang baik. Ingat itu.
"Kepakan sayap hitamku membawaku kemari untuk menyelesaikan sebuah tugas. Yaitu, untuk menghabisimu. Apakah kamu bersedia?" monster yang sangat jujur, dan ... sedikit drama.
"Wahai Monster Gagak yang rupawan. Jikalau dirimu datang kemari untuk menghabisiku. Itu tidaklah mungkin. Karena aku yang akan menghabisimu terlebih dahulu."
"Mari kita buktikan kebenarannya," dan monster itu langsung melesat ke arahku dengan cepat. Aku yang belum siap akan serangan dadakan sontak kembali berguling menghindari serangannya.
Belum sempat tubuhku berdiri sempurna, sebuah serangan dari cakar tajam Monster Gagak itu sudah menjamah tubuhku, membuatku terpental ke belakang.
"Sialan, monster itu cepat sekali."
Aku yang masih berbaring di tanah, belum sempat bangun mendapat serangan bertubi-tubi dari cakar dan paruh Monster Gagak. Aku hanya sanggup melindungi diri dengan tangan dan kakiku. Sungguh konyol. Seorang pembela kebenaran dibuat tak berdaya oleh seekor burung.
Ditengah serangah bertubi-tubi itu aku mendapatken setitik celah, kuayunkan Pour Over Sword ke arahnya, berharap dapat memberikan luka meskipun cuma sedikit.
Namun sepertinya harapan itu berbalas kekosongan. Sebelum ujung pedangku mengenainya, Monster Gagak itu sudah terbang menjauhi jangkauan pedang. Akibat dari serangan tadi, pertahananku terbuka lebar dan hal itu tidak disia-siakan oleh sang monster. Monster Gagak itu menyerangku tepat di dada, kambali aku harus merasakan terlempar jauh akibat serangannya.
Mendapat kesempatan, aku memutar tubuhku dan berdiri. Memasang posisi siaga. Kulihat Monster gagak sedang melayang dengan santai di depan sana.
"Kau tidak akan bisa menangkapku, wahai manusia."
Iya juga sih, pedang gak nyampe, loncat juga tetep gabakal nyampe. Satu-satunya yang kubutuhkan saat ini adalah sesuatu yang dapat dilemparkan. Sebuah senjata jarak jauh. Yap, itu yang kubutuhkan. Tapi, pake apa? Kalian punya saran?
Senjata yang lazim digunakan untuk jarak jauh adalah panah dan pistol. Nyari dimana coba barang begituan? Pinjem ke polisi? Kelamaan, kalian tau sendiri birokrasinya gimana. Ribet. Surat sini surat sana belum nunggu berbulan-bulan. Keburu berkembang biak tuh monster.
Tiba-tiba sebuah obor menyala diatas kepalaku. Aku mendapat ide bagus. Teringat dengan masa kecilku dulu dikampung, untuk menyerang sesuatu dengan jarak jauh, alat yang kugunakan adalah sebuah alat tradisional yang sangat mudah dibuat. Yap, ketapel.
"Wahai Monster Gagak, tunggulah disini sebentar," aku pun berlari mencari bahan-bahan yang kubutuhkan.
Baiklah, alat yang kubutuhkan cukup mudah didapat. Sekarang aku butuh batang pohon berbentuk 'Y'. Apakah kalian melihat batang pohon berbentuk 'Y'? katakan lebih keras! Lebih keras! LEBIH KERAS!!!
Okey, dengan sangat terpaksa, sangat terpaksa sekaliaku harus menebas beberapa cabang pohon untuk mendapatkan bentuk 'Y' yang pas.
Bahan selanjutnya yang aku butuhkan adalah sebuah tali elastis, lebih tepatnya karet. Agak mudah dicari. Aku berlari kedalam Mall Toritori untuk mendapatkan tali elastis yang kubutuhkan.
Cukup sulit ternyata mencari sebuah tali elastis yang kubutuhkan, yang akhirnya aku menjarah tali karet dari tempat menjual alat-alat fitnes. Lumayan daripada harus menyambung-nyambungkan karet gelang. Bakalan lebih lama lagi.
Alat sudah siap, tinggal amunisi. Aku kembali berlari keluar Mall Toritori menuju halaman parkir. Disana aku memunguti beberapa batu-batu kecil. Aku sedikit melirik pada Monster Gagak, dia masih melayang dengan santai, menungguku untuk selesai dengan urusanku.
"Sepertinya cukup," gumamku. Aku duduk bersila, merangkai ketapel sakti-ku satu-persatu. Pertama adalah membuat bantalan untuk amunisi, lalu menyambungkannya dengan batang pohon berbentuk 'Y'. Dan, wof, ketapel sakti-ku siap untuk digunakan.
Aku berlagak mengetesnya dengan merentangkan tali karet di depan wajahku sambil memicingkan mata. "Sempurna," gumamku.
Baiklah, kini aku siap. Aku berlari ke hadapan Monster Gagak itu sambil membawa senjata baruku. "Maaf lama bro," ujarku.
"No prob, bisa kita lanjutkan?"
"Tentu saja bisa."
Kumasukan sebuah batu kecil pada bantalan amunisi, kutarik tali karet itu sampai maksimal dan kuarahkan padanya. "Bersiaplah."
Stak ...
Syuuuut ...
Plak ...
Buk ...
"ADAW!"
Monster sialan. Dia mengembalikan batu yang kulemparkan dan tepat mengenai kepalaku. Mana sakit lagi.
"Tembakan yang lemah sekali," ujar Monster Gagak.
Ck sial. Senjata pamungkas yang kubuat dengan sepenuh hati dimentahkan hanya dalam sekali hentakan. Aku harus gimana?
"Kak Alvi!"
Aku menoleh, Vina berlari ke arahku dengan membawa sebuah, ketel?
"Kak Alvi lagi ngapain?" tanyanya saat Vina sampai di hadapanku. "terus itu ketapel buat apaan kak?"
"Menurut ngana?"
"Nih kak, senjata baru," ujar Vina sambil memberikan ketel yang dibawanya padaku. Ketel Brewing berwarna silver-hitam. Aku menerimanya. Desainnya unik, ada pelatuknya, seperti ... ...
"Kettle Gun. Bisa menembakkan air panas. Ada tiga mode, Burst, Rapid, dan Charge. Untuk amunisinya tinggal isi air aja."
"Berarti ini?"
"Yap. Singkatnya itu pistol. Tapi dengan kearifan seorang Barista."
Tuhan tolong maafkan aku. Bangsat, sialan, cebol kampret, gue dari tadi udah babak belur sampe ngejarah tempat fitnes buat bikin senjata bakal ngalahin tu monster, nah lu dateng-dateng bawa solusi yang bagus. KENAPA GAK DATENG DARI TADI VINA? Gak anaknya gak bapaknya sama-sama bikin kesel.
Ya Tuhan, tolong berikan azab apapun yang pantas untuk makhluk satu ini. Jadi istri kedua buatku juga gak apa apa ya Tuhan. Tolong kabulkanlah permohonanku ini.
Yah, oke lah. Karena Vina datang membawa sebuah solusi, sebaiknya segera kukalahkan Monster Gagak itu. Biar cepet pulang. Lelah jiwa dan raga.
"Vina, mundurlah!"
Aku mengomandokan Vina agar berlindung di belakangku. Untungnya dia cepat mengerti dan sembunyi di belakangku. Saatnya untuk serius.
Aku maju dua langkah. Mengacungkan moncong ketel pada Monster Gagak, aku berkata "Bersiaplah."
"Khikhikhi, aku selalu siap."
Monster Gagak itu tertawa meremehkan. Kita lihat saja. Kutarik pelatuk pada Kettle Gun dan sebuah bola peluru yang terbuat dari air panas melesat lurus.
Dsyuu ...
Namun, Monster Gagak itu dengan cepat menghindarinya. "Sial, dia terlalu gesit."
Monster itu terbang lurus ke arahku, bersiap untuk menyerang, cakar tajamnya sudah siap untuk merobek baju zirahku. Dengan cepat aku berguling ke kanan dan berdiri mengarahkan Kettle Gun dan menembaknya lagi.
Pertarungan yang cukup sengit, serangan cepat dari sang monster dan aku yang terus berguling mengindar dan menembaknya. Belum ada yang mendapat luka serius sampai sejauh ini. Hanya terserempet sedikit. Gabakal berdarah.
Hingga akhirnya aku dapat memberikan satu tembakan telak dimana saat Monster gagak itu menukik tajam dan aku terpeleset kulit pisang saat hendak berguling yang hasilnya aku jatuh terlentang dan monster itu lewat tepat di atasku. Kulepaskan beberapa tembakan beruntun dalam mode Rapid, dan monster itu langsung berguling di tanah dan tergeletak. INI SIAPA YANG BUANG SAMPAH SEMBARANGAN WOI?
Tak ingin menyia-nyakan kesempatan, aku langsung bangun dan menembaki monster itu saat hendak terbang lagi. Haha, rasakan itu.
Aku meneruskan penyiksaan itu beberapa kali. Cukup menyenangkan juga rupanya. Semoga saja jiwa psikopatku tidak kembali tumbuh. Aku bisa melihat Monster Gagak itu sudah tak berdaya, berdiripun susah.
"Kak Alvi! Serangan Spesial!"
Sepertinya sudah saatnya aku mengakhiri semua ini. Kuambil dua keping Coffee Coin dari sabuk kiriku. Seperti yang sudah-sudah. Untuk melakukan serangan spesial kita membutuhkan Coffee Coin untuk menambah daya serang. Memasukannya pada senjata yang akan digunakan dan tarik tuasnya.
By the way, ini slot buat masukin Coffee Coin-nya mana ya?
Vina kembali berteriak. "Bukan pake Kettle Gun kak, pake Pour Over Sword!"
Bangsul, dikira bakal dapet jurus baru lagi.
Akhirnya, aku celingukan. Ini Pour Over Sword-ku kemana ya?
Kudapati pedang kesayanganku tergeletak tak bergerak di samping monster itu. Maafkan aku. Aku sampai melupakanmu ketika mendapat mainan baru.
Aku berlari ke arah Monster Gagak yang sudah kembali berdiri, berlari sambil menembakinya agar monster itu tidak kabur. Tiga meter dihadapan Monster Gagak aku melakukan Sliding Kick bermaksud untuk mengambil pedangku.
Yak, pedang sudah kugenggam, Monster Gagak pun terpelanting terkena Sliding Kick dariku. Seperti peribahasa 'tak kenal maka tak sayang', makanya kenalan dulu boy. Sama kaki gue nih.
Aku berhenti meluncur, segera berdiri dan berbalik. Monster itu berusaha untuk berdiri dan kabur. Tak akan kubiarkan. Kuarahkan moncong Kettle Gun-ku dan kembali menembakinya.
Kurasa cukup. Dia tak akan bisa kabur lagi. Kulempar Kettle Gun ke sembarang arah. Semoga Vina menangkapnya dengan baik.
Sekarang saatnya penghabisan. Kumasukan dua buah Coffee Coin ke dalam Pour Over Sword.
... Cring ... Cring ...
Kutarik tuas pada Piston Belt.
... Pssshhh ... Sword Strike ... Ready ...
Kukembalikan tuas itu dalam satu hentakan dan langsung berlari ke arah Monster Gagak. Sepertinya sedikit improvisasi akan menghasilkan jurus baru. Aku menambah kecepatan lariku, menurunkan pedang yang semula kuangkat diatas kepala menjadi di samping tubuh, dan mencondongkan badanku kedepan.
Badanku melesat lurus, tenaga pada tanganku sudah terkumpul, aku siap. Begitu mencapai monster itu, kuhentakan pedangku menghasilkan satu tebasan lurus tepat mengedai dada Monster Gagak.
"BOTTOM SLASH."
DUARR ...
Bunga api yang indah tercipta disertai dentuman yang memekakan telinga. Aku memandang dengan puas ledakan hasil cipta karyaku itu. Yah, sepertinya tugasku hari ini sudah selesai. Sebaiknya aku segera pulang dan mengistirahatkan tubuhku.
Aku berjalan menghampiri Vina di ujung sana, melepas Blend serta Piston Belt dari pinggangku, dan kembali menjadi manusia biasa.
Disana Vina menungguku dengan ekpresi cemas. Aku terus berjalan sambil menggantungkan sebuah senyuman padanya sebagai tanda aku baik-baik saja. Yah, semoga saja dia tidak terlalu khawatir.
"Kak Alvi sehat?" tanyanya begitu aku sampai.
"Sehat kok, kenapa? Kamu gak usah terlalu khawatir Vina. Aku baik-baik saja kok," jawabku. Senyumanku masih kugantungkan, bahkan lebih kukembangkan.
"Gak, itu senyum-senyum sendiri. Aku kira kepala kak Alvi kepentok."
Dan diapun berlalu pergi meninggalkanku.
Gapapa Alvi, gapapa.
"Kak Alvi, ayo!" Vina berbalik dan memanggilku.
Yah, sudahlah. Aku segera berlari menghampirinya. Sekarang ada hal penting yang harus segera kulakukan. Membangunkan seorang putri yang tengah tertidur akibat serangan iblis. Dan tugasku untuk kembali membawanya kembali ke istana.
See You Next Time.
*=*
TBC
Note :
Selamat pagi. Semoga kalian terhibur dengan cerita retjehku ini. Hahaha.
Baiklah, ada sebuah penjelasan dariku, yang mungkin membuat kalian bingung selama ini, jadi lebih baik kujelaskan sekarang.
Pada cerita ini, aku menggunakan PoV 1 dengan dua tokoh utama yaitu Alvi dan Profesor Frik. Alvi sebagai tokoh utama cerita menggunakan kata 'Aku' pada deskripsi dan 'Gue' pada suara batin (tulisan miring). Sedangkan Profesor Frik pada chapter khusus menggunakan 'Saya'. Yah semoga kalian tidak bingung.
Sekian, dan terima gaji.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top