Bab 8. Package From Him
Seluruh lingkungan sekolah kini terasa tak ada yang aman bagi Fara. Di waktu istirahat pertamanya seperti sekarang ini, bukannya menikmati jajanan beraneka macam di kantin, ia malah berlarian kesana-kemari. Berusaha menghindar dari seseorang. Kakinya yang dibalut sneakers putih terus berlari dan kadang bersembunyi di dalam kelas lain saat ia melihat sosok teman satu ekskulnya itu.
"Kak Fara! Gue mau ngomong sesuatu! Jangan lari terus!" teriak cewek berkaca mata itu dari kejauhan.
Fara hanya menoleh singkat, sambil berlari ia mengikat rambut hitamnya ke belakang menjadi satu. Jantungnya kini berdebar kencang saat mendengar suara teriakan cewek itu semakin mendekat. Refleks, tanpa sadar ia berbelok ke kiri dan masuk ke sembarang kelas.
Setibanya di sana, ia langsung disambut oleh tatapan bingung Gery dan ketiga temannya. Langkahnya tertahan dan tubuhnya membeku. Mereka berempat sedang mengelilingi Digma yang tengah terhimpit di pinggir tembok depan kelas. Mata bulat Fara lalu beradu dengan mata dingin Digma.
Kedua alis Digma tertaut. Mulutnya bergerak pelan tanpa suara, menanyakan alasan keberadaan cewek itu sekarang. Yang ditatap hanya melongo. Ia sendiri tak sadar mengapa berada di kelas Gery. Beberapa anak kelas Gery yang pernah menggoda dan menjahilinya bahkan kini terlihat sedang tersenyum jahil dari bangku belakang. Bulu kuduknya mulai berdiri. Napasnya tertahan beberapa saat.
"Fara Sayang ngapain di sini?" Sambil mengunyah permen karetnya, Gery mulai menggoda gadis itu. "Mau ngucapin terima kasih atas jabatan baru lo?"
Mata Fara bergerak ke sana kemari. Kakinya mulai bergetar. Jujur, ia sangat ingin lari sekarang. Namun keberadaan Digma membuat Fara ingin menolongnya. Gadis itu beberapa kali melirik Digma sambil meremas kedua tangannya bingung. Ketakutannya akan Gery masih sangat besar. Ia tak mau hidupnya dihantui bayang-bayang iblis seperti Gery jika berurusan dengan cowok itu. Fara tahu betul bagaimana rumor menyebar mengenai kekerasan yang sudah Gery lakukan pada beberapa gadis tak bersalah.
Melihat Fara yang hanya mematung dengan keringat yang sudah membasahi dahi, Digma mau tak mau maju dan mendorong gadis itu keluar dari kelas.
"Tadi lo dicariin Bu Ega," ujarnya singkat lalu berdiri di tengah pintu seolah menutupi Fara agar tak menjadi perhatian mereka lagi.
Fara yang masih terkejut setelah didorong paksa, lalu kembali kaget saat kini giliran tangannya yang ditarik secara mendadak oleh seseorang.
Aica kini menatap Fara kesal. "Kakak ngapain sih lari dari aku terus?" Kini mereka sudah berada di depan koridor kelas sepuluh, jauh dari kelas Gery.
Fara menghela napas lega. Ia menyibak poninya, mengelap keringat yang membasahi dahi. "Sorry, Ca," balasnya singkat, sambil mengatur napas.
"Aku sebagai sekretaris PKS cuma mau menyampaikan pesan dari Bu Ega kalau besok saat upacara 17 Agustus, yang bagian menghukum anak-anak yang melanggar tata tertib itu Kak Fara," jelas Aica panjang kali lebar. Ia sudah cukup lelah berlarian beberapa hari hanya untuk bertemu Fara. Sekali bertemu, akan ia sampaikan semuanya.
Fara menggaruk kepalanya, gemas. Ia sudah tau sejak awal apa yang hendak diucapkan adik kelasnya itu. Ia menatap Aica enggan.
"Harus Kak Fara katanya. Jangan kabur lagi ya, Kak," sindir Aica yang mendapat decakan dari Fara.
"Anggota gue kan banyak. Kenapa nggak yang lain aja?"
"Udah kebagian semua. Kenapa sih Kak Fara nggak mau terus?"
Fara terdiam. Ia bingung apakah harus memberitahu Aica atau tidak mengenai godaan, hadangan, dan beberapa kejahilan yang cowok-cowok badung pernah lakukan padanya karena ia berani menghukum mereka saat datang terlambat. Ia tak ingin hal tersebut terulang lagi.
"Udah bel masuk nih, Kak. Aku balik ke kelas dulu ya," ucap Aica di tengah suara bel yang menggema.
Fara hanya mengangguk singkat. Lalu bersandar lemas di dinding sambil beberapa kali menghela napas berat. Saat sedang meratapi nasib, manik mata Fara tak diduga menangkap sosok cowok yang tadi menolongnya. Sontak ia langsung berlari dan menyejajari langkah dengan cowok itu.
Digma yang sedang berjalan dengan kedua tangan di saku lalu menoleh saat Fara menyolek bahunya. Ia melempar tatapan acuh tak acuh pada gadis di sebelahnya.
Fara beberapa kali menengok belakang, jaga-jaga Gery menampakkan diri. "Lo tadi di-bully lagi?"
Tak ada respon, Fara kembali berucap. "Kan udah gue bilang, kalo lo di-bully lagi bilang ke gue."
Digma lalu menghentikan langkah. Membuat Fara terkejut dan ikutan berhenti mendadak. Kini pandangan Digma sepenuhnya menatap Fara. "Nggak salah? Tadi aja gue yang nolong lo."
"I-iya," aku Fara sambil memalingkan muka sejenak sebelum kembali mendongak, menatap cowok tinggi itu. "Tapi gue janji, mulai besok gue bakal lebih berani nolong lo."
Mendengar itu, Digma kembali melanjutkan langkahnya. Bukan hal itu yang ingin cowok itu dengar dari Fara. Digma hanya ingin Fara tak mencampuri urusannya. "Nggak perlu," jawabnya enggan. "Lagian lo ngapain pake dateng ke tempat tadi."
"Hmm, tadi gue kesasar."
"Lagi?" Digma menoleh heran. "Kan udah gue suruh baca Gmaps. Lain kali, jangan ke kelas Gery, bahaya."
"Padahal bahaya juga buat lo," gumam Fara mencibir. "Eh, bentar. Kayaknya lo tuh anak baru ya? Pantesan lo nggak tau siapa Gery kan? Nama lo siapa?"
Digma berhenti untuk kedua kalinya. Tapi kali ini, matanya teralihkan melihat hal lain. Diikuti ponsel yang mendadak bergetar, Ia membaca bilah notifikasi.
[Atha Petir 13:03 : Rak terakhir. Buku Hitam. Bystander.]
Digma membaca pesan itu cepat sebelum kembali menatap gadis di depannya. "Sekarang lo inget baik-baik. Gue Digma, anak baru yang bakal sering nongkrong sama Gery. Kalo lo liat gue, lo harus lari. Kabur yang jauh kayak anak-anak lain," tegasnya menatap kedua mata cewek itu dalam-dalam.
Fara hendak menolak perintah Digma, namun ajakan seseorang pada dirinya membuatnya mengurungkan hal itu. Katanya Bu Ega memanggil Fara agar segera ke kantor. Kini, Fara hanya menatap Digma lama lalu berdecak dan lari menemui gurunya itu.
Ditinggal seperti itu, membuat Digma segera mengambil langkah lebih lanjut. Sesuai pesan dari Atha, ia pun kini mengubah arah menuju perpustakaan.
Setelah memasuki area yang penuh buku tersebut, ia dengan gesit menyusuri beberapa lorong rak buku dan berbelok ke lorong terakhir tempat yang Atha sebutkan tadi. Matanya dengan cepat menyisir setiap judul buku dan tangannya yang tangkas mengambil buku hitam dengan tulisan Bystander di depan cover buku. Saat hendak keluar lorong, tak lupa ia mengambil stiker kode inventarisasi di punggung buku lain untuk ditempelkan ke buku miliknya.
Dengan langkah santai namun pasti, Digma berjalan ke arah meja pelayanan dengan percaya diri. Tadinya ia mau langsung kabur saja. Tapi lirikan dari petugas perpustakaan membuatnya mengurungkan niat dan malah menyerahkan bukunya ke petugas itu agar tak terlihat mencurigakan. Ia memang ingin terlihat hendak meminjam buku.
Dengan jantung yang berdebar menunggu petugas itu mengecek buku miliknya, keringat dingin mulai membasahi pelipis. Dinginnya AC di ruangan itu menambah perasaan gelisah. Apalagi saat tangan petugas wanita itu hendak membuka buku itu. Napas Digma seolah terhenti saat itu juga.
Author note:
Buku sumber ilmu❎
Buku sumber masalah✅
Perkara buku doang, Digma kok sampe panik gitu ya?
Apa tuh buku isinya...
Eits, daripada nebak-nebak nggak jelas, mending kalian like dan komen dulu di bab ini, see u Kamis, Beb!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top