4
Sumpah! Aku benar-benar tercengang, tak menyangka, dan syok luar biasa. Satu kata yang membuat harapanku ambyar. Lolos!
Argh! Kenapa aku mesti lolos? Aku kesalnya bukan main. Apalagi begitu melihat tatapan sinis para wanita di lantai ini. Begitu aku ke luar dari ruangan, aku langsung diserbu oleh mereka.
"Heh! Lo pakai pelet apa sih?!" tanya seorang wanita yang bisa aku bilang cukup cantik dengan nada tinggi.
Aku menautkan alisku. "Pelet? Udah nggak jaman pakai pelet," ucapku lalu berusaha keluar dari gerombolan wanita-wanita yang penuh obsesi ini.
Benar. Terlalu tinggi berobsesi bisa mengakibatkan kegilaan. Sialnya, tanganku ditahan.
"Heh! Lo tuh pendek. Muka lo juga biasa aja. Serius ya. Lihat elo dibandingin sama gue tadi, gue merasa terhina!"
Oke. Suaranya aku kenal. Wanita ini adalah salah satu wanita yang tadi ikut bersamaku di dalam. Kutolehkan wajahku menghadapnya. Ya benar. Dia adalah wanita yang tadi ikut audisi bersamaku di dalam.
"Lo siapa?" tanyaku pura-pura tak kenal.
"Sialan lo! Jangan mentang-mentang lo tadi lolos ya terus lo dipuji sama si Jorda, lo jadi belagu gini! Lo tuh lolos karena lo buruk rupa!"
Tawa pun meluncur dari mulut gerombolan wanita ini. Buruk rupa? Hey! Oke. Aku tidak cantik. Aku biasa saja dan ya dari segi penampilan aku kalah total darinya. Tapi sori tidak semudah itu diriku dihina seperti ini.
"Hah? Jadi Jorda tadi di dalam? Dokter ganteng itu? Ya ampun. Dia kan udah lama hilang dan selama ini dicari-cari. Jadi dia penentunya tadi?" tanya seorang wanita yang kurasa dia belum masuk giliran untuk diaudisi.
Wajah wanita di sini semua terperangah. Jorda? Jadi nama pria tadi itu Jorda. Dan dia dokter? Pantes dia mengenakan jas putih.
"Iya. Dan gue dihina abis-abisan terus dicompare sama cewek kayak dia. Gimana gue nggak kesal? Gue tuh Tayana. Salah satu anak konglomerat di Indonesia harus kalah sama cewek model kayak lo yang bisa gue lihat cuma cewek biasa. Atau mungkin miskin?"
Mulut mereka memang perlu disekolahkan lagi. Para wanita ini pun menatapku penuh kejijikan. Dasar gerombolan sampah. Mereka pikir aku mau lolos?!
"Heh! Jadi nama lo Tayana? Pantes sih lo nggak lolos. Etika dan mulut lo minus banget. Terus kenapa kalau gue cewek biasa dan miskin? Masalah buat lo? Setidaknya karena gue biasa dan miskin, itu bisa ngalahin lo tadi," balasku emosi.
Mereka semua pun terbahak.
"Haha, Tay, kayaknya lo perlu kasih pelajaran deh buat cewek belagu ini. Asli haha gue pengen sumpel tuh mulut!" timpal perempuan satunya yang tadi juga berada di ruang audisi bersamaku.
Mereka semua ini kenapa sih? Perasaan tadi juga ada sebagian yang lolos tidak sampai diperlakukan seperti ini?
"Nama lo siapa? Biar gue minta tolong sama bokap gue untuk buat lo malu!" seru Tayana.
Aku memutar bola mataku ke atas. "Lo pada semua kenapa sih? Perasaan tadi banyak juga yang lolos. Tapi kenapa gue doang yang diginiin? Gue nggak ada masalah ya sama lo semua!" pekikku kuat.
Mereka semua kembali tertawa bersama-sama mengejekku. "Karena lo kebagian satu ruang audisi sama cewek kayak kita. Dan Jorda pakai banding-bandingin lo segala di depan kita!" Ada suara lagi menimpali kekesalannya padaku.
Wajah itu wajah perempuan pertama tadi dan aku lupa namanya.
"Mana gue tahu kalau gue bakalan jadi sasaran objek untuk dibandingin sama lo semua. Gue sadar gue jelek. Gue miskin. Lo bisa lihat dari pakaian gue. Gue juga nggak berniat untuk lolos. Ini semua tuh juga bukan maunya gue. Plis deh jangan nahan gue kayak gini. Gue mau pulang!" seruku kencang lagi.
"Hahaha basi lo. Lo kayak gini biar terlihat bagus aja kan di mata Jorda? Astaga, Jorda. Ganteng-ganteng buta," cibir Tayana sembari menyilangkan tangannya di dada.
Ya Tuhan, rasanya dada ini mengebul tinggi. Aku ingin sekali melawannya, tapi terlalu disayangkan jika aku membuang energiku buat mereka semua di sini. Lebih baik aku segera pergi. Sekuat tenaga, aku pun berusaha untuk mendorong tubuh-tubuh ini agar aku bisa keluar dari kerumunan wanita gila ini.
"Heh! Mau ke mana lo? Urusan kita belum kelar!" seru wanita lain yang melihat usahaku untuk kabur.
Aku tak peduli! Tapi mereka malah semakin menghimpitku. Kenapa sih jahat sekali? Ini semua gara-gara Kak Melanie sih. Huhu ingin menangis rasanya.
Mungkin karena saking kesalnya, salah satu dari mereka malah mendorong tubuhku kuat sehingga aku tersungkur ke lantai. Au! Pantatku sakit! Langsung kutatap mereka semua satu per satu yang sekarang sedang tertawa terbahak-bahak.
Jangan menangis, Mudya. Jangan menangis. Jangan sampai air matamu jatuh karena para perempuan gila ini.
"Hahaha! Rasain lo! Belagu sih! Cewek miskin aja belagu!" seru salah satu wanita di gerombolan ini.
Rahangku mengeras saking kesalnya. Kupasang wajah tegarku dan tanpa rasa takut atau pun malu kutatap mata mereka.
"Gue tandai muka lo semua satu-satu. Gue berdoa semoga gue yang akan jadi sekretaris satu-satunya buat Adtirga—laki-laki idaman kalian. Gue akan buat lo semua kalah! Gue akan buktiin kalau ...." ancamku sembari menunjuk wajah mereka.
Kalimatku terhenti karena tiba-tiba ada seseorang datang masuk ke kerumunan kami. Dia adalah pria berjas putih di ruang audisi tadi. Dia ....
"Ya ampun, Jordaaaaaa!" teriak histeris para perempuan begitu melihat kehadiran Jorda.
Tapi ia dengan cool-nya berjalan melenggang tanpa mempedulikan tatapan penuh hasrat ketika para wanita ini memandangnya. Aku akui ia benar-benar tampan. Ketika di ruang audisi tadi, wajahnya memang sudah terlihat tampan. Tapi di ruang yang terang seperti ini aku menyadari pantas saja para wanita gila ini segitu sukanya pada Jorda karena ia benar-benar terlihat mempesona.
Ia pun mendekatiku lalu mengulurkan tangannya padaku. Aku mematung memandangi wajah tampannya. Ya Tuhan, nikmat mana lagi yang aku dustakan?
"Hey, kenapa diam?" tanyanya yang otomatis membuyarkan lamunanku.
Malu-malu aku pun menerima uluran tangan Jorda lalu bangun dengan bantuannya. Jujur aku dagdigdug begitu mat Jorda menatapku.
Kini aku berdiri di sampingnya. Segera ia lepaskan tangannya dariku.
"Ada apa?" tanyanya santai kepada kami semua. Di sekitar Jorda ada para pengawal mengelilingi menjaganya.
Para wanita ini langsung berpura-pura bodoh dan memandang ke arah lain menghindari pertanyaan Jorda.
"Hey, ayo jawab. Kenapa ada kerumunan di sini? Dan apa yang kalian lakukan pada perempuan ini?" tanyanya tegas.
Semua diam. Tidak ada yang mengeluarkan suara.
"Saya bertanya, apa yang kalian lakukan pada perempuan di sebelah saya ini?"
Suasana masih hening.
"Oke. Padahal jika kalian mau menjawab pertanyaan saya, mungkin akan ada kemungkinan saya akan pikir ulang tentang hasil audisi ini dan ...."
Belum selesai Jorda menjawab, "Kita nggak terima kalau dia harus menang dan dibanding-bandingin sama kita, Jor!" seru seorang wanita yang berdiri di samping Tayanan angkuh sambil menunjukku.
Ya aku hanya mengetahui nama Tayana karena hanya dia yang tadi memberitahukan namanya padaku. Sisanya mungkin bisa dibilang pasukan. Menyebalkan sekali si Tayana itu. Lalu kulirik Jorda, ia tampak mengerutkan dahinya mencoba untuk berpikir.
"Audisi ini dilalui beberapa tahap. Kalau pun kalian lolos, kalian nggak akan semudah itu lolos di tahap dua. Sekarang itu kelolosan masih melihat fisik. Tolong dimengerti. Semua ini ada alasannya," jawab Jorda tenang namun, tegas.
"Tapi gue penasaran dengan Tirga sekarang, Jor. Dua tahun dia hilang terus tiba-tiba ngadain kompetisi sekretaris kayak gini. Tirga pernah janji sama gue dan gue butuh dia nepatin janji dia," timpal Tayana.
"Janji apa?" tanya Jorda serius.
"Lo nggak perlu tahu. Gue harus lolos, Jorda! Gue butuh ketemu Tirga! Gue nggak terima lo malah lolosin cewek model begitu!" tambah Tayana lagi.
Jorda pun menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Ia terlihat bingung. Beberapa menit kemudian ia menghela napasnya.
"Oke gini. Ada alasan kenapa saya menolak wanita-wanita berfisik dan berparas oke. Tapi saya tidak bisa beberkan sekarang. Mungkin saya bisa kasih kelonggaran sedikit bagi para wanita yang pernah dijanjikan sesuatu oleh Tirga. Setelah audisi ini selesai, tolong datang ke ruangan audisi lagi. Saya akan panggil rekan saya untuk mencatat apa janji Tirga pada kalian."
Mata para wanita ini langsung berbinar.
"Dan bagi yang lolos. Selamat. Keputusan tidak bisa diganggu gugat. Kalau cara kalian menyerang perempuan di sebelah saya ini dengan cara seperti ini, itu malah akan membuat nilai kalian minus di mata saya karena semua keputusan ada di tangan saya."
Mereka semua pun terdiam begitu mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Jorda.
Kini Jorda menatapku. "Kalau mereka ganggu kamu lagi, hubungi saya. Kamu bisa minta kontak saya pada HRD. Bilang saja bahwa kamu lolos dan sebutkan nama kamu," ujarnya tenang.
Aku meneguk salivaku menatap Jorda sedekat ini. Kemudian aku mengangguk. Aku takut kalau aku bersuara, suaraku malah terdengar gugup.
"Saya tidak mau ada ribut-ribut di sini. Kalau kalian mau meninggalkan tempat ini tidak masalah, tapi kalian tahu kan resikonya? Blacklist. Oke saya kembali lagi ke ruangan. Peserta untuk nomor berikutnya sudah bisa masuk ke ruangan." Dengan elegan, Jorda pun melangkahkan kakinya namun, terhenti karena ....
"Di mana Prita?" tanya seorang wanita yang entah dari mana datang dan itu berhasil membuat langkah Jorda terhenti.
Kami semua para wanita di sini masih berdiri di tempat. Jorda pun memutar tubuhnya. Alisnya tertaut begitu melihat seorang wanita tinggi bak model. Rambutnya berwarna merah, kakinya jenjang. Benar-benar seperti model dan ya aku tak asing dengan wajahnya. Sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat.
Kupandangi Jorda. Ia melotot begitu menyadari wanita itu siapa.
"Kamu pasti Prima ...," ujar lirih Jorda.
Perempuan itu dengan anggunnya melewati kerumunan para wanita ini. Semua mata jelas memandang ke perempuan itu. Sama halnya dengan diriku. Ia mengenakan gaun mini berwarna hitam tanpa lengan dan lekukan tubuhnya terlihat sempurna. Benar-benar membuatku iri. Tapi seketika memoriku berputar. Wanita ini sangat mirip dengan sekretaris Adtirga!
Tapi tadi apa? Prima? Apa perempuan ini kembarannya?
Kini perempuan itu tepat berdiri di depan Jorda. "Apa kabar kamu, Jor?" tanya wanita itu.
Kuperhatikan wajah Jorda. Rahangnya mengeras dan matanya berkaca-kaca. "Aku sudah lama mencarimu, Prima ...," kata Jorda agak terbata-bata.
"Aku selama dua tahun ini mencari Prita, Jor. Aku tidak tahu dia ada di mana. Aku juga mengunjungi rumah sakit tempat kamu bekerja, tapi mereka bilang kamu sudah tidak bekerja di sana lagi. Sebenarnya kamu di mana sih, Jor?" tanya wanita ini dengan muka yang terlihat kesal tapi juga sedih.
Kami semua diam di sini menonton pembicaraan antara Jorda dan Prima. Wajah Jorda mendadak berubah sinis dan kaku.
"Kamu nggak perlu tahu. Lebih baik urus saja saudaramu itu. Dia yang menyebabkan semua ini hancur," ujar Jorda ketus sembari membalikkan tubuhnya namun, tangannya ditahan Prima.
Prima menatap Jorda dengan sendu. Ia terlihat sangat lelah dan sedih sekali. "Tirga. Bagaimana keadaannya? Aku perlu tahu keadaan Tirga."
Tapi Jorda langsung menghempaskan tangan Prima kasar. "Seharusnya kamu jaga sikap Prita. Kalau kamu bilang ini dari awal sama aku, tentu semuanya akan baik-baik saja. Sudah. Lebih baik kita tidak usah bertemu lagi, Prima. Kehadiranmu di sini sama sekali tidak membantu karena yang aku butuhkan sekarang adalah Prita bukan kamu."
"Aku cemas pada Tirga ...," ucapnya lirih.
"Tidak usah kamu pikirkan. Toh sekarang aku lagi mengadakan audisi untuk mencarikan sekretaris pengganti saudara kembarmu itu. Tentunya tidak yang bermuka dua dan gila harta."
Dengan hentakkan kasar, Jorda kembali melangkahkan kakinya. Ia meninggalkan Prima yang terdiam membatu.
"Kalau gitu, aku siap menggantikan Prita untuk membantu Tirga. Aku yang lebih mengenal Tirga dan kamu dibanding semua wanita di sini. Nggak ada gunanya, Jor."
Jorda lagi-lagi berhenti. "Kamu adalah perempuan nomor satu yang aku blacklist, Prim. Jangan terlalu berharap. Kamu cari dulu Prita baru kamu pantas ngomong kayak barusan." Jorda pun melengos pergi tanpa peduli dengan dengungan panggilan dari Prima.
Kami semua kini memandang Prima bingung. Barulah ia sadar bahwa kali ini ia jadi sorotan kami.
"Nggak usah lihatin gue! Lo semua nanti bakal kalah sama gue!" ucapnya lantang dan penuh kesombongan. Tanpa babibu ia langsung pergi begitu saja.
Dan untungnya berkat kedatangan Prima, kini para wanita ini sudah menemukan bahan pembicaraan baru yaitu Prima. Ini saatnya aku kabur sekarang. Dalam perjalanan pulang mau tak mau aku kepikiran akan hal barusan.
Jadi sekretaris jahat yang waktu itu bercumbu dengan Tirga memiliki kembaran? Dan kembarannya bernama Prima. Mereka benar-benar kembar identik. Entah kenapa aku merasakan akan ada hal buruk terjadi.
***
Mudya : Kak Mel, Prita itu punya kembaran ya?
Aku langsung WA di grup begitu aku sudah tiba di kosku. Sekarang aku sudah mengganti baju dan sedang tiduran di atas kasurku tercinta.
Kak Melanie : Prita mantan sekretaris Tirga?
Kak Citra : Btw gimana, Mud? Lulus nggak? Gue degdegan masa di kantor nunggu kabar lo.
Mudya : gue LOLOS! Ah gue beteeee :(
Kak Nyayu : Woeeeeeh mantab! otw lah 60 juta
Mudya : Kak Mel jawab pertanyaan gue soal Prita
Kak Melanie : Iya dia punya kembaran. Prima. Kenapa emang? Kok lo nanyain dia?
Kak Citra : Gue nyimak aja deh ya. Gue nggak kenal Prita Prima haha
Kak Nyayu : Sama. Haha tapi kayaknya pembahasannya menarik nih wkwk
Mudya : Tadi ada drama deh, Kak. Gue kesal. Audisi ini tuh aneh. Nanti deh gue cerita kalau ketemu. Lo pada pulang jam berapa? Main ke kos dooong!
Kak Citra : Yaudah, nanti kita ke sana. Tapi gue penasaran soal Prita Prima kenapa? Cerita yang itu dulu, Mud.
Aku pun mengetik sebanyak yang aku bisa di grup whatsapp ini. Respon mereka beragam macam hingga akhirnya semua hal yang berkaitan dengan Prita dan Prima sudah selesai kujelaskan pada mereka.
Kak Melanie : Waw gue sih baru tau, Mud, jujur soal Prita ternyata punya kembaran. Kejadiannya sampai begitu lagi. Hiko sih emang pernah bilang kalau Prita itu emang cantik, cuma Hiko nggak pernah cerita kalau Prita punya kembaran.
Kak Citra : Emang Prita cantik banget ya? Cantikan mana sama gue?
Kak Nyayu : Cantikan gue ke mana-mana lah, Cit. Lol.
Kak Citra : Haha suek lo, Yu. Serius gue nanya. Cantik banget emang Prita? Cantikan mana sama si mesum Bos Cokro?
Kak Melanie : Haha maksud lo Marel? Cantikan Marel masih, tapi nih cewek nggak kalah oke. Lo aja kalah sama gue, Cit. Apalagi sama si Prita Prima haha
Kak Citra : Kalian jahara :(
Mudya : Hahaha terus soal Prita Prima lo berarti nggak tahu apa-apa, Kak?
Kak Melanie : Yang gue tahu, Prita itu ular. Gue cuma tahu dia emang pernah dekat sama Tirga, tapi Tirga itu terkenal banget player di kantor. Nah gue nggak tahu apa-apa soal hubungan mereka.
Salah juga sih aku menanyakan hal ini pada Kak Melanie karena dia juga tidak begitu kenal dengan orang-orang Rabatik. Semua yang ia tahu itu berasal dari Hiko--calon suaminya yang bekerja di sana dan memberi tahu Kak Melanie soal lowongan kerja di Rabatik.
Aku termenung di sini. Kuletakkan ponselku di samping tidurku. Aku memilih untuk tidak melanjutkan obrolan di grup WA. Entah mengapa aku merasa akan ada sesuatu terjadi di balik audisi sekretaris ini. Selama dua tahun Tirga tak pernah tampak wujudnya ke khalayak. Selama dua tahun pula Prita menghilang dan tadi baru saja Prima kembarannya mendatangi kantor Rabatik untuk menemui Jorda demi mencari Prita--kembarannya.
Dan begitu aku membaca kalau Tirga adalah seorang player, apa mungkin penagihan janji yang diucapkan Tayana karena masa lalu Tirga yang selalu menebar janji? Hih! Kalau mengingat Tirga kenapa aku jadi malas ya? Perlakuan dia yang tidak ada sopan santun tiga tahun silam itu masih tercetak jelas di otakku.
Ponselku tiba-tiba bergetar menandakan sebuah email masuk. Aku membaca subject-nya yang berjudul "Daftar Peserta Lolos Tahap Satu". Mau tak mau aku penasaran. Aku pun membacanya.
Oke. Namaku ada di urutan ke tujuh belas. Tertera dengan jelas nama Pramudya Sasqrina. Mataku meneliti lagi dan tak kusangka ada nama Tayana. Hah? Ini sungguhan? Dan ada nama Sheira Miranti. Apa-apaan ini? Bukankah mereka tidak lolos? Aku ingat nama mereka berdua karena nama Sheira disebut dengan jelas oleh Jorda tadi. Lalu aku tahu Tayana karena tad ia yang paling heboh ketika menyerangku.
Aku mengacak-acak rambutku bingung. Ini kenapa sih? Berarti keputusan Jorda belum bulat dong. Masih banyak aspek pertimbangan selain rambut merah, betis kecil, tinggi 165 sampai 170 cm. Peserta wanita yang lolos kali ini ada lima puluh orang.
Di bawahnya aku baca lagi. Di sini disebutkan bahwa esok hari para wanita harus berkumpul di gedung pusat Rabatik jam enam pagi. Dilarang membawa atribut apa pun selain baju sekedarnya dan di email ini juga disebutkan agar meminta izin kepada orangtua masing-masing karena kami semua akan dikarantina sampai seminggu oleh PT Rabatik. Bagi yang orangtuanya tidak mengizinkan mohon reply email ini. Kami akan segera menghubungi orangtua anda.
Di dalam email ini juga ada ancaman akan di blacklist dari semua perusahaan yang bekerjasama dengan Rabatik. Perusahaan gila. Dan soal orangtua? Ya aku jelas tidak ada alasan menolak semua ini karena mereka kan sudah tiada. Aku menghela napas. Sepertinya aku tidak bisa melarikan diri dari audisi ini karena tak munafik, aku sudah bosan jadi pengangguran.
Tapi aku masih ganjil dengan semua ini. Sebenarnya ada apa? Kenapa rasanya aneh sekali? Cuma audisi sekretaris saja sampai seribet ini. Setahuku di kantor lain jika ada lamaran pekerjaan, ya tinggal datang, interview, lalu keputusan diterima atau tidak. Lah ini?
Aku memijat kepalaku pusing. Grup WA. Aku harus segera memberitahu para wanita Cokro itu.
Mudya : Gila, Kak! Ini audisi gila. Yang lolos audisi tahap satu, bakal dikarantina sama Rabatik! Ini sebenarnya sekretaris atau apa sih, Kak? Seram banget loh.
Aku rasa mereka sedang sibuk karena tak ada balasan dari mereka semua. Ya Tuhan hatiku ketar-ketir. Aku memang menginginkan pekerjaan. Tapi tidak begini juga. Semua terasa menakutkan ....
Ya Allah, buatlah Mudya baik-baik saja.
***
Note : Please komen ya tanggapannya gimana?
Lanjut atau fokus C4 dulu? Dan seru nggak yah? Hehe makasih yah semuaaa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top