Badmood
"Lo harus bisa berdamai dengan masa lalu, kalau lo ingin menata hidup yang baru."
***
Aktivitas pagi seperti biasa, tak pernah terlewatkan oleh ketiga para gadis yang bersiap-siap dengan seragam mereka masing-masing. Bunyi bel mengusik ketenangan diantara mereka yang sibuk mencari dasi serta topi yang kata mereka barang keramat.
"In, lo buka pintu gih, gue sama Cla cari dasi sama topi nih," perintah Angel yang sibuk membongkar laci meja rias.
"Iya nih, Cla juga lupa kalau hari ini hari Senin," imbuh Clara.
Indri yang sudah mengerti sifat mereka berdua pun menghela napas. Indri hanya mendecakkan lidah memandang sengit Angel serta Clara yang menyengir lebar ke arahnya. Indri bangkit dari duduknya menuju pintu utama.
"Pagi, In,"
Mood Indri yang semula semangat, seketika menjadi buruk melihat laki-laki jangkung di hadapannya menyapa.
"Ngapain lo ke sini?"
"Lo masih marah sama gue? In, gue ke sini mau kasih tahu, kalau Mama sakit dan pengin ketemu lo,"
"Bilang sama Mama, kalau gue nggak mau pulang," ketus Indri.
"Ini semua bukan salah Mama In. Kenapa lo bersikap kekanak-kanakan? Lo belum ikhlas menerima kenyataan kalau sekarang gue jadi Kakak lo?"
Indri mengalihkan tatapannya dari laki-laki jangkung di hadapannya. Mama Indri menikah lagi dengan ayah laki-laki jangkung dihadapan Indri yang merupakan kekasih Indri.
"Lo bisa ngomong kayak gitu karena lo nggak ngerasain jadi gue, Bian."
Laki-laki bernama Fabian itu mengembuskan napas berat. Sejujurnya, Fabian juga merasakan hal yang sama.
"Indri—"
"Iin, siapa tamunya?" Clara mengalihkan pandangan menatap laki-laki jangkung dihadapannya.
"Oh, Fabian? Ada apa ke sini?" tanya Clara.
"Loh, Fabian?" sambung Angela yang menyusul di belakang.
Fabian hanya menampilkan senyum manisnya. Indri yang jengah pun, memberikan kunci rumah pada Angela.
"Lo kunci pintu. Gue duluan ke mobil."
"In, kita belum selesai bicara," kata Fabian menarik lengan Indri.
"Bicara apa lagi Bian? Gue tetap nggak mau pulang ke rumah lo!" sentak Indri menatap Fabian dengan tatapan penuh kebencian.
"Lo boleh benci gue In. Tapi, jangan Mama. Kasian Mama setiap hari mikirin lo. Mama selalu nyalahin dirinya karena udah egois,"
Indri tersenyum hambar menatap Fabian. Tatapan Indri menyiratkan luka yang amat dalam. Fabian tahu, jika Indri masih sakit hati padanya.
"Gue benci Mama dan juga lo, Fabian!"
Indri berbalik meninggalkan Fabian, yang disusul oleh Clara dan Angel menuju mobil BMW hitam yang sudah terparkir di samping rumah.
"In, lo baik-baik aja?" tanya Angel hati-hati ketika duduk di kursi kemudi menatap Indri yang terlihat mengusap sudut matanya yang berair.
"It's okey Ngel," Indri menatap Angel dengan senyum mengembang.
"Iin... kalau mau nangis, jangan di tahan. Keluarin aja, kalau itu bisa buat Iin lega," sambung Clara yang mendekat ke bangku depan.
Angel mengemudikan mobil keluar dari pelataran rumah Indri. Angel yang mengerti pun memberi kode pada Clara untuk memberi Indri ruang.
"Lo harus bisa berdamai dengan masa lalu, kalau lo ingin menata hidup yang baru, In."
Ucapan Angel membuat Indri mengalihkan pandangannya dari luar jendela menatap Angel sekilas, lalu kembali menatap ke luar jendela.
Andai, lo berada di posisi gue, pasti lo nggak akan mudah buat menata hati lo lagi setelah hati lo di hancurkan, batin Indri lirih.
Suasana di mobil hening, hingga mobil yang dikemudikan Angel memasuki pelataran SMA Cakrawala. Clara, Indri dan Angela keluar dari mobil menuju kelas. Sepanjang melewati koridor, banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. Terutama Angel, si player pematah hati para cowok.
"Hai,"
Angel dan Clara tersenyum menyikut lengan Indri ketika disapa oleh laki-laki berwajah asia di hadapan mereka.
"Hai, Dalfi," sapa Angel melempar senyum termanisnya yang diikuti oleh Clara.
"Ck, lo ada perlu apa?" cetus Indri to the point.
Angel mempelototi Indri yang terlihat tak acuh pada Dalfi. Laki-laki bernama Dalfi itu mengambil sebuah cokelat dari tasnya, memberikan pada Indri.
"Semoga mood lo bisa membaik dengan makan cokelat ini,"
Indri hanya menatap malas cokelat di tangan Dalfi. Indri sangat membutuhkan cokelat agar mood Indri menjadi lebih baik.
"Makasih," ujar Indri melangkah pergi meninggalkan Dalfi yang tersenyum memandang kepergian Indri.
Angel dan Clara menyusul langkah Indri menuju kelas. Mereka berdua sangat prihatin pada Dalfi, karena Indri tak pernah menggubris perhatian yang diberikan Dalfi pada Indri.
"Iin, kan nggak suka sama Dalfi, kenapa Iin terima cokelatnya?" tanya Clara yang penasaran duduk di bangku samping Indri.
"Gue suka cokelatnya doang."
"Suka cokelatnya, lama-lama suka orangnya deh," sindir Angel menghempaskan bokong di bangku belakang meja Clara dan Indri.
"Terserah. Bagi gue nggak ada cowok yang bisa ngertiin gue selain—" Ucapan Indri terhenti ketika dirinya sadar ingin menyebutkan nama seseorang yang sudah melukai hatinya.
"Iin ...," Clara mengusap bahu Indri agar Indri bisa lebih tenang.
"Fabian. Well, gue udah duga. Coba buka hati lo buat nerima Dalfi. Kita nggak akan tahu jalan yang kita lewati. Setidaknya, lo udah mencoba In," imbuh Angel.
Indri mengembuskan napas. Sudah satu tahun, Indri belum bisa melupakan kejadian yang sangat menyakitkan hatinya.
"Angel mah gitu. Setiap omongannya bijak banget. Pakar cinta gini ya ternyata. Tapi, Cla nggak bisa bijak kayak Angel. Ajarin Cla dong, Ngel?" pinta Clara memandang Angel dengan puppy eyes.
"Ajarin lo biar nggak bego bedain mana yang beneran tulus sama modus?"
Indri tergelak ketika Angel selalu berhasil membuat Clara cemberut.
"Ih, Angel! Cla kesal deh, sama Angel. Pokoknya Cla nggak bego. Cla sayang sama Devan tulus. Terserah Angel mau bilang Cla bego atau apa," rajuk Clara cemberut memutar tubuhnya ke depan.
Indri dan Angela saling pandang. Mereka mengangkat bahu melihat kekerasan kepala Clara. Entah apa yang membuat Clara bisa percaya dengan Devan yang notaben playboy cap buaya darat.
TBC
CAST
1. Fabian Reitama
2. Dalfi Putra Wirawan
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top