Mulai Mendekat

"Nggak perlu memulai, kalau pada akhirnya harus mengakhiri."

***

Clara sedikit ragu menatap pintu kayu berwarna cokelat di hadapannya. Clara mengurungkan niat ketika ingin menekan bel. Clara ingin mengulang kembali menekan bel, namun pintu di hadapannya sudah terbuka menampilkan perempuan paruh baya yang tersenyum membuat dahi Clara mengernyit.

"Selamat datang kembali, Clara,"

Clara termenung sesaat. Clara melangkah mundur melihat perempuan di depannya melangkah maju mendekatinya. Clara merasa takut akan makian yang diberikan oleh perempuan dihadapannya.

"Clara? Ada apa? Sini Sayang, Mama rindu," kata perempuan yang memanggil dirinya sebutan Mama mengulurkan kedua tangan ingin memeluk Clara.

"Ma-Mama, nggak marah sama Clara?"

"Marah kenapa?"

"Karena Clara pergi dari rumah," cicit Clara menautkan jemarinya.

"Mama nggak marah. Mama tahu, mungkin kamu perlu waktu menenangkan diri. Mama minta maaf  kalau selama ini Mama pilih kasih, membedakan kamu sama Cleo,"

Ucapan Mama Clara membuat Clara ragu. Pasalnya, Mama yang Clara kenal jarang bahkan tidak pernah berbicara selembut ini padanya. Tapi, Clara melangkah mendekati Mamanya.

"Boleh Clara peluk Mama?" Anggukan dari Mamanya membuat senyum Clara melebar.

"Clara udah maafin Mama sebelum Mama minta maaf. Clara rindu pelukan Mama," lirih Clara memeluk Mama erat.

"Mama juga rindu sama kamu Sayang," ucap Mama membalas pelukan Clara.

"Masuk dulu yuk, Mama udah masak makanan kesukaan kamu. Tumis cumi-cumi sama udang goreng crispy?" tawar Mama mengurai pelukan mereka menatap Clara.

"Iya Ma, Clara mau!" jawab Clara antusias ketika Mama menggiring Clara masuk ke rumah.

Dari kejauhan, Indri menyaksikan pemandangan itu. Indri berharap, Clara mendapatkan kebahagiaannya.

***

Indri tak habis pikir dengan ucapannya tadi yang seakan memberi Dalfi kesempatan untuk menjadi temannya, bahkan lebih dari itu. Indri mengembuskan napas ketika mengingat momen bodoh yang menurutnya akan sia-sia. Karena sampai kapan pun, Indri tak kan bisa melupakan mantan kekasihnya. Indri menyandarkan punggung di sandaran jok mobil. Lampu lalu lintas berwarna merah sedang menghitung mundur. Indri menelengkan kepala ke samping kanan sekilas, lalu pandangan Indri tak sengaja melihat Angel dalam sebuah mobil yang tak asing lagi. Beberapa detik kemudian, lampu lalu lintas berganti warna hijau. Sahutan bunyi klakson menyentak Indri yang mengikuti arah mobil yang di dalamnya ada Angel.

"Ck, sebenarnya lo ada hubungan apa sih, sama Devan Ngel? Kalau emang nggak ada apa-apa, kenapa lo selalu kepergok jalan sama Devan?" gumam Indri mendesah pelan.

Mobil yang dikendarai Indri berhenti di sebuah cafe. Indri memperhatikan bagaimana perlakuan Devan pada Angel. Indri menyusul Angel dan Devan masuk ke cafe. Indri mengambil tempat duduk membelakangi Angel dan Devan. Suara mereka tidak terlalu jelas untuk di dengar oleh Indri. Indri tak kehabisan akal. Indri bangkit dari duduknya melangkah menunduk agar keberadaannya tak di ketahui oleh Angel.

"Akh!" Angel mengaduh ketika kepalanya terbentur benda keras. Angel mendongak, mendapati seseorang yang dikenalnya. Angel menarik seseorang itu untuk bersembunyi sebelum keberadaannya di ketahui.

"Indri? Lo ngapain di sini?"

"Menurut lo kalau di sini ngapain?"

"Nongkrong?"

"Udah tahu kenapa masih nanya?"

"Clara sama Angel mana?" Seseorang itu menilik sekelilingnya mencari keberadaan sahabat Indri.

"Ssst! Berisik lo Dalfi! Nanti, gue ketahuan," peringat Indri melirik Angel  dan Devan di meja tengah.

Dalfi ikut melirik arah pandangan Indri. Dahi Dalfi mengerut tatkala melihat Angel bersama dengan Devan.

"Bukannya, itu cowok Clara?"

"Lo tahu dari mana?" tanya Indri menatap Dalfi penasaran.

"Gue pernah lihat Clara di jemput sama tuh, cowok," kata Dalfi.

"Itu yang gue bingung. Karena masalah ini juga, hubungan gue sama Angel renggang. Gue nggak mau persahabatan kita rusak hanya karena cowok kayak Devan," cerocos Indri memijit pelipis.

"Lo curhat? Baru tahu gue, seorang Indri bisa curhat. Biasanya, lo selalu jutek sama gue," sindir Dalfi yang mendapat tatapan sinis dari Indri.

"Yaudah, kalau lo nggak mau jadi teman gue," rajuk Indri menjauh dari Dalfi.

"Gitu aja ngambek. Iya deh, gue bantuin tuntasin rasa penasaran lo, gimana?" tawar Dalfi menarik tangan Indri.

"Oke. Tapi, gue bingung harus mulai dari mana," keluh Indri melemaskan bahu.

"Nggak perlu memulai, kalau pada akhirnya harus mengakhiri."

Indri mendongak menatap mata Dalfi. Entah mengapa, perasaan Indri sedikit tersentil ketika Dalfi mengatakan hal yang mengingatkannya pada kisahnya.

"Lo nyindir gue?"

"Nggak. Gue cuma ingin lo bisa move on  dari masa lalu. Gue tahu, lo masih menaruh rasa sama cowok yang tadi adu jotos sama gue,"

"Sok tahu lo!" ketus Indri.

"I am a right? Kalau nggak, kenapa lo menghindar dari cowok itu? Bukan karena dia mantan pacar lo?" tebak Dalfi.

"Udah deh, nggak usah bahas gue. Sekarang fokus sama Angel—"

Ucapan Angel terputus ketika melihat ke arah meja tengah tidak mendapati Angel dan Devan duduk di sana. Indri berdecak kesal.

"Tuh, kan! Gara-gara lo mereka pergi!" ketus Indri kesal mengalihkan tatapan pada Dalfi.

Dalfi ikut menilik arah meja tengah yang sudah kosong. Dalfi pikir, Angel dan Devan sudah mengetahui keberadaan Indri.

"Kayaknya, mereka tahu kalau lo nguntit mereka,"

"Itu karena suara lo yang melebihi toa. Jadinya, mereka denger dan pergi!"

"Bukannya suara lo ya, yang melebihi toa?" sindir Dalfi tersenyum mengejek meninggalkan Indri yang sudah kesal.

"Ish! Dalfi! Lo nyebelin!" teriak Indri menutup mulut seketika dirinya sadar berada di mana.

Indri mengikuti arah langkah Dalfi ke lantai dua. Indri ingin menceramahi Dalfi yang sudah membuatnya kehilangan jejak Angel dan Devan.

TBC

Jangan lupa vote, comment, kritik dan saran 😊😇

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top