T W O


ANGIN menampar wajahku dengan amat keras, hampir-hampir membuat aku sesak napas. Aku kembali teringat akan sensasi yang kurasakan saat Yorick mengangkat tubuhku ke udara—tidak terlalu tinggi—tetapi tetap saja saat pemuda itu menghempaskan tubuhku kembali ke tempatku tadinya berpijak, sakitnya minta ampun.

Sekarang, aku sudah tentu akan bernasib serupa, dengan konsekuensi bukan hanya tulang belakang yang berderak. Kepalaku sudah bisa dipastikan pecah bahkan sebelum aku menyadari apa yang terjadi.

UrsaMayor ini membelit tubuhku seerat sulur Kadarius. Aku tidak tahu apakah aku mengap-mengap karena belitan si UrsaMayor atau karena menyadari bahwa aku sebentar lagi akan meregang nyawa.

Tidak bagus. Sama sekali tidak.

Glass Gate kian dekat, semakin dekat jarak kami dengan kubah itu, semakin keras dengungan di telingaku menggema. Dengungnya membuat kepalaku sakit, sampai mataku berkunang-kunang.
Satu kesadaran menyentakku, serta merta membuatku melupakan denyutan di kening.

UrsaMayor keparat ini tidak berniat untuk mengakhiri nyawaku dengan menjatuhkan aku ke bawah.

Lebih parah dibandingkan itu malahan.

Dia berniat menghancurkan tengkorakku dengan mengadukannya langsung ke kubah Glass Gate.

Tidak ada gunanya memberontak, malah semakin aku melawan semakin membutakan rasa sakit yang kurasakan. Satu-satunya hal yang membuatku nekat bertindak hanyalah pemikiran tentang seperti apa rupa mayatku nanti. Aku tidak mau mati dalam keadaan tidak cantik seperti itu.

Aku tidak punya kemampuan hebat seperti Para Void atau Lichas, tetapi jangan pernah meremehkan insting manusia yang sedang terdesak, terutama saat kepala manusia itu penuh dengan tekad dan rasa takut.

Memanfaatkan lengan UrsaMayor yang berbalut armor, aku membenturkan permukaan Jadrové  di sana, merasakanya mulai berubah bentuk. Lempengan besi mengular dari pergelangan sampai mencapai lengan. UrsaMayor itu tidak menyadari apa yang kulakukan, atau kalaupun dia menyadarinya, sudah terlambat.

Glass Gate berdengung keras, tercium bau hangus. Untuk tiga detik yang cepat, aku memajukan tangan sedikit saja, lalu dengan kekuatan penuh menyiku dada UrsaMayor yang mengungkungku.

Momen hantaman itu bukan hanya memelanting UrsaMayor menjauh dariku, tetapi juga menyentak tubuhku. Mengirimkan sinyal kaget pada syaraf-syarafku. Namun efek samping yang kurasakan tak menempel lama-lama sebab kemudian aku—tanpa UrsaMayor yang memerangkap—terjun ke bawah.

Layaknya meteor dari langit.

Panik? Vlakas, sudah tentu aku panik!

Aku mencoba menghidupkan daya GravObuv, tapi sialnya benda itu seakan-akan mampu mencium kegugupanku. GravObuv mendadak macet.

Matris futuor!(mother fucker)

Angin kali ini menampar dari punggung, membuat rambut platinumku terjulur ke atas, berseliweran menghalangi pandangan. Seiring Glass Gate menjauh, dengingan pada telingaku kian memelan, hanya memperlihatkan langit merah yang tak berubah sama sekali.

Aku kemudian mengerjap, menyadari bahwa titik hitam yang kulihat bukanlah belerang yang biasa membayangi langit di luar Glass Gate. UrsaMayor yang kusikut sudah kembali, bersama dengan lima lainnya. Keenamnya melesat dengan kecepatan tinggi ke arahku, mereka mengangkat tangan, aku bisa melihat dari tangan armor mereka yang berkeredep, terbentuklah senjata yang kian lama, kian jelas bentuknya.

Sementara aku terus terjun bebas ke bawah, satu tembakan berdesing—dekat sekali dengan bagian sisi kiri wajahku. Yang lain menyusul. Aku selamat dari lesatan energi bercahaya itu semata-mata hanya karena aku memanfaatkan daya GravObuv yang keluar patah-patah seperti orang batuk untuk menghindar.

Pelipisku berkedut, walaupun terkepung, setidak-tidaknya aku masih memiliki akal.

“Ayolah!” Aku berteriak pada GravObuv Tonia yang sialan tidak berguna di saat genting. Aku tahu suara takkan mempan untuk mengaktifkan daya, tetapi tetap saja ...

“Ayo! Ayo! Ayo keparat!” Setiap kata kugunakan untuk menstater pemicu. Aku sadar betul apabila tanah makin dekat. Nyawaku hanya tinggal menghitung menit.

Aku menggerang, tidak punya pilihan lain, gelagapan mengubah armor di lenganku menjadi senjata dan menembak UrsaMayor paling dekat sebisaku. Sebagian besar meleset, tetapi setidaknya mampu meminimalisir tembakan yang ditujukan padaku. Dentuman jantungku makin menggila saat melihat cahaya keemasan muncul dari moncong senjata para UrsaMayor. Aku bahkan bisa membayangkan bunyi desingan senjata di tangan UrsaMayor itu sebelum memuntahkan isinya. Enam misil. Kesemuanya mengarah kepadaku dengan kecepatan mengerikan.

Sekarang aku bukan lagi takut, aku murka. Maut mengintaiku dari segala arah. “Ayolah sialan!” Aku ingin menangis. “Aku bersumpah akan membunuh penciptamu kalau kau membuat aku terbunuh duluan!”

Begitu saja, entah bagaimana, seakan baru tersadar dari tidur panjang, daya tersembur dari GravObuv. Memberi tekanan pada tubuhku untuk melesat.

Jantungku berdetak gila-gilaan. Hanya beberapa detik menjelang sebelum keenam misil bertubrukan, meledak dengan suara dahsyat di belakangku. Panasnya ledakan serasa dekat sekali dengan kakiku. Satu UrsaMayor yang terlalu dekat dengan ledakan, bahkan tak selamat dari malapetaka itu. Dia terbakar, tak lagi terlihat. Hanya menyisakan lima UrsaMayor keras kepala.

Aku menaikkan tudung, merasakan sebentuk jalinan kain menutupi setengah bagian wajahku yang ke bawah. Aku menghidu napas dalam-dalam, semampu paru-paruku memperbolehkan. Aku baru saja akan menarik napas sekali lagi saat sergapan UrsaMayor yang pertama menubruk tubuhku.

Pertama itu merupakan kesalahan yang besar, menyergapku dari samping. Sebab aku bisa menyerang titik yang lemah dari arah ini. Kali ini aku langsung melawan, menggunakan trik yang hampir sama—membenturkan siku berselimut logam ke dada UrsaMayor yang menggaetku.

Bedanya setelah melakukan hal itu aku tak membiarkan UrsaMayor keparat ini lolos begitu saja. Secepat kilat aku memutar tubuh di udara, menumpukan logam ke tungkai, dengan ayunan yang sudah pasti membuat Indira bangga. UrsaMayor itu kehilangan seluruh fungsi armor bagian depan, dan entah ini keberuntungan atau apa, kerusakan kecil itu sepertinya mempengaruhi sampai ke dalam.

Aku menonton dengan ngeri bagaimana UrsaMayor itu berputar-putar selama beberapa detik di angkasa, asap yang entah darimana asalnya menyeubungi armornya, sebelum kemudian pada akhirnya jatuh ke permukaan Sector Zero, meninggalkan kubah serta retakan di sekeliling tempat mayat UrsaMayor itu jatuh.

Tidak bergerak lagi.

Tidak ada waktu untuk berduka, sama sekali tidak perlu. Kepercayaan diriku yang dikompori oleh dendam kesumat telah kembali berkobar laksana matahari di luar Glass Gate. Mematikan dan tidak kenal ampun.

Keempat UrsaMayor selamat dari amukanku hanya karena armor mengkilap mereka, tak kurang dan tak lebih sama seperti Glass Gate.

Aku menggertakkan gigi. Baiklah kalau memang seperti itu yang mereka inginkan. Aku mendorong daya jet dengan kecepatan penuh.
Derak statis bergaung ke seisi batok kepalaku, dan lagi-lagi aku terkesiap saat mendengar suara Kadarius dalam kepalaku.

Sepertinya pemuda itu baik-baik saja. Tentu saja. Apa lagi yang bisa diharapkan dari seorang Lichas, selain mampu selamat dengan cepat berkat bantuan dari kemampuan mereka yang perkasa.

Suara Kadarius tersendat-sendat karena frekuensi yang tidak stabil, apalagi dengan keberadaanku di udara. Dengan segala kekacauan yang terjadi. “Ell!? Kau bisa ... mendengarku?! Si ... Ellie!”

Aku tidak tahu bagaimana cara mengeyahkan suara Kadarius dari dalam kepalaku. Satu-satunya jalan yang bisa kutempuh adalah mengabaikannya. Mengabaikan teriakan-teriakan yang membuat syaraf pendengaranku menjerit protes. Ternyata tidak sulit. Apalagi saat ini bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal lain. Aku berputar tiga ratus enam puluh derajat di udara, sekedar untuk menghindari peluru, bahkan sempat-sempatnya memberi gerombolan UrsaMayor yang mengejarku gestur tak sopan.

Kejar aku, keparat!

Ya begitu, penuhi kepala kalian dengan nafsu membunuh!

Sementara aku di sini berpikir dengan kepala jernih. Di Institut aku banyak belajar teori, tapi melalui Indira aku menyerap bukan hanya sekadar kata-kata, angka serta taktik. Indira membiarkan aku belajar secara langsung.

Kalau jumlah musuh terlalu banyak untuk bisa kau tangani seorang diri, apa yang mesti kulakukan? Jebak mereka—sudah pasti. Lalu berikutnya apa?

Aku memutar otak, mataku jelalatan memeriksa sekeliling. Banyak—terlalu banyak—bekas gedung yang rusak di tempat yang salah, seperti perabotan lapuk digerogoti oleh ngengat. Asap pertempuran membungbung entah darimana, menambah kekacauan dari atas sini. Di suatu tempat aku melihat percik-percik listrik yang familier. Pada saat yang bersamaan aku bisa merasakan suara Indira mendesis di telingaku. Manfaatkan segala hal di sekitarmu, dangkal.

Saat ini satu-satunya teman yang bisa menolong hanyalah apa yang disediakan oleh alam. Lumayan membantu, Indira, batinku membentak muram.

Kepakan sayap, dan raungan yang teramat dekat menggemuruhkan darahku.

Kahnivore.

Bisa-bisanya aku melupakan keberadaan mereka.
Aku menarik napas patah-patah melalui hidung, perlahan menghembuskannya lewat mulut.

Aku punya rencana.

Lakukan atau tidak sama sekali.

》》》

Total : 1241 Words

"Lakukan atau tidak sama sekali."
-Aurellion 'Ellie' Dearth

-Your Fav Author, Kahnivore
Call me Pras, Kahn, Karnip, Kahni.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top