Bab 10. The Fountain
"Lo ngapain?" tanya Gery dengan tatapan dingin.
Digma sontak berbalik, berusaha menutupi kamera pengintai di belakang punggungnya. Ia segera memutar otak dan membuat alasan. "Gue lagi bolos pelajaran olahraga," jawabnya tanpa memandang Gery.
Gery hanya mendengus tak peduli lalu berjalan menghampiri kursi kosong di samping warung. Ia duduk seraya mulai menyalakan pemantiknya untuk menghidupkan sebatang rokok. Melihat Gery yang fokus merokok, membuat Digma buru-buru melepas earphonenya dan menyembunyikan di saku celana.
"Gue udah peringatin lo. Jangan muncul dihadapan gue lagi," ujar Gery setelah menyembur asap rokok dari mulutnya.
Digma kembali teringat, saat tadi dirinya di tarik ke kelas Gery. Tiba-tiba saja Gery mengungkit ucapan Digma pada Heri beberapa hari lalu. Gery bertanya apa maksud cowok itu berkata bahwa sekolahnya adalah tempat aman tanpa perundungan kepada ketua yayasan. Dari gelagatnya ia terlihat marah dan kesal. Entah apa yang terjadi di antara bapak dan anak itu. Tapi yang jelas sejak saat itu, ia diperingati agar tak muncul dihadapan cowok itu lagi.
"Sekarang lo yang muncul dihadapan gue," balas Digma sambil melipat tangan. Dengan CCTV tersembunyi di belakangnya, ia jadi lebih tertantang untuk membuat sebuah bukti perundungan saat ini juga.
Gery tertawa sinis. Tak menyangka dengan jawaban berani cowok dihadapannya. Matanya kini menatap tajam Digma. Rokoknya ia banting sembarang. Ia maju dengan dagu terangkat hingga jarak mereka hanya tinggal sejengkal.
"Sumpah! Gue demen pecundang kayak lo gini. Bikin adrenalin gue sebagai penguasa tertantang. Lemah tapi sok kuat. Orang-orang kayak lo gini, nih, yang harusnya gue bikin sadar. Sekali sampah akan tetap sampah!" angkuh Gery tak berkedip menatap kedua mata Digma.
Digma tertawa dalam hati. Sampah kok ngomongin sampah, batinnya mengejek.
Tak lama dari itu, Alex, Deta dan Reksa datang menyusul Gery. Gery langsung memberi kode kepada mereka untuk segera membawa Digma. Alex dengan cepat langsung menyambar kerah belakang Digma dan menarik kasar cowok itu. Tahu akan dibawa pergi dari sana, Digma pun panik. Ia menatap kecewa kamera pengintai yang barusan ia pasang seraya perlahan dirinya ditarik menjauh dari sana.
Dengan langkah terseok, Digma berjalan di kelilingi keempatnya. Lehernya mulai terasa tercekik karena tarikan Alex yang lama kelamaan semakin kuat. Sepanjang lorong, ia pun menjadi tontonan siswa-siswi lain. Ada yang berbisik, ada yang melengos pergi tak peduli.
Sesampainya di taman, Digma baru bisa bernapas lega. Ia mengusap lehernya yang memerah. Masih merasa kesal, ia berusaha mengamati sekitar. Hanya taman pada umumnya dengan banyak tanaman tanpa bunga, pohon pohon rindang dengan kursi panjang, serta satu buah air mancur yang sudah rusak dan berlumut. Memang sepi, tapi untuk apa Gery membawanya ke taman belakang tak terpakai ini. Tempat ini diluar titik yang cowok itu amati selama ini. Digma berdecak sebal, ia jadi tak bisa merekam kejadian saat ini , jaga-jaga Gery akan merundungnya sekarang.
Gery memegang sebelah bahu Digma. "Di sekolah ini, nggak ada yang berani lawan gue. Apalagi sampah kayak lo!" cerca Gery, tangan satunya menunjuk-nunjuk dada bidang Digma.
"Gue bukan sampah," jawab Digma membela.
"Lo tuh ngaca, Njing! Emang lo bisa lawan gue?" bentak Gery dengan tatapan mata setajam belati.
Alex sontak tertawa remeh. "Ditinju sekali aja langsung menciut, aw takut! Ahahaha!" ejeknya diikuti cekikikan dari Deta dan Reksa.
Gery hanya menengok sekilas pada teman segengnya itu. "Sampai kapan lo pengen gue hajar?" tanyanya yang dengan cepat langsung melempar sebuah tinju namun hanya berhenti tepat di ujung hidung Digma.
Digma refleks menutupi wajahnya dengan kedua tangan sambil meringkuk takut. Membuat keempat perundung itu tertawa puas melihat ketakutan Digma.
Tahu itu hanyalah permainan mereka, Digma kembali menurunkan tangan. Sebenarnya ia bisa dengan mudah menangkis. Tapi itu hanya akan memperumit keadaan di situasinya sekarang.
"Kunci tangannya!" perintah Gery dengan tatapan tajam. Membuat kedua alis Digma tertaut bingung mencerna apa yang akan mereka lakukan padanya.
Tangan Digma kini sudah ditarik kebelakang dengan sangat erat oleh Alex. Cowok itu bertubuh ramping namun tenaganya sangat kuat menarik Digma mendekati air mancur di tengah taman.
Belakang lutut Digma pun ditendang agar kedua kakinya berlutut. Membuat jarak wajah ke air itu semakin dekat. Dari jarak sedekat itu, jelas sekali Digma dapat melihat genangan air itu kini sudah berubah hijau. Banyak lumut dan daun kering yang tergenang tak beraturan.
Mata Digma menyipit, jijik. Jika sesuai dugaan, kepalanya mungkin akan ditenggelamkan di dalam air itu.
"Sialan, udah kaya greentea aja tuh air saking ijonya. Apa gue lari aja ya? Tapi karena tangan gue dikunci gini, gue perlu mlintir tangan Alex dan dorong cowok itu biar bisa lepas. Tapi nggak ah, nanti ketauan kalo gue bisa lawan mereka", batin Digma sambil menggeleng setelah mengamati sekitar.
Tak lama dari analisanya itu, sebuah dorongan keras datang dari belakamg dan membuat kepala Digma mau tak mau maju hingga akhirnya tenggelam di genangan air mancur.
Beberapa detik air kotor itu sudah hampir masuk ke lubang hidung Digma dan mencekik napas cowok itu. Ia berusaha berteriak namun teredam air. Kepalanya sedikit memberontak hingga akhirnya rambutnya ditarik kembali naik ke permukaan.
Digma dengan cepat membuka mulut lebar-lebar dan menarik napas dalam-dalam. Samar ia bisa melihat dan mendengar Gery dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak melihat penampilan Digma sekarang. Belum sempat sadar sepenuhnya, kepalanya didorong kembali oleh Alex. Digma tersiksa untuk kedua kalinya. Air penuh dengan kotoran dan bakteri itu akhirnya memasuki mulut dan hidung Digma.
Puas melihat cowok itu tersiksa. Gery akhirnya memberikan kode pada Alex agar segera menariknya kembali. Setelah tarikan kasar Alex, tubuh Digma terbanting ke belakang. Cowok itu terbatuk karena tersedak air di dalam sana. Matanya yang memerah perih menatap Gery garang. Rahangnya mengeras menahan amarah.
Di sela-sela tawanya, Gery bertanya pada Digma. "Udah sadar akan tempat lo?"
Digma masih mengatur napasnya. Ia tak menjawab ucapan cowok itu.
Gery beralih, bertanya pada yang lain. "Udah sadar belum nih orang kira-kira?"
Deta dan Reksa bergidik malas. "Belum tuh kayaknya."
"Menurut gue juga belum, kurang banyak minum air kolam dia," timpal Alex juga.
"Betul juga," setuju Gery lalu menarik Digma kembali ke bibir kolam air tadi. Kini tangan kuat Gery yang mengunci tangan Digma. "Haha, selamat menikmati air kolam ini untuk kedua kalinya, Bodoh!"
Digma kembali menatap air jorok itu dihadapannya. Entah sudah berapa lama air itu mengendap di kolam tersebut. Ia kembali membayangnya rasa asin dan baunya air itu. Ia pun berusaha memutar otak, mencari ide agar dapat lari dari sana tanpa terlihat mencurigakan.
Belum sempat mendapatkan ide, teriakan seorang gadis mengambil alih atensi mereka semua.
"BERHENTI!" ucap gadis itu dengan lantang sambil menatap tajam Gery.
Author Note:
Cepet banget udah senin lagi.
Aku tuh nulis ini sambil belajar gais.
Setelah pengumuman kelulusan pemberkasan, next harus lulus tes nya!
Maafin ya kalo banyak typo, soalnya lagi ga fokus:(
See u, beb! Jangan lupa like dan komen kalian!
Maaf salfok bentar. Emang boleh seganteng ini :(
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top