Mulai Curiga
"Masalahnya bukan udah tahu atau nggak Dalf. Tapi, Clara udah tahu dan pura-pura nggak tahu."
***
Clara mendial nomor Devan berkali-kali. Namun, panggilan dari operator yang mengatakan jika Devan sedang berada di luar jangkauan. Akhir-akhir ini, Devan sangat sulit untuk dihubungi. Apalagi, Devan sudah jarang menemui Clara. Clara merasa tidak tenang memikirkannya. Satu per satu, kepingan demi kepingan yang pernah di lontarkan Tiara CS mulai merayap di pikirannya. Clara menepis pikiran negatifnya pada Angel. Clara yakin, Angel tidak akan mengkhianati dirinya. Clara sudah memutuskan akan menemui Devan di rumahnya. Setelah meminta izin pada orang tuanya, Clara pamit menuju rumah Devan.
Rumah Devan tampak sepi. Clara mendekati gerbang rumah Devan. Clara memanggil security yang menjaga rumah Devan.
"Non Clara? Cari Den Devan?" tanya Pak Satmo tersenyum pada Clara.
"Iya, Pak. Devan ada?"
"Loh, bukannya Den Devan tadi bilang keluar mau pergi sama Non Clara ya?"
Dahi Clara mengerut mendengar ucapan Pak Satmo. Keluar dengan dirinya? Kenapa Devan berbohong?
"Ke-keluar? Oh, i-iya, Pak. Clara lupa. Tadi, Clara ke rumah teman, searah sama rumah Devan. Makanya Clara singgah," alibi Clara melempar senyum.
"Oh, iya deh Non. Lalu, Den Devannya ke mana Non?"
"Ke rumah temannya Pak. Yaudah, Clara pulang dulu ya?" pamit Clara.
"Eh, Non, nggak mau nunggu Den Devan aja?" tawar Pak Satmo.
"Nggak usah Pak, Clara ada janji sama temen buat kerjain tugas. Clara pamit ya. Dan, Clara minta tolong jangan kasih tahu Devan kalau Clara datang ke sini," pinta Clara.
"Baik, Non."
Anggukan dari Pak Satmo yang berwajah bingung tak membuat Clara acuh. Raut wajah Clara sendu, ketika mendengar ucapan Pak Satmo. Devan pergi dengan siapa? Mengapa Devan berbohong? Sebenarnya ada rahasia apa yang di sembunyikan Devan dari dirinya? Banyak pertanyaan berkecamuk di benak Clara yang membuat Clara keliru. Langkah kaki Clara melambat, ketika Clara melihat mobil Audi hitam melewati Clara. Clara memperhatikan plat nomor mobil itu. Clara tidak yakin itu mobil milik Devan. Namun, plat nomor yang tertera D EV4 N.
"Devan?" gumam Clara memutar arah langkahnya kembali ke rumah Devan.
Clara memperhatikan mobil Audi hitam itu masuk ke pekarangan rumah Devan. Pak Satmo membuka gerbang ketika mendengar klakson dari mobil Audi hitam itu. Ketika Pak Satmo menutup gerbang dan kembali ke pos security, Clara mengintip dari balik gerbang. Raut wajah Clara pias, ketika melihat siluet seseorang yang dikenal Clara. Clara menggeleng menepis pikiran negatifnya. Namun, perlakuan Devan pada seseorang itu membuat hati Clara berdenyut nyeri. Devan tak pernah sehangat dan selembut itu padanya. Devan dengan Clara selalu bersikap ketus, dan berubah baik hanya ketika Clara merasa sedih. Clara bergegas pergi meninggalkan kediaman Devan. Clara mensugesti dirinya untuk tetap tenang dan percaya jika apa yang dia lihat salah. Clara akan memastikan lebih lanjut agar dirinya bisa lebih tenang.
***
"In, lo udah pikirin baik-baik? Lo mau kan tinggal bareng sama keluarga lo?"
Helaan napas Indri, menatap cakrawala yang berpendar banyak bintang membuat Dalfi gusar. Dalfi memegang bahu Indri menghadap dirinya.
"Dengarin gue In. Lo masih punya banyak kesempatan. Jangan pernah lo sia-siain. Jangan coba jadi gue In. Lo nggak akan sanggup ngejalaninya," nasihat Dalfi menatap mata Indri.
Indri menatap Dalfi dengan raut wajah sendu. Sejujurnya, Indri sangat ingin kembali berkumpul dengan keluarganya yang utuh. Tapi, Indri takut jika tidak bisa menahan perasaan yang tak seharusnya pada Bian, Kakak kandung Indri.
"Gue takut Dalf. Gue takut, kalau gue nggak bisa nerima Bian sebagai Kakak kandung gue," lirih Indri dengan mata berkaca-kaca.
"In, lo harus bisa menerima kenyataan. Masih ada yang peduli dan sayang sama lo. Lo nggak boleh egois hanya karena mementingkan perasaan lo. Mana Indri yang bar-bar? Mana Indri yang kuat? Indri yang ada di hadapan gue Indri yang lemah," tutur Dalfi memegang tangan Indri.
Indri menghambur ke pelukan Dalfi. Indri menangis dalam diam. Dalfi membiarkan Indri meluapkan semua kesedihannya. Setelah beberapa saat, Indri mengurai pelukannya. Dalfi menghapus sisa-sisa air mata yang menggenang di pipi Indri.
"Trust me, In. Gue sayang sama lo. Gue akan selalu ada buat lo."
Indri mengukir senyum tipis di bibirnya. Dalfi mengusap pipi Indri, lalu ikut tersenyum menatap Indri. Keduanya tersenyum malu-malu. Nada dering ponsel yang mengalun lembut, menyita perhatian Indri. Indri mengambil ponsel miliknya di saku celana jogger miliknya. Dahi Indri mengerut, ketika Clara menelepon Indri dan Angel yang tersambungkan.
"Halo, Cla,"
"Hai, Iin! Lagi ngapain? Cla ganggu nggak?" Suara cempreng nan ceria di seberang membuat telinga Indri berdengung.
"Cla, suara lo melebihi loudspeaker gue. Btw, tumben lo nelepon sambung tiga? Ada apa?"
"Oh, itu. Iya nih, tadi gue nelepon Angel. Pas gue sambungin ke lo, telepon Angel mati deh. Lo tahu nggak Angel ada masalah apa? Soalnya, tadi gue dengar grasak grusuk suara cowok matiin telepon Angel," cerocos Clara.
Indri menatap Dalfi. Dalfi yang penasaran mendekati Indri. Indri memberi kode pada Dalfi untuk mengikutinya masuk menuju ruang tamu. Indri duduk di sofa, lalu meloudspeaker ponsel agar Dalfi juga mendengar ucapan Clara. Sebelumnya, Indri meminta Dalfi untuk tutup mulut.
"Halo, Halo, Cla,"
"Halo, Iin dengarin apa kata Clara nggak?"
"Dengar Cla. Mungkin, itu saudara Angel kali Cla," Indri menggigit jari telunjuk di bibir sembari mengerling sekilas pada Dalfi.
"Saudara ya? Ah, iya kali ya In. Mungkin Cla aja yang terlalu paranoid. Yaudah deh, kalau gitu Cla mau bobok cantik dulu. Sampai ketemu besok di sekolah. See you Iin,"
Telepon dimatikan sepihak oleh Clara. Indri menghela napas panjang. Indri curiga jika Clara sudah mengetahui sesuatu.
"In, lo harus kasih tahu Clara sebelum Clara tahu yang sebenarnya," putus Dalfi memberi nasihat.
"Masalahnya bukan udah tahu atau nggak Dalf. Tapi, Clara udah tahu dan pura-pura nggak tahu."
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top