Chapter 12 - Kencan

Indonesia, April 2018

Restoran Siput


Hai. Selamat siang. Oke, hari ini aku harap kalian jangan banyak bertanya, karena aku sedang sibuk menata masa depan. Oke?

Hari ini aku sedang makan siang di Restoran Siput. Bukan kok, bukan makan siput, resto ini mengusung tema siput, mulai dari meja, kursi, sampai gambar-gambar di dinding dipenuhi oleh gambar siput. Entahlah, mungkin pemilik restoran ini keturunannya Tsunade kali. (Bagi kalian yang gak kenal siapa Tsunade, cari di gugel.)

Ngomong-ngomong soal siput, pelayanan disini juga seperti siput, bisa terlihat para pelayan disini sangat lambat dan hati-hati dalam mengantarkan pesanan. Makanan Pesananku pun belum jadi sampai sekarang, sudah satu jam aku duduk disini.

Tapi tak apa, karena dihadapanku sekarang ada seorang gadis manis dengan senyum yang sangat indah. Tepat sekali. Amanda Putri Parvati, gadis manis dengan sejuta pesona ini kini tengah duduk di hadapanku. Pelayanan yang lambat membuatku bisa ngobrol lebih lama dengannya. Terima kasih Restoran Siput.

Jadian? Belum kok, masih proses, haha. 

Setelah seminggu lalu aku mendapat nomor kontak Manda, malamnya aku langsung mengiriminya pesan. Yah, pesan basa-basi busuk seperti mengucapkan selamat malam, atau menanyakan sedang apa dan sebagainya, dan itu sukses membuatku dekat dengannya. Saling berbagi cerita dan kejadian konyol ditengah kegiatan kami sungguh sangat menyenangkan.

Dan hari ini, aku baru berani mengajaknya untuk pergi keluar, dengan dalih membahas Grand Opening Shuffle Coffee yang akan diadakan minggu depan. Kenapa gak langsung ke Frans? Lu ngerti jurus deketin cewek gak sih? Dah jangan banyak nanya, lagi menikmati hari-hari bersamanya.

"Haha ... itu lucu Kak, haha .. "

Lihatlah, tawanya sangat memikat. Suatu kepuasan tersendiri melihat dia tertawa riang seperti itu. Meski harus membuat diriku sekonyol mungkin, tapi tak apa, aku senang saat dia bahagia.

Hingga akhirnya makanan kami pun datang, benar-benar siput sekali. Manda yang kelihatannya sudah sangat kelaparan dengan riang gembira menyambut makanannya, mirip seperti anak kecil yang mendapat eskrim.

Sebelum menyantap makanan, ada baiknya kita berdoa dulu. Kalian juga jangan lupa berdoa sebelum makan yah, biar makanannya gak dimakan sama jin. Haha.

"Eh, Manda, bentar," aku buru-buru menyetop Manda yang sudah memasukan dua sendok nasi secara cepat. Beneran kelaperan ni anak kayaknya. "Makannya jangan cepet-cepet. Di restoran ini, kalo makannya cepet nanti kena denda satu juta," ujarku. Yah, sebenarnya agar kita bisa menikmati waktu lebih lama, lagian gak baik juga makan cepet-cepet, ntar keselek.

Entah dia yang terlalu polos atau aku yang pintar dalam berbohong, Manda memakan makanannya dengan sangat pelan, mirip gerakan slow motion. Menyendok nasi dengan perlahan, mengangkatnya, dan menyuapkan makanan pada mulutnya dengan sangat perlahan. Ya gak gitu juga kali, maksudnya pelan-pelan aja sambil ngobrol gitu, makan mah normal aja.

Aku terus memperhatikan Manda yang sedang makan, hingga tanpa sadar aku pun jadi menirukan gerakan Manda, makan dengan slow motion. Cukup lama kami saling diam, fokus dengan makanan masing-masing. Sampai,

"Kak Alvi. Ngapain makannya kaya gitu sih? Makan biasa aja, sambil ngobrol atau apa gitu."

Ini yang bego gue apa gimana sih?

Yah, baiklah. Akhirnya aku dan Manda makan dengan normal sambil ngobrol, membahas hal yang sangat penting, penting, kurang penting, sampai yang tidak penting sama sekali. Hingga tak terasa makanan kami pun habis tak bersisa, dan obrolan kami masih belum selesai juga.

Ditengah obrolan seru antara aku dan Manda, terdengar sebuah lantunan musik perkusi. Dentuman alat musik tabuh itu semakin lama semakin cepat seperti genderang perang. "Ini musik darimana sih?" tanyaku pada Manda.

Manda yang sepertinya tidak tau hanya menggelengkan kepalanya. "Tapi kok kayaknya deket banget yah kak suaranya."

Iya juga sih, deket banget. Aku meningkatkan fokus pada kedua telingaku, berharap dapat mengetahui asal suara musik aneh ini. Suaranya berasal dari sebelah kananku, hmmm.

Kuraih jaket hitamku yang memang kusimpan disana. Rasanya ada sesuatu yang bergetar. Kudekatkan telingaku pada jaketku itu, suara dentuman genderang perang itu semakin keras terdengar.

Jika analisaku benar, suara ini berasal dari sebuah alat yang sangat penting, dan jika suara genderang perang ini terdengar berarti bumi sedang dalam keadaan gawat. Kurogoh saku jaket dan mengambil sebuah alat komunikasi yang diberikan oleh Profesor Frik waktu itu. Kutekan tombol hijau yang ada pada alat komunikasi tersebut, dan mendekatkannya pada telingaku.

"LAMA BANGET SIH NGANGKATNYA."

Sontak aku menjauhkan alat komunikasi itu dari telingaku. Buset, ini bocah abis makan speaker kayaknya.

Kugosok-gosok telingaku yang terasa berdenging. Lalu kudekatkan lagi alat komunikasi itu.

"Ya, halo. Kenapa Vin?" yap, Vina lah yang berbicara di seberang sana.

"Kak gawat. Ada monster menyerang."

"AAPPAA?" aku bangkit dan berteriak sambil menggebrak meja, mirip seperti adegan pada sinetron-sinetron alay. Kejadian itu sontak membuat perhatian seluruh pengunjung restoran ini menoleh padaku. Tapi aku tak memperdulikannya, aku harus segera menuju lokasi kejadian sebelum monster itu memakan korban. "Dimana lokasinya?"

"Mall Toritori, jalan Brigadir Samuel Jaya nomor delapan puluh empat."

DUARR ...

"Oke, aku sudah sampai."

"Lah? Cepet banget kak?"

"Aku lagi di TKP daritadi."

"Oh, ngapain?"

"Abis makan, di Restoran Siput."

"Sama siapa?"

"Sama ... udah pokoknya buruan kesini!" aku buru-buru menutup sambungan pada alat komunikasi itu. Kenapa malah kaya di interogasi sama pacar sih, elah.

Baiklah, hal pertama yang harus aku lakukan adalah menyelamatkan masa depanku. Kulihat Manda masih dengan santai menyeruput sisa minuman di gelasnya. Dia menoleh padaku, "Kak, itu tadi yang meledak apaan? Terus kok diluar kayak rame banget."

Memang benar, diluar sana, tepatnya di luar restoran tempat kami makan terdengar suara riuh para penonton-para pengunjung yang panik. Teriakan-teriakan yang disusul dengan suara barang-barang berjatuhan. Ah sudahlah, pokoknya harus kuselamatkan Manda terlebih dahulu.

"Yuk Manda, kelihatannya di sini bahaya."

Aku mengulurkan tangan kananku, berharap mendapat sambutan hangat darinya. Namun, Manda sepertinya kurang peka atau memang gak mau, dia mengambil jaket dan tasnya tanpa menyentuh tanganku sedikitpun. Sabar Alvi, sabar.

"Yuk kak, kita bayar dulu," dengan santainya Manda melangkah ke meja kasir. Yah, aku pun mengikutinya dari belakang, tak lupa dengan jaket kebesaranku.

"Loh? Kak? Ini kasirnya kemana yah?" Manda kembali bertanya padaku. Mana gue tau Manda. Itu orang diluar udah pada lari kalang kabut, lu masih santai mau bayar.

PRANG ...

GRAAAHHH ...

Sontak aku, Manda, berserta seluruh pengunjung restoran yang masih santai menoleh ke sumber suara menyeramkan itu. Dan, yah, kalian pasti tau teriakan melengking seorang wanita kan? Nah teriakan itu bergema di samping telingaku. Tepat sekali, teriakan Manda yang melengking secara paksa masuk ke gendang telingaku. Mampus, bisa budeg gue lama-lama.

"KYAAAA ... "

Manda mepet ke punggungku, kalian faham kan? Sebuah benda keny ... STOP. Sebagai lelaki sejati aku dengan gagah berani melindungi Manda yang ketakutan dibalik badanku, mengambil sikap siaga akan serangan monster.

Satu ekor monster yang – sudah pasti jelek memecahkan kaca dan meraung didalam restoran. Para pengunjung yang sedang menikmati hidangannya pun sontak kaget dan panik, ada yang berteriak, ada yang berlarian, ada yang bersembunyi di bawah meja, ada yang pingsan.

Aku memperhatikan keadaan sekitar, mencari celah untuk melarikan diri. Yap, yang lebih penting sekarang adalah menyelamatkan Manda. Sebelah kiri? tembok. Kanan? ada monster. Lewat belakang? kayaknya gak mungkin.

Monster itu masih gencar meraung-raung tak jelas, mungkin lapar. Penduduk di dalam restoran sudah semakin berkurang, ada yang mampu menyelamatkan diri ada juga yang masih terjebak dan tak tau harus melakukan apa. Aku bingung, pokoknya aku harus menyelamatkan Manda terlebih dahulu. Aku pun melihat sedikit celah, di sisi kanan monster itu, sebuah titik buta tercipta untuk meloloskan diri. Kupegang tangan Manda dan segera berlari, melesat melewati monster itu.

Degup jantungku semakin bergemuruh saat mulai mendekati monster itu, tak ada belok sana belok sini, yang kulakukan cukup berlari lurus. Semakin dekat, semakin menegangkan hingga akhirnya aku berhasil lolos berlari keluar restoran dengan selamat tanpa sepengetahuan monster itu. Sisanya hanya cukup mencari tempat yang aman.

Tiba-tiba tangan yang sedang kugenggam menarik diri mengakibatkan aku pun ikut berhenti. Berniat untuk menoleh menanyakan perihal 'kenapa berhenti' pada Manda.

"Dek, ini kita mau lari sampe kemana?"

Dek? Loh? Kok suaranya beda?

Aku menoleh ke sumber suara. Disana aku mendapati seorang ibu-ibu muda dengan setelan kantor hitam-putih lengkap dengan kacamata yang bertengger di hidungnya. Dia terengah-engah setelah berlari bersamaku. WOI INI SIAPA? Mampus, salah bawa orang gue.

Aku kalap, celingukan ke kanan dan kekiri mencari Manda yang sepertinya tadi ikut lari bersamaku. Ternyata tak ada. Pandanganku kembali pada ibu-ibu muda yang masih menetralkan nafasnya itu. Wuhu, mantap juga bodinya. Kalau dilihat-lihat wajahnya juga masih segar, perfect inimah. Mataku sampai tidak berkedip memperhatikannya dari atas sampai bawah sampai keatas lagi.

PLAK ...

"Gak sopan banget ngeliatin orang sampe segitunya! Dasar cowok mesum! " dia menamparku dan berbalik meninggalkanku bersama segala umpatan dan sumpah serapah yang tak jelas.

Aku memegangi pipiku yang panas, "Sialan tuh cewek, bukannya bilang makasih udah ditolongin, malah nabok."

"Ah sudahlah, sebaiknya aku mencari tulang rusukku yang hilang." Aku berlari kembali ke Restoran Siput. Keadaan masih ricuh saat ini, aku harus menghindari beberapa tabrakan orang-orang yang sedang berlari berlawanan arah denganku. Semoga Manda masih ada disana, dan masih selamat. Yah, semoga.

Aku sampai di pintu restoran, dengan nafas sedikit memburu, yah hanya sedikit. Huuh..haah..huuh..haah. Indera pendengaranku menangkap seorang wanita sedang menjerit-jerit. Kuedarkan pandanganku, kudapati monster itu masih di dalam dan sedang mendekati seorang perempuan, ITU MANDA. GAWAT.

Kali ini aku tidak ingin berdebat dengan fikiranku, aku berlari menerjang monster itu dengan kecepatan maksimal. Lima meter sebelum aku sampai pada punggung monster itu, kubelokkan arah lariku ke sebelah kiri, menuju tembok. Sampai di tembok, aku berbalik dan menjejakkan kakiku pada tembok dan mendorongnya sekuat tenaga. Tubuhku meluncur lurus, mengangkat bahu kananku sebagai pelindung dan bersiap dengan tabrakan.

BUGH ...

Sukses besar. Monster itu terpental, aku terjatuh dengan mulus dengan badan terlebih dahulu menyapa lantai, dan jangan lupa aku berhasil menyelamatkan masa depanku. Aku memang jenius. Aku segera bangkit menghampiri Manda yang sudah terisak, "Manda, kamu gapapa?"

Mendengar suaraku, manda langsung memelukku dengan erat, "Kak Alvi, aku takut," serunya. Ooh .. inikah surga dunia.

Aku mengusap punggungnya berharap Manda bisa sedikit tenang. Setelah tenang, aku melepaskan pelukannya, melihat wajah manisnya yang masih penuh dengan lipstik, bedak dan eye liner yang tak beraturan. Kalian pasti faham deh, gimana bentukannya.

"Udah aman kok. Yuk sekarang kita lari, selamatkan diri dulu."

Manda mengangguk. Sip. Kugenggam tangannya dan segera berlari keluar restoran sebelum monster itu kembali bangun. Mission Complete.

Tujuanku adalah membawa Manda ke tempat yang sekiranya aman. Aku terus berlari mencari tempat yang memenuhi kriteriaku, pokoknya aman deh, gak ada pasokan ransum juga gapapa.

Di lantai dasar, dekat dengan pintu utama aku melihat sesosok gadis berambut sebahu yang sedang celingukan gak jelas.

"Vina!" panggilku.

Gadis berambut sebahu itu menoleh padaku dan berlari menghampiriku. "Kak, gimana keadaan disini?" tanya Vina begitu sampai di hadapanku.

"Seperti yang kamu lihat, sangat kacau."

Pandangan Vina beralih pada orang di sebelahku. Yap, dia menatap Manda dengan tatapan, umm, sulit kuartikan tatapan seorang wanita. Didalamnya tersimpan seribu misteri.

"Kak Alvi, dia siapa?"

Duh, gimana nih? Pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab. Mau jawab 'pacar'—belom jadian. Mau jawab 'temen'—kutakut Manda tersinggung. Jawab 'calon' aja kali ya? Iya deh.

"Dia ca ... " – " Halo, aku Manda. Temennya Kak Alvi," manda langsung memotong ucapanku sambil mengenalkan dirinya. Sabar Alvi, sabar.

Perkenalan absurd yang berlangsung singkat pun terjadi. Hanya berjabat tangan, tanpa adanya senyuman dan aktivitas yang dapat dikenang.

Vina kembali menatapku, "kak Alvi, tunggu apa lagi?" Yah, itu adalah sebuah perintah untukku segera beraksi, tapi, ini Manda gimana urusannya? Aku benar-benar bingung. Pasalnya, aku harus tetap merahasiakan identitasku sebagai pembela kebenaran, dan jika aku sekarang berbalik mengejar monster-monster itu dengan alasan bahwa aku adalah ALPA dan bertugas untuk menumpas monster, itu sangatlah tidak mungkin. Aku harus mencari alasan.

"Manda. Kamu ga ada barang yang ketinggalan di atas? Handphone? Tas? Dompet?"

Manda menggeleng, "Gak ada Kak. Semua sudah kubawa dengan selamat."

"Oh iyah, jaket aku ketinggalan diatas tadi."

Berniat berbalik, tapi – "Itu yang dipegang apaan kak?"

Aku melihat tangan kiriku yang sedari tadi menggenggam jaket kesayanganku. Kenapa gue bisa sebego ini. Tenang Alvi, bego adalah pilihan.

"Aah .. itu .. Handphone aku ketinggalan di at..."

BUK ...

Dengan sekali hentakan, Vina memukul tengkuk Manda sampai pingsan. Dia menatapku dengan tatapan datar, "Gih buruan."

Kutatap Manda yang tengah tak sadarkan diri di pelukan Vina. Gak tega sih sebenernya, tapi mau gimana lagi.

"Thanks Vin," itulah yang kuucapkan sebelum berlari menghampiri para monster yang masih mengamuk disana sini. "Sepertinya hari ini akan repot memberekan mereka satu per satu."

Kupasang Piston Belt pada pinggangku. "Baiklah, ini saatnya untuk beraksi." Kumasukan Blend Alpa yang sedang kugenggam pada Piston Belt.

Ckrek ...

... "Alpa" ... "Ready" ...

Kutarik tuas pegangan pada Piston Belt dan kutahan selama lima detik. ... Pssshh ... dan kukembalikan tuas itu pada tempatnya dalam satu hentakan sambil berteriak, "BERUBAH ..."

... "Blend Alpa" ...

... "Lord of Speed" ...

Sinar merah mulai menyelimuti tubuhku. Kain hitam melilit tubuhku, dan terpasanglah armor-armor berwarna hitam dengan plat merah.

... "Complete" ...

Diakhiri dengan asap yang menyembur dari setiap celah armor yang kukenakan.

Kutunjuk semua monster yang ada di hadapanku. "Membela kebenaran dan menumpas kejahatan."

"Satria Kafein," kutarik tangan kananku menyilang di depan dada dengan jari membentuh huruf 'V' ... "ALPA."

DUARR ...

Seperti biasa, selalu ada ledakan yang indah dibelakang setelah Rolling call. Aku tidak akan kaget lagi dengan kejadian ini. Entah darimana datangnya ledakan itu.

"Pertama, lantai dasar," ujarku seraya berlari menerjang monster-monster yang masuk dalam penglihatanku. Menghajarnya tanpa ampun. Hari ini akan kulibas habis kalian semua wahai para monster jelek.

... Buk ... Buk ... Duar ... Buk ... Buk ... Duar ... Buk ... Buk ... Duar ...

Tiga meledak, lima luka-luka, sisanya masih selamat. "Sepertinya bakal menguras energi yang banyak untuk hari ini."

Kulanjutkan membereskan sisanya. Badanku terus bergerak, memukul, menendang, menghindar, dan menghancurkan. Sudah delapan yang meledak, sisanya masih banyak dan menyebar di setiap lantai.

"Kak Alvi!"

Aku menengok ke sumber suara, disana Vina sedang menggenggam sebuah pedang, dia melemparkan pedang itu ke arahku dan berhasil kutangkap dengan sempurna. "Pakai itu biar cepet," teriaknya.

Baiklah, Pour Over Sword sudah ditangan. Pour Over Sword itu pedang yang kugunakan pada episode sebelumnya saat melawan monster belalang sembah jika kalian tak ingat, yah segitu aja penjelasannya. Saatnya berpesta.

Seperti seorang anak kecil yang diberi permen, aku dengan girang menebas monster-monster jelek itu sampai bersih. Lantai dasar sudah bebas dari serangan monster. Selanjutnya lantai satu.

Perlu kalian ketahui, Mall Toritori yang sedang ditimpa bencana ini merupakan Mall dengan empat lantai, dan lumayan luas. Akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membersihkan semua lantai.



Lanjut Chapter sebelah deh.



*=*

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top