Bab 11. Secretly

"BERHENTI!" teriak seorang gadis dengan tatapan tajam menatap Gery.

Gery yang sejak tadi fokus dengan Digma kini akhirnya berdiri sambil memandang gadis itu heran. "Fara?" tanyanya menaikan sebelah alis.

Semua orang yang ada di sana seolah dibuat terkejut lantaran melihat perilaku Fara yang tak biasanya. Tanpa menghiraukan tatapan itu, Fara maju dari tempatnya dan segera mengamit tangan Digma agar ikut menjauh dari sana.

Digma yang juga masih terkejut dengan apa yang terjadi, melemparkan tatapan tanya pada gadis itu. Fara tak menjawab. Ia tetap fokus menarik Digma menjauh.

Sadar targetnya dibawa pergi, Gery buru-buru mendekati mereka.

"Lo maju selangkah, gue bakalan teriak!" ancam gadis itu tak gentar.

Tak acuh, Gery tetap maju. "Teriak aja! Nggak akan ada yang peduli juga," pungkasnya santai hingga tiba-tiba ujung matanya tanpa diduga menangkap sosok sang ayah dari kejauhan.

Gery sontak menghentikan langkah. Raut wajahnya langsung berubah masam. Digma diam-diam mengikuti arah pandang Gery, berusaha memahami apa yang sedang terjadi.

Diliriknya Digma dan Fara sekali lagi oleh Gery. "Urusan kita belum selesai," tegasnya lalu berjalan melewati Digma sambil menabrak kasar bahu cowok itu.

Dengan raut kekesalan yang tak berbeda jauh dari Gery, ketiga temannya mengikuti langkah ketua geng mereka. Setelah memberi Digma beberapa umpatan, mereka berempat akhirnya berlalu menjauh meninggalkan Digma dan Fara di taman belakang.

Setelahnya, sebuah hembusan napas panjang terdengar dari mulut gadis itu. Merasa tangannya bergetar, cowok itu menoleh menatap tangannya yang digenggam kuat oleh Fara.

"Lo gemeteran?" tanyanya menyadarkan gadis itu.

Fara tersentak. Ia melihat Digma lalu melihat tangannya sendiri. Sadar gerak tubuhnya ketahuan, ia dengan segera melepaskan tangan.

Digma mengulum senyum. Tersirat perasaan lucu melihat Fara yang berusaha untuk berani. Padahal dari dahinya yang berkeringat, jelas sekali, ia sedang menahan rasa takut.

"Aaa!" teriak Fara tanpa aba-aba seraya berjongkok. Ia menenggelamkan wajahnya di balik lipatan tangan. "Gue nyesel! Harusnya tadi gue pura-pura nggak lihat lagi aja. Kalo besok gue diapa-apain Gery gimana?!" frustasinya disertai tangisan kecil.

Digma yang mendengar hal itu tertawa geli. Padahal jelas sekali Fara terlihat sangat berani menolongnya tadi. Mengapa sekarang ia seperti kucing yang ketakutan dikejar anjing?

"Kayaknya sih iya. Besok Gery bakal ngejer lo," ucap Digma memanas-manasi. Membuat tangisan Fara semakin terdengar nyaring.

"Tuh kaaan! Takuuut!" teriak Fara frustasi.

"Hahaha ... udah ah, berhenti nangisnya." Digma kini mendekat dan ikutan berjongkok di hadapan Fara. "Fara, udah nangisnya. Ra, coba liat gue!"

Fara akhirnya mau mendongak. Menampilkan mata sembab dan wajah kusutnya. Meskipun habis menangis, wajah mulus nan putih itu tetap terlihat cantik ditimpa matahari siang.

"Lo nggak perlu takut sama Gery. Gery biar gue yang ngurus. Pokoknya inget pesen gue kemarin. Kalo lo liat gue sama Gery, mau gue diapain pun sama dia, lo harus lari."

"Tapi gue ketua PKS, Dig," balas Fara frustasi. "Mau sampe kapan gue lari terus dari Gery?"

Pertanyaan dari Fara membuat keheningan di antara keduanya. Ia memandang Fara lekat. Gadis itu benar-benar berbeda dari anak lain. Saat semua orang di sekolah itu menutup mata akan hal-hal tidak terpuji yang Gery lakukan, Fara seolah bersusah payah keluar dari jeratan lingkaran setan itu.

Digma berdiri. Ia beralih menatap hal lain dengan pandangan kosong. "Suatu saat, Gery yang bakal lari dari kita. Gue bakal jamin itu," jawabnya mantap dengan kedua tangan tersimpan di saku.

Fara mendongak lebih ke atas. Dari tempatnya berjongkok, ia bisa melihat dengan jelas bagaimana berkarismanya cowok itu. Sangat berbeda saat ia sedang dirundung Gery.

Fara akhirnya ikut bangkit. "Gue mohon sama lo. Jangan deket-deket Gery, atau kejadian yang sama bakal terulang lagi."

"Kejadian yang sama?"

Fara hanya melihat Digma sebentar lalu berusaha mengalihkan pembicaraan. "Muka lo nggak mau dicuci dulu? Dari warna airnya ...," Fara memandang air kolam berwarna hijau itu jijik, "kayaknya dari tahun lalu belum diganti air baru karena mesin air mancur ini rusak."

Digma langsung meraba wajahnya. "Sialan emang tuh cowok. Dikira gue ikan apa, main celup aja ke kolam ijo kaya gitu," omelnya seraya berjalan ke wastafel taman terdekat. Ia lalu membiarkan rambut dan wajahnya tersiram air keran yang dingin dan menyegarkan.

Puas membersihkan diri, Digma menggerakan kepala dan mengacak-acak rambutnya yang hitam agar cepat mengering. Ia lalu melirik Fara. Penasaran mengapa ekspresi gadis itu terlihat takut setelah melihat sesuatu di depan.

"Lo kenapa?" tanya Digma penasaran.

Fara menoleh takut. "Menurut lo, Bu Zize bakal ke sini nggak?"

Digma mengikuti arah pandang Fara. Benar apa yang dikatakan gadis itu, guru seni mereka sedang berjalan mendekat sambil membawa beberapa tumpukan buku.

Fara dan Digma saling pandang. "Bantu gue lari dari sini, Dig!"

Digma mengangguk. Dengan cepat ia segera membawa Fara menjauh dari taman belakang. Ia bahkan sampai tak sadar menggenggam erat tangan Fara hingga tiba di depan laboratorium lama yang tak terpakai.

"Kayaknya Bu Zize lagi nyuruh petugas kebersihan buat bersih-bersih taman belakang," ucap Digma mengamati area taman belakang dari kejauhan. Ia juga melihat seorang pria tua di belakang gurunya itu sedang membawa beberapa peralatan pertukangan. "Itu artinya, dia tadi nggak liat lo."

Fara menghembuskan napas lega. Ia memejamkan matanya sejenak, mengusir pikiran buruk yang hampir terjadi. "Hampir aja gue ketahuan bolos." Fara kembali melihat jam tangannya. "Masih kurang lima menit sebelum bel pergantian jam. Harusnya gue masih sempet balik ke kelas buat pelajaran. Kenapa sekarang Bu Zize malah ke taman belakang juga?"

Digma masih menatap petugas yang sibuk memperbaiki air mancur di tengah taman itu. Ia merasa janggal. Mengapa dari banyaknya hari, air mancur itu diperbaiki setelah kejadian Gery merundungnya di sana. Apa itu adalah salah satu cara Heri menutupi kejahatan Gery?

"Dig, lo bawa gue ke laboratorium biologi yang lama?" tanya Fara setelah sadar ia berada di tempat yang tak seharusnya.

Fokus Digma beralih. Ia ikutan melihat ruangan tak terpakai yang penuh kursi bekas dan sarang laba-laba di belakangnya.

Fara perlahan mundur dan menjauh. "Tempat ini adalah markas Gery dan gengnya berkumpul buat ngebully orang," jelasnya dengan jantung kembali berdebar. Jika berhadapan dengan hal apapun yang menyangkut Gery, Fara selalu panik.

Digma mengangguk setuju. Padahal ia hanya membawa Fara asal namun ternyata ia berada di tempat yang memang akan ia datangi. Digma pun menaruh kedua tangan nya di saku celana. Diam-diam ia meraba kamera pengintai mini di dalam sakunya.

"Kita harus pergi sekarang, Dig. Sewaktu waktu Gery bisa datang ke sini."

"Coba lo cek Bu Zize masih ada nggak di sana. Gue mah ayo ayo aja, tapi kan lo yang takut ketahuan," balas Digma membuat fokus Fara teralihkan dan menjauh dirinya.

Digma diam-diam mundur dan mendekati ruangan kosong itu. Sambil mengamati Fara yang sedang fokus melihat gurunya dari jauh, dengan cepat cowok itu menaruh kamera pengintai mini di sela-sela ventilasi ruangan. Untung saja warnanya hitam, jadi kamera itu dengan mudah berkamuflase di antara background ruangan gelap.

"Digma," panggil Fara menoleh. Untungnya cowok itu sudah selesai menaruh kamera. "Udah aman," lanjutnya.

Digma dengan cepat berjalan melewati Fara dan membisikan sesuatu di telinganya. "Sekarang, lo harus tunjukin ke gue, tempat mana lagi yang biasa Gery datangi buat ngebully."

Kedua alis Fara tertaut sebelum akhirnya buru-buru menyamakan langkah lebar dan tegap Digma.

"Sekarang banget?"

"Supaya gue bisa ngejauh dari Gery, lo mau bantu gue kan?"

Fara menggigit bibir bawahnya, gusar. Ingin rasanya kini ia menjauh dari hal-hal tentang Gery, namun benar apa yang dikatakan cowok itu. Ia harus segera memberitahu tempat-tempat terlarang yang biasanya Gery datangi.

Dengan cepat, Fara mengarahkan Digma ke gudang belakang sekolah, lapangan rumput belakang, dan terakhir ia membawa cowok itu melewati pintu belakang ke arah area luar sekolah. Lebih tepatnya ke gang belakang sekolah.

Digma menatap bergantian Fara dan area pinggir gang yang sedang gadis itu pandangi. Fara terpaku pada tempat itu.

"Gery sering datang ke sini?" tanya Digma memecah lamunan Fara.

"Hah? I-iya," jawabnya terbata. Seolah ia sedang menyembunyikan sesuatu.

Digma kembali menatap tempat yang dipandangi Fara. Tepat seminggu yang lalu, Abian tak sadarkan diri di tempat itu. Apa Fara juga mengetahui fakta itu?

"Ini adalah tempat terakhir yang gue tahu," jelas Fara.

Digma mengangguk. Tanpa sepengetahuan gadis itu, Digma sudah menaruh beberapa kamera di beberapa tempat yang tadi mereka datangi. Untuk gang belakang ini, Digma hanya menaruh asal kamera pengintai di salah satu tiang penyangga gedung.

"Tugas gue udah selesai. Gue balik ke kelas dulu." Baru saja berbalik, seorang laki-laki menghadang dirinya. Mata Fara membulat kala melihat wajah Gery kini terpampang nyata di depannya.

"Buru-buru amat. Abis ngapain kalian di sini?" tanya Gery dengan seringai liciknya

Author notes:

Gery nih kaya setan ya, di mana aja muncul, heran.

Kira-kira setelah bikin Digma jadi ikan, Gery bakal ngelakuin apa lagi nih?

Baca selengkapnya di bab selanjutnya ya, Beb! See u!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top