15

Hehehe putar ya videonya. Itu ceritanya Lysam yang mainin biolanya. Nggak ngerti ya? Tar kalau baca pasti ngerti hehehe

Maaf lama update wkwkw sibuk dan mikir keras soalnya HAHAHA

Happy reading! :*


------------------------------------------------------------------------------------------


"Mu--mudya?" tanya Tirga sekali lagi.

Para pelayan pun datang membantuku membersihkan pecahan kaca dan roti bakar buatanku. Jorda langsung menarik tanganku kencang agar berhenti membersihkan pecahan akibat sikap Tirga barusan. Aku pun mengusap air mataku. Jangan sampai air mataku keluar lagi.

"Iya, Tir. Dan lo udah bilang di depan kita semua lo akan mengurangi poin Mudya. Itu artinya sekarang poin Mudya 60 poin. Dia wanita dengan poin terkecil di kompetisi ini dan kemungkinan dia akan jadi sekretaris lo semakin jauh."

Suasana hening sejenak. Aku berniat untuk kembali ke mejaku namun, Jorda menahan lenganku. Ia menggelengkan kepalanya pelan melarangku untuk kembali ke meja.

Terdengar helaan napas dari balik tirai. "Setinggi apa pun poin salah satu peserta, tetap kan keputusan akhir di tangan gue?" tanya Tirga lagi.

Jorda melirikku. "Iya sih. Tapi untuk menentukan yang layak buat lo kan hanya ketika peserta tinggal tiga. Ini masih 14, Tir."

"Yaudah kalau gitu. Gue juga nggak bisa buat apa-apa lagi kan? Yang penting kan keputusan di tangan gue. Udah ah. Gue balik dulu. Pesan gue untuk Mudya, tolong belajar masak yang benar. Tahu takaran manis itu seperti apa. Lalu jangan gosong lagi. Dan gue ucapin makasih buat kalian semua yang semangat untuk ikutin audisi ini. Semoga kita satu selera dan semoga lo semua siap nerima keadaan gue. Oke. Bye," pamitnya.

Suasana kembali hening. Jorda pun melepaskan tangannya lalu mengintip masuk ke tirai. Aku rasa ia sedang memastikan bahwa Tirga sudah benar-benar meninggalkan kami apa belum. Ia pun kembali melihat kami semua lalu menyuruhku untuk kembali ke meja dapurku dengan lirikan matanya. Aku menurutinya.

"Oke. Seperti yang kalian tahu barusan. Setiap masakan yang dikomen Tirga tidak enak atau sejenisnya, maka poin kalian akan dikurangi 25 poin dan khusus untuk Mudya dikurangi 50 poin. Dan bagi yang masakannya dipuji berarti poin kalian tidak berubah. Setelah ini adalah acara bebas. Kalian silakan mau berbuat apa. Jika kalian ingin kembali ke kamar kalian, silakan panggil Dodo dan nanti akan ada pengawal yang membimbing kalian ke kamar masing-masing. Kalian semua juga sudah tahu kan nomor Dodo?" Kami semua mengangguk bersamaan. "Oke. Saya tinggal dulu. Terimakasih."

Jorda pun langsung meninggalkan kami semua. Disusul Dodo yang mengintilinya dari belakang. Sementara aku di sini berusaha untuk tegar. Aku tidak boleh menangis lagi. Justru ini kesempatan emas karena peluangku untuk menjadi sekretaris pria kasar seperti Tirga semakin jauh.

"Mud, lo nggak kenapa-napa kan?" Kiran langsung menghampiriku. Aku beranikan untuk melihat wajah Kiran.

"Ran ...."

"Lo masak apa sih emang?" tanya Kiran cemas. Terlihat dari wajahnya ia sedih juga melihat keadaanku.

"Roti bakar selai stroberi, Ran ...," jawabku.

"Mana sini gue cicip."

Kebetulan masih banyak sisa roti dari buatanku tadi. Aku pun memberikannya ke Kiran. Kiran menerimanya dan langsung memasukkan rotiku ke mulutnya. Aku terus memperhatikan raut Kiran dan benar. Ketara sekali rotiku benar-benar gagal. Apalagi begitu melihat raut Kiran yang menelan rotiku dengan amat sangat terpaksa. Ia bahkan langsung meneguk air putih di atas meja dapurku sampai tandas. Makin kesal jadinya huhu.

"Ran ... kalau emang nggak bisa ditelah ya nggak usah ditelan," ujarku ketus.

"Lo tadi nggak nyicipin selainya emang?" tanya Kiran

Aku menggeleng. "Gue lupa."

"Ini juga, Mud. Rotinya gosong. Lo kagak lihat-lihat ya tadi pas panggang rotinya?"

Aku menggeleng. Ya aku memang asal tadi memanggangnya. Tapi tak kusangka penghinaan yang kudapat dari Tirga akan sememalukan tadi.

"Gue emang nggak bisa masak, Ran. Udah deh. Nggak usah dibahas lagi," kataku.

"Aye cuma sedih aja, Mud, sama lo. Poin lo sekarang paling kecil tahu nggak di antara kita semua. Dan aye sumpah kagak nyangka Tayana jago masak juga ternyata. Lihat tuh semua orang lagi nyicipin makanan dia," ujar Kiran sembari melirik Tayana yang berada di meja paling depan dengan segerombolan para peserta lainnya yang sibuk mencicipi makanannya.

Wajah Tayana terlihat sangat bahagia. "Ya gimana lagi, Ran. Mungkin Tayana emang jago masak. Udahlah. Lo nggak usah pikirin gue. Gue baik-baik aja."

Kiran langsung memukul bahuku pelan. "Bohong. Semua orang bisa lihat dengan jelas, Mud, kalau lo tadi nangis. Mulut si Tirga bahaya juga ye. Mungkin kalau tadi aye yang digituin, aye juga bakal nangis. Aye tadi mau nolong, tapi aye bisa apa kan, Mud?"

Aku tertawa kecil. "Yaelah, Ran. Santai aja. Udah nasib gue begini. Emang makanan gue nggak enak, makanya Tirga sampai ngamuk begitu. Mending lo ikutan mereka cobain makanan Tayana."

Kiran langsung memutar bola matanya ke atas. "Yaelah. Masakan aye pan juga enak, Mud. Ngapain cicipin makanan dia?" Kiran pun kembali ke meja dapurnya lalu mengambilkan makanannya dan dia taruh semangkuk ayam semur tersebut ke meja di depanku. Wanginya masya Allah. Kiran luar biasa. "Lo cicipin masakan aye. Nanti aye mau masak lagi. Kan tadi Tirga minta buatin lagi untuk makan malam. Jadi aye mau masak besar kali ini."

Aku tersenyum senang mendengarnya. Semoga saja Kiran lolos menjadi sekretaris Tirga. Ia memang sangat cekatan. Aku pun mengambil sendok dan mencicipinya. Begitu kuah semur ini masuk ke mulutku. Ya Tuhan ... ini benar-benar nikmat.

"Ran, enak banget ...," pujiku.

Kiran menyengir. "Masa orang doyan makan kayak aye, kagak bisa masak. Jadi wajar enak, Mud, hehehe."

Kali ini aku melahap ayamnya. Ya ampun, ini lembut sekali. Kiran hebat. "Ran, enaaaak. Buatin gue juga dong ntar."

Kiran kembali menyengir. "Hehe iya. Tenang aja. Eh, tapi susah ya, Mud. Kan sekarang kita kamarnya sendiri-sendiri."

"Santai aja, Ran. Nanti gue samperin lo. Kalau gitu gue ke kamar gue ya. Gue mau beres-beres juga. Ntar lo WA gue aja kalau udah kelar masaknya."

Kiran mengacungkan jempolnya. Aku pun mengambil ponsel dari saku bajuku. Maksudku adalah untuk menelpon Dodo namun, aku heran karena ada WA dari Jorda.

Farjorda Prasrari : Mudya, tolong kamu hampiri aku sekarang. Kamu ikuti location yang aku kirim barusan. Aku tunggu.

Aku mengernyitkan dahiku bingung. Ya di atas ketikan Jorda di atas, ada lokasi yang dikirimkan Jorda di mana ia berada sekarang.

Pramudya Sasqrina : Kenapa aku harus mengikuti perintah kamu? Aku ada urusan. Aku mau beres-beres di kamar baru aku.

Jorda langsung membalasnya.

Jorda Prasrari : Penting. Kamu harus datang. Untuk kamar kamu, nggak perlu dibereskan. Nanti aku akan minta pelayan yang bereskan. Ke sini sekarang. Titik.

What?! Kenapa pria ini seenak jidatnya berbicara padaku? Haruskah aku menuruti permintaannya. Lebih baik tidak usah. Aku pun mengirim pesan melalui WA pada Dodo agar dipanggilkan pelayan.

Pramudya Sasqrina : Do, gue mau ke kamar. Tolong panggilkan pelayan ya. Makasih Dodo :)

Dodo juga membalas secepat kilat sama seperti Jorda.

Surodo : Mud, Mas Jor tadi bilang kalau Mudya minta dipanggilkan pelayan jangan dituruti karena Mudya belum nemuin dia. Maaf, Mud.

Aku mendengkus kesal. Astaga. Ini apa-apaan sih? Kenapa Jorda memaksa sekali?

"Kenapa, Mud?" tanya Kiran yang masih berada di depanku.

"Nggak apa-apa. Gue tinggal dulu ya. Nanti lo WA gue aja kamar lo di mana. Oke? Ingat loh sisain buat gue semurnya," kataku pada Kiran ramah. Jangan sampai aku menunjukkan ekspresi wajah kesal. Nanti kalau Kiran bertanya lebih jauh lagi bahaya karena pasti pertanyaan dia banyak sekali dan aku malas menjawabnya.

Kiran tersenyum sembari mengangguk. "Yaudah. Gue mau masak lagi deh. Bye, Mud."

Aku membalas senyumannya. Kiran pun kembali ke meja dapurnya untuk memasak lagi sementara aku membuka location yang dikirimkan Jorda untuk diikuti petunjuk arahnya. Aku terus melangkahkan kakiku mengikuti arahan petanya. Mansion ini penuh dengan lorong dan beberapa ruangan dengan pintu tertutup rapat. Hingga akhirnya aku sampai juga di depan sebuah pintu yang cukup besar sesuai dengan lokasi yang dikirimkan Jorda. Aku bingung. Apa yang harus aku lakukan sekarang?

Mungkin aku harus mengetuk pintunya. Di saat aku ingin mengetuk, pintu tiba-tiba terbuka dan wajah orang yang menungguku tampak sedang berdiri manis sambil menyilangkan lengannya. Ia tersenyum manis memandangku. Aku pun masuk ke dalam dan begitu aku menginjakkan kakiku, lagi-lagi pintu tertutup otomatis. Aku cukup takjub. Sebenarnya secanggih apa sebagian pintu-pintu di mansion ini?

"Ya ampun, Mudya. Lama sekali kamu datang ke sini. Dari tadi saya menunggu kamu," ujar Jorda sembari melihat jam di tangan kirinya.

"Sori. Aku tadi nggak lihat ponsel." Jorda manggut-manggut. "Lalu kenapa kamu nyuruh saya ke sini?" tanyaku tanpa basa-basi lagi.

"Aku mau membicarakan soal kejadian semalam." Jorda pun berjalan menghampiriku. Kali ini dilihatnya mataku dalam.

Semalam? Ah di ruang rahasia milik Zafrin. Aku juga ingat bahwa Jorda juga meminta untuk mengobrol empat mata denganku waktu itu. "Iya kenapa?" tanyaku sambil menundukkan wajahku. Malu juga ditatapnya sedekat ini.

"Jangan pernah ke tempat itu lagi dan jangan pernah beberkan tempat itu ke siapa pun, Mudya," ujarnya tegas.

Aku mengerutkan dahiku. Kali ini kudongakkan kepalaku dan kutatap matanya. "Kenapa? Kalau soal tempat rahasia Zafrin, buat apa juga aku kasih tahu ke orang lain. Tapi kenapa aku nggak boleh ke sana lagi?"

"Tempat itu penting buat Zafrin. Aku cuma nggak mau kamu ke sana lagi. Apa pun alasannya."

"Aku butuh alasan jelas."

Jorda menatapku tajam. "Itu bekas tempat Prita dan Alysam. Pasti Zafrin sudah menceritakan soal dua wanita itu pada kamu kan? Kamu cuma peserta di sini, Mudya. Kamu bukan orang penting bagi Zafrin dan aku rasa kamu nggak pantas untuk ke sana. Jadi apa pun kondisinya nanti, kumohon jangan pernah datang ke ruangan khusus itu lagi."

"Kemarin itu aku nggak sengaja ...."

Jorda memutar bola matanya ke atas. "Iya. Aku tahu. Maka dari itu aku bilang ke kamu sekarang soal ini. Jangan ke sana lagi. Kamu terlalu jauh untuk menginjakkan kaki kamu ke sana."

"Kalau Zafrin ngajak aku ke sana lagi bagaimana?"

"Tolak. Atau kamu bisa telpon aku. Biar aku aja yang ngantarin dia. Dan aku mohon. Lupakan wajah-wajah di foto itu. Terutama wajah Alysam."

Lagi-lagi aku bingung. "Kamu buat aku bingung, Jor."

Jorda malah meremas rambutnya. Ditatapnya aku sedih kali ini. "Aku pun bingung, Mud. Aku bingung menghadapi kamu. Aku nggak pernah nyangka bisa bertemu kamu. Aku nggak pernah berani melihat kamu, tapi di audisi ini ...."

"Maksud kamu apa sih, Jor? Aku nggak ngerti. Kita belum pernah ketemu sebelumnya kan?"

Jorda malah merundukkan kepalanya. "Audisi ini adalah pertama kalinya aku melihat kamu ...."

"Terus kenapa aku harus melupakan wajah Alysam?"

Jorda pun menatapku. "Kamu terlalu banyak bertanya. Aku hanya mau kamu melupakan wajah Alysam. Dan nggak usah datang ke ruangan itu lagi. Lebih baik sekarang kamu kembali ke kamar kamu. Nanti aku panggilkan pengawal."

"Kamu tuh aneh, Jor," tuduhku.

Jorda sinis menatapku. "Iya. Aku aneh dan aku bisa gila ketika melihat kamu."

"Emang apa salah aku sih? Dari awal kamu tuh kayak buat aku merasa beda. Kamu sering diam-diam lihatin aku terus senyum sama aku. Aku nggak pernah kenal kamu dan tadi kamu berani peluk aku di depan peserta lain. Sebenarnya ada apa sih dengan kamu?"

Jorda membuang wajahnya. "Sudah, Mudya. Jangan terlalu banyak bertanya."

"Aku perlu tahu ...."

"Yang kamu harus tahu adalah ini pertama kalinya aku bertemu kamu. Pertama kalinya melihat wajah kamu. Berinteraksi dengan kamu. Sudah." Jorda membalikkan tubuhnya lalu berjalan ke meja tempat ia bersandar tadi. "Aku sibuk. Aku telpon Dodo untuk ngantarin kamu ke kamar sekarang."

Dan Jorda pun langsung mengeluarkan ponselnya. Beberapa detik kemudian ia mengobrol dengan Dodo. Aku tak bisa melawan kata-katanya lagi. Ia meminta pada Dodo agar menjemputku kemudian mengantarku ke kamar. Aku bingung kok rasanya ketika di sini semua orang suka memarahiku ya. Tadi Tirga dan sekarang Jorda.

Jorda memunggungiku. Aku bisa melihat napasnya yang naik turun dari belakang. Ya Tuhan rasanya kesal sekali. Tidak berapa lama, pintu di ruangan ini pun terbuka. Otomatis aku menolehkan kepalaku ke belakang. Tampak wajah Dodo dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.

"Mas ...," panggil Dodo.

Jorda bergeming. Ia masih membelakangiku. Ia bahkan tidak menjawab panggilan Dodo. Dodo menatapku penuh tanda tanya. Aku hanya mengendikkan bahuku.

"Yaudah deh. Dodo antarin Mudya ya, Mas ...."

Jorda masih membisu. Dodo pun mengajakku ke luar dengan lirikan matanya. Aku menurutinya. Aku berharap Jorda mau mengeluarkan suaranya kali ini. Setidaknya ia bisa menjelaskan sesuatu sedikit saja dan sepertinya harapanku terkabul karena ....

"Aku harap kamu mau belajar masak, Mud. Dan aku tunggu banget saat di mana roti selai stroberi buatan kamu bisa kita nikmati berdua."

Aku terpelongo. Berdua? Ingin aku bertanya lagi pada Jorda yang masih membelakangiku namun, Dodo langsung menarik tanganku. "Ayo, Mud."

Dan lagi-lagi aku masih tak menemukan jawaban. Semua yang terjadi di mansion ini benar-benar membuat kepalaku pusing.

***

Aku benar-benar terpana dengan kamar baruku. Kamar ini sangat-sangat luas. Ya lebih luas daripada kamarku ketika bertiga dengan Kiran dan Tayana. Kamar ini serba biru muda. Mulai dari seprai, gorden, sampai ke meja dan sofanya. Ukuran kasurnya juga berukuran king. Hmmm .... Apakah semua kamar dari semua peserta seperti ini? Entahlah.

Lebih baik aku susun saja baju-bajuku ke dalam lemari di kamar ini. Dalam waktu beberapa menit saja, aku sudah selesai melipat bajuku rapi. Sekarang saatnya bersih-bersih, tapi rasanya percuma karena kamar ini sangat bersih. Aku menghela napas. Kira-kira kapan aku bisa keluar dari mansion ini? Di sini terlalu penuh pertanyaan yang memenuhi isi kepalaku.

Ah lebih baik aku cari tahu saja soal Tirga itu. Lalu Alysam dari internet. Lagipula aku tidak ada kerjaan kali ini. Aku pun merebahkan diriku di atas ranjang. Aku ketik nama Adtirga di mesin pencari. Lalu keluarlah deretan artikel dan foto-foto wajahnya.

Hmmm ... ganteng juga ya. Dari dulu rambutnya memang gondrong ternyata. Pikiranku loncat ke dua tahun silam. Ya waktu itu aku tidak melihat wajahnya karena ketutupan oleh rambutnya. Bodoh. Kenapa aku tidak mencari tahu soal Adtirga sebelum aku menginjakkan kaki di mansion ini ya?

Artikel terkait Tirga juga banyak. Ia dikenal sebagai pria playboy. What?! Bahkan aku bisa melihat fotonya bersama perempuan yang berbeda-beda dan ada wajah Tayana juga. Jadi Tayana pernah dekat dengan Tirga juga? Kali ini aku melihat Tayana bersama Tirga sedang di pantai dengan senyum lepas. Tayana memakai bikini polkadot hitam merah muda sementara Tirga hanya mengenakan celana boxer dan bertelanjang dada.

Pantas saja Tayana begitu mengidolakan Tirga. Mungkin bisa dibilang ia sangat berambisi pada Tirga. Wajar sih. Aku rasa hubungan mereka juga sudah jauh. Ah peduli amat lah. Tapi dari yang kulihat kebanyakan Tirga foto dengan sekretarisnya waktu itu. Yang juga telah menghilang selama dua tahun silam. Ya sekretaris itu adalah Prita.

Oke. Kali ini aku akan cari tahu soal Prita. Aku ketik saja Prita sekretaris Adtirga dan wow! Langsung berjejer foto-foto mereka di acara-acara mewah. Mereka berdua sangat serasi. Aku juga agak kaget ketika melihat ada foto Tirga berdua dengan Prita dan Prima. Tirga berada di tengahnya. Dari sini aku bisa melihat Prita dan Prima hanya berbeda dari tahi lalatnya saja. Prita memiliki tahi lalat di dagu bawahnya sedangkan Prima tidak ada alias bersih. Namun tetap saja kedua wanita ini sangat cantik.

Sekarang beralih ke Alysam. Aku cukup bingung karena tidak ada sesuatu hal yang sesuai dengan pencarianku. Coba saja aku ketika Alysam Adtirga dan ... kosong! Tidak ada info antara Alysam dan Adtirga di internet. Hmm ... apa coba kuhubungkan saja antara Alysam dan Jorda? Oke. Aku pun mengetik nama Alysam dan Farjorda.

Dan ya. Kali ini semuanya terpampang lebar. Begitu banyak foto Jorda bersama wanita bernama Alysam ini. Aku pun membuka salah satu artikel. Di sini disebutkan bahwa Alysam adalah saudara Jorda. Oh saudara toh. Tapi wajah mereka sama sekali tak ada kemiripan. Mau tak mau aku jadi tertarik mengetahui soal Alysam ini. Ternyata Alysam adalah seorang violinis alias pemain biola yang cukup terkenal. Ya ia sering mengadakan konser tunggal baik di luar maupun di dalam negeri.

Pengetahuanku soal musik memang minim sekali. Apa sebaiknya aku tanyakan soal Alysam ini ke Kiran ya? Mungkin saja Kiran tahu. Ah tapi kurasa tidak usah. Jorda saja menyuruhku untuk melupakan wajah Alysam. Kembali aku cari tahu soal Alysam. Namanya adalah Alysam Vgiola dan begitu aku searching wow banyak sekali video konser musiknya di youtube.

Kuputuskan untuk menonton video cover yang dimainkan Alysam dan aku benar-benar terpana melihat kemampuan musiknya. Alysam ini pasti wanita hebat. Kemudian aku berlanjut pada salah satu konser video Alysam dengan viewer terbanyak. Ya seorang pemain biola tidak terlepas dari pemain piano dan lagi-lagi aku dibuat kaget karena pemain pianonya mengenakan topeng ultraman! Hah?! Mau tak mau aku bangun dan aku pause video ini. Kuperhatikan secara seksama. Rambut pemain piano ini diikat rapi. Oke. Tak salah lagi. Itu adalah Zafrin.

Jadi, Zafrin dan Alysam adalah pemusik dan kenapa Zafrin selalu mengenakan topeng itu? Aku lihat tahunnya ini adalah lima tahun silam dan Zafrin tidak duduk di atas kursi roda. Ini benar-benar membuatku bingung.

Iseng aku cari nama Zafrin pemain piano dan keluarlah pria berambut gondrong mengenakan topeng ultraman. Sampai akhirnya aku menemukan sebuah foto di mana foto tersebut berisi wajah Jorda, Alysam, dan Zafrin dengan topeng ultramannya.

Lagi aku mencari tahu soal Jorda. Jorda itu sepupu dengan Shagam. Terlihat dari nama belakang mereka yaitu Prasrari. Kembali aku berpikir. Sedangkan nama Alysam adalah Alysam Vgola. Berarti Alysam adalah sepupu Shagam juga. Hubungan kekeluargaan yang menghasilkan orang-orang hebat.

Dan tak sengaja kutemukan sebuah artikel dengan judul 'Kematian Alysam Sang Violinis yang Mengejutkan'. Mataku melotot lagi. Jadi Alysam sudah meninggal? Di artikel ini diberitahukan bahwa Alysam meninggal dua tahun silam karena kecelakaan.

Mudya, aku tidak tahu mereka berdua di mana. Jorda bungkam. Semua bungkam. Aku tidak bisa melakukan apa-apa dengan kondisi seperti ini. Prita ... Lysam ....

Aku teringat kata-kata Zafrin semalam. Apa Zafrin tidak tahu di mana Lysam sekarang? Dari kata-katanya mencerminkan hal itu .... Kenapa mengetahui ini hatiku cukup pilu ya?

Tiba-tiba ponselku berdering. Ada telpon dari nomor tak dikenal. Haruskah aku mengangkatnya?

"Iya halo assalamualaikum ...." Kuputuskan untuk menjawabnya.

"Waalaikumsalam ...."

Suara ini .... "Siapa ya?"

"Aku ... Tir--maksudku Zafrin ...."

Aku mengerutkan dahiku. "Kamu dapat nomor aku dari mana?"

"Aku orang penting di mansion ini. Mendapatkan nomor kamu bisa dengan mudah aku dapatkan."

"Terus kamu dapatin nomor aku dari siapa?" tanyaku lagi.

Zafrin terkekeh dari seberang sana. "Lama-lama aku jadi hapal sama kamu. Kamu suka sekali bertanya jadi orang. Dari salah satu pengurus audisi ini. Puas?"

Aku mengembuskan napasku. Oke. Jawaban yang bisa kuterima. "Oh oke. Lalu ada perlu apa kamu nelpon aku?"

"Aku ... aku minta maaf atas nama Tirga."

"Tirga?"

"Ya aku tahu kejadian tadi. Tadi kamu masak roti bakar selai stroberi kan? Tirga cerita sama aku."

Mood-ku kembali buruk mendengar hal ini. "Iya. Terus kenapa? Dan kenapa mesti kamu yang minta maaf?"

"Aku kan kembarannya ...."

"Kenapa nggak dia sendiri aja yang minta maaf?"

"Dia tidak terbiasa berbicara dengan orang lain. Jadi, aku yang mewakilkan. Aku cuma mau kasih tahu kamu kalau Tirga dan aku memiliki ketidaksukaan yang sama. Mulai dari makanan sampai semuanya. Tirga nggak suka stroberi dan aku juga. Tirga benci sama pemalas dan aku juga. Tirga suka orang yang bisa masak. Sama halnya kayak aku. Jadi kalau kamu butuh info terkait Tirga kasih tahu aku aja. Oke?"

"Ini nomor kamu?"

"Iya. Kamu hubungi aja nomor ini kalau ada apa-apa ya soal Tirga."

Tiba-tiba saja aku teringat soal Alysam. Sekalian saja ya aku tanya soal ini padanya.

"Zaf ... aku mau nanya ...."

"Tanya apa?"

"Soal Alysam ...." Zafrin terdiam. Suasana mendadak hening. "Zaf ...."

"I--iya kenapa, Mud?"

"Alysam itu pemain biola ya?"

Aku bisa mendengar helaan napas Zafrin. "Iya. Dia termasuk wanita terkenal di dunia musik. Kamu cari saja Alysam Vgola. Lalu kenapa dengan Lysam?"

"Kamu nggak pernah ketemu dia lagi?"

"Sudah dua tahun aku nggak ketemu dia."

"Dua tahun?"

"Iya. Jorda hanya diam ketika aku menanyakan soal Alysam."

"Jorda saudara Alysam kan?"

"Hanya saudara tiri, Mud. Fakta ini hanya aku dan kerabat dekat saja yang tahu. Publik semua tahunya Jorda saudara Alysam padahal mereka cuma tiri. Ini juga yang jadi masalah kami bertiga karena .... Astaga! Kenapa aku malah membicarakan soal Alysam? Bodoh. Lupakan soal Alysam. Anggap kamu nggak pernah dengar soal ini. Alysam itu masa laluku dan ...."

Kalimat Zafrin terhenti karena ....

"Lo ngobrol sama siapa?" Ada suara dari seberang sana dan tut tut tut.

Telpon terputus seketika. Itu seperti suara Jorda! Astaga. Pasti Jorda akan marah padaku begitu mengetahui bahwa akulah yang baru saja ditelpon oleh Zafrin!

***

tanggapannya dooong hhehehhe kalau ada plot hole bilang yaaaa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top