1
Susah sekali rasanya mencari pekerjaan akhir-akhir ini. Tiap menit tiap detik tak henti-hentinya aku membuka situs jobsdb, jobstreet, dan berbagai situs lowongan pekerjaan lainnya. Berulang kali kuklik apply berharap ada panggilan datang. Tapi semuanya tak segampang yang kukira. Kupikir keputusanku resign dari Waktu merupakan keputusan yang tepat. Ternyata aku salah. Huh.
"Elo sih, Mud. Padahal kan kerja di Waktu enak bukannya. Gue aja yang kerja di Style masih betah sampai sekarang," ujar Kak Citra yang merupakan pemilik kos-kosan tempat aku tinggal sekarang.
Wanita semampai dengan rambut panjang hitam pekatnya itu sekarang sedang tidur-tiduran di kasurku. Sedangkan aku sedang sibuk memantau email-ku terus menerus untuk memastikan apakah besok ada panggilan interview atau tidak.
"Ya ampun, Kak. Di Waktu itu beda sama Style. Gue nggak suka sama bosnya. Ya emang sih kita satu anak perusahaan, tapi cara kerja kita beda, Kak. Gue tuh kayak diperas tahu nggak sih."
"Emang bosnya kenapa sih? Kalau bos gue sih perfeksionis, kadang suka marah-marah juga, tapi dia baik banget. Suka join kalau misalkan anak buahnya ngumpul gitu. Asik sih kata gue Bu Sinta mah."
Aku tertawa. "Kak, bos lo kan asik ya. Cewek pula. Bos gue tuh bapak-bapak. Tahulah rasanya jadi sekretaris bapak-bapak genit. Gue juga nggak nyaman kerja sama dia. Dia doyannya godain gue mulu."
"Bos lo namanya siapa? Kebetulan gue kenal sama presdirnya haha. Bahkan gue kenal sama istri presdirnya. Sini biar gue bilangin."
Aku pun menoleh melihat Kak Citra. "Haha gila lo, Kak. Yaudahlah. Doain aja gue cepat dapat kerja. Udah sebulan nih gue nganggur. Pusing juga," dumelku.
Aku pun beranjak lalu memutuskan untuk berbaring di samping Kak Citra. "Atau nggak lo coba lamar ke Style deh. Ada slot kosong satu. Tapi untuk jurnalis editor sih hahaha dan itu kayaknya tempat nggak bakal diganti seumur hidup deh."
"Loh kenapa?" tanyaku bingung.
"Secara itu kursi punya bini presdir kita sekarang haha. Gila bisa cinta mati banget tuh orang sama si Toca. Ampun ampun."
"Maksud lo presdir Cokro, Kak?"
"Iya. Si Amet haha. Padahal dulu gue sempat naksir sama dia, tapi kayaknya gue kalah pesona sama si Toca. Yaudah deh gue ikhlas."
"Haha yauda gue doain lo cepat dapat cowok deh. Itu gimana sama cowok yang sering main ke sini? Bukannya teman kantor lo juga?"
Kak Citra menatapku sebal. "Maksud lo Surya? Ih ogah gue. Meskipun dia kerjanya sama kayak Amet dulunya, tapi ia jauh dari harapan gue. Gue nggak suka, Mud!"
Aku terbahak. Aku memang sudah mengetahui soal presdir Cokro itu sudah lama. Bahkan pesta Thirty's Cokro itu saja sebenarnya aku datang. Cuma ya begitu peranku tidak begitu penting dan aku benci keramaian. Ditambah aku anak baru. Dan aku tahu betapa Kak Citra menyukai presdir kami yang bernama Amet itu.
Intinya ketika setelah acara itu selesai, Kak Citra dan gengnya ; Kak Melani dan Kak Nyayu terus ngedumel sepanjang hari. Mereka kesal karena tidak bisa mendapatkan Amet. Aku hanya menggelengkan kepala karena umpatan mereka bertiga terdengar sampai ke kamarku.
Ya Kak Citra sebagai pemilik kosan di sini juga tinggal bersama para penghuni kos lainnya. Harganya tidak terlalu mahal, tapi fasilitas dan kenyamanannya patut aku acungi jempol. Kamarku memiliki AC, satu kasur berukuran sedang, satu lemari, dan kamar mandi di dalam. Pokoknya oke deh.
"Tapi Surya kayaknya naksir berat sama lo, Kak. Udah nggak usah lama-lama. Ingat umur," kataku sambil meng-scroll halaman website jobsdb. Lagi.
Kak Citra malah menimpukku dengan bantalnya. "Sialan lo. Gue maunya laki gue kayak Amet. Ganteng, lucu, ngeselin, tajir lagi. Aaaa kapan ya ketemu cowok kayak dia lagi? Sekarang dia udah nikah. Remuk banget hati gue rasanya."
Lagi-lagi aku tertawa. "Udah, Kak. Dia udah milik orang lain. Dia bukan jodoh lo berarti. Udah ya. Gue doain keinginan lo tercapai."
Kak Citra melihat mataku sembari mengerutkan bibirnya. "Lo tahu kan gue tuh cantik. Bahkan lebih cantik gue dibanding si Toca. Dan gue kaya. Lo bayangin gue sebenarnya bisa hidup tanpa harus kerja. Warisan kos-kosan dari Bokap Nyokap gue banyak. Dan kenapa dari sekian laki-laki di dunia ini mesti Surya yang ngejar-ngejar gue?"
Kaki Citra mencak-mencak sambil menghentak-hentakkan kakinya ke kasurku. "Hahaha Surya nggak jelek loh, Kak. Emang dia kurang tajir. Tapi dia oke kok."
"Ah ngomong sama anak bau kencur kayak lo susah. Lo akan ngerti betapa menggodanya seorang presdir kalau bentuknya nggak kayak bos lo kemarin," cibir Kak Citra.
"Haha nggak tertarik gue mah sama presdir. Pasti ganjen, genit, player. Udah ah gue mau bobo. Ke luar sana lo," usirku.
"Sialan lo. Kosan gue ini woy. Haha yaudah bobo ya. Jangan galau. Kalau gue dapat info lowongan kerjaan gue kasih tahu. Semangat!"
Kak Citra pun beranjak lalu keluar dari kamarku. Tak lupa ia menutup pintu. Aku pun menghela napas pasrah. Ya hanya inilah yang bisa aku lakukan tiap harinya. Makan, tidur, dan berdoa semoga besok ada keajaiban.
Yaitu panggilan interview dan tanda tangan kontrak kerja. Aamin!
***
Adzan subuh berkumandang. Aku pun terbangun dari tidurku. Dengan khusyuk aku melaksanakan ibadahku kepada Sang Pencipta. Seperti biasa aku mendoakan ketenangan untuk almarhum Ayah, almarhumah ibu, dan kedua adik perempuanku; Nerta dan Arta.
Lagi-lagi air mata ini menetes. Mengapa mereka semua cepat sekali dipanggil Tuhan? Dan mengapa hanya aku yang dibiarkan hidup? Buat apa aku dibiarkan hidup jikalau pada akhirnya aku hidup sebatang kara di dunia ini?
"Mudya! Mau jogging nggak? Hari ini ada car free day seperti biasa di bundaran HI. Nyayu sama Melani ntar ketemuan di sana. Yuk!"
Pagi-pagi Kak Citra sudah menunjukkan wajahnya lewat jendela kamarku. Aku pun buru-buru menghapus air mataku. Jangan sampai ia melihatku menangis karena hal itu malah akan memicuku untuk menangis lebih hebat lagi.
"Oh boleh deh, Kak. Ntar gue siap-siap dulu ya."
"Oke deh."
Kak Citra kembali berlalu meninggalkanku. Aku pun segera melipat mukena dan sajadahku. Kuputuskan untuk tidak mandi karena percuma nanti setelah jogging aku juga akan berkeringat lagi. Aku pun mengambil celana legging hitam dan kaos pink muda hampir selutut lalu menyisir rambut pendekku. Kemudian kupakai sepatu kets putih.
Sebelum itu tak lupa aku menyepuh bedak sedikit dan mengoles lipstik berwarna kulit ke bibirku.
"Ayo, Kak. Gue udah siap!" teriakku dari dalam kamar.
Kamar Kak Citra tepat berada di sebelah kamarku. Perlu aku beritahu. Aku dan Kak Citra beda empat tahun. Kak Citra berumur 28 tahun sedangkan aku 24 tahun.
Aku kenal dengan Kak Citra sudah dua tahun ini. Ya tepatnya setelah kematian tragis itu. Kematian yang membuat semua keluargaku pergi tak bersisa. Ayah, Ibu, dan kedua adik perempuanku. Nerta dan Arta.
Ah aku sedih kalau menceritakan hal tersebut. Kejadian itu benar-benar di luar dugaan dan tak pernah terbayangkan seumur hidupku. Tabrakan tanduk kambing yang menjadi titik terbesar keterpurukanku seumur hidup.
Ya aku orang kampung dan sekarang aku tinggal di kota. Aku bukan orang kaya tapi keluarga cukup mampu untuk menghidupiku dan menyekolahkanku hingga dua tahun silam di kota.
Dan sebenarnya dua tahun silam itu adalah perjalanan kami ke puncak untuk merayakan hari kelulusanku, tapi apa mau dikata. Semua rusak dan menjadi duka yang sampai kapanpun akan membuat air mata terus menetes tanpa henti.
Karena aku sibuk bekerja sambil kuliah, menyebabkan aku lulus kuliah tidak tepat waktu. Hingga akhirnya karena ingin jenjang karir yang lebih baik, aku mencoba melamar menjadi sekretaris di salah satu anak perusahaan Cokro Grup yaitu Waktu.
Aku bersyukur karena Ayah masih meninggalkan rumah di kampung hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengontrakkannya saja. Untungnya ada orang yang berkenan mengontrak rumahku. Uang dari hasil kontrakan itulah yang mampu menghidupiku sekarang.
Dan penyebab kecelakaan itu sampai sekarang tidak ada yang tahu. Aku sudah meminta bantuan polisi, tapi polisi pada akhirnya angkat tangan. Mereka tidak bisa menemukan penyebab dan siapa yang bersalah dari kecelakaan tersebut.
Yang aku tahu hanya satu. Semua yang terkena dalam kecelakaan itu mati. Kecuali aku.
"Heh! Ayo! Melamun aja!" tegur Kak Citra.
Aku menyengir. Kak Citra cantik sekali. Ia mengenakan celana pendek hitam dan kaos polo hijau dengan rambut yang ia biarkan terurai. Mukanya juga ia poles sedikit sehingga membuatnya terlihat makin cantik. Apalagi bodi Kak Citra yang membuatku iri.
Maklum aku hanyalah seorang wanita biasa yang hanya tinggi semampai. Jauh lebih tinggi Kak Citra dibanding aku.
Ia pun merangkulkan tangannya. Tapi siapa sangka pagi-pagi begini ada kejadian yang membuatku tertawa lagi.
"Surya! Lo ngapain sih?!" bentak Kak Citra kuat.
Ya Surya. Seorang pria yang cukup tinggi dengan perawakan dan otot yang menonjol telah berdiri manis bersandar di mobil Fortuner putihnya.
"Kan udah gue bilang. Gue tuh bisa membuat lo ngelupain laki orang. Gue bisa menggantikan posisi Amet di hati lo."
"Ih mimpi lo!" bentak Kak Citra kasar.
Ia pun menarik tanganku lalu berjalan melewati Surya dengan santainya. Tapi sepertinya Surya tidak gampang menyerah. Ia menangkap tangan Kak Citra.
"Cit, Amet kan udah nikah. Dia udah bahagia sama Toca. Udahlah. Lo sama gue aja. Gue kurang kaya? Gue janji, walaupun gue kalah kaya dari si Amet gue akan buat lo jadi wanita terberuntung di jagad raya ini. Percaya sama gue!"
Aku tak tahu apa yang Kak Citra rasakan, tapi ia sepertinya agak luluh dengan kata-kata Surya. Namanya juga cewek.
"Tapi gue udah pesan uber. Nggak enak sama abangnya."
Uber adalah salah satu jasa transportasi online yang sedang marak saat ini.
"Tinggal cancel aja."
"Nanti gue kena pinalti di perjalanan berikutnya."
"Ntar gue bayarin. Jangan kayak orang susah deh."
Surya pun langsung menarik tangan Kak Citra untuk masuk ke mobilnya. Aku masih terpelongo di luar.
"Mudya! Ayo naik!" suruh Surya.
Dan aku pun tanpa basa-basi naik ke mobil Surya. Aku kadang lucu dengan Kak Citra. Ia sok-sok tidak mau dengan Surya padahal sih menurutku ia suka dengan Surya.
Tapi entahlah. Iseng aku buka email lagi menggunakan ponsel androidku.
Hmmm seperti biasa. Tidak ada panggilan lagi.
***
Note : plis kasih tanggapan hehehe oke nggak ya? Update bakal lama banget muehehhee nunggu He's not NORMAL mendekati ending.
Thanks mau bacaa😘
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top