BBB [19]

Sorry for typo
~Happy reading~


Aku dan Hani sudah berbaikan. Ya, aku ini tipikal orang yang tidak akan gampang menyimpan dendam kecuali untuk permasalahan di masa laluku. Ah, sudahlah.

Karena dalam riset ini, Hani benar-benar ingin naskah novelnya terasa feel-nya, dia bahkan sampai memutuskan untuk mengikuti latihan survival.

Aku sudah lebih dulu mengeluh dalam hati. Berbeda dengan Hani yang sangat terlihat antusias. "Han, kamu bahagia ikut kaya gini?" tanyaku disela-sela perjalanan kami.

"Tentu saja, Mbak! Kapan lagi coba, kita ke sini apalagi ditemani sama banyak cowok tampan. Uuuh, harus terlaksana ini!" ucapnya dengan semangat empat lima.

Aku mendesah dalam hati, bingung juga kenapa harus mengikuti Hani segala. Padahal aku bisa saja memilih berdiam di tenda dengan nyaman dan aman.

Ah, mungkin malaikat baik sedang berbisik padaku.

Di perjalanan kali ini, aku dan Hani diberikan perlengkapan layaknya perlengkapan calon kopassus saja. Anza saja sudah meledekku karena keikutsertaanku yang mendadak. Padahal sewaktu malam aku menolak ajakannya.

Duh, malunya!

"Kali ini dengan alasan apa kamu ikut? Kemarin saja, menolak ajakanku mentah-mentah," cibirnya.

Aku meringis malu sambil menahan wajahku agar tidak terlihat memerah.

Waktu permasalahankh dengan Hani kemarin, setelah kejadian yang tidak seharusnya aku ceritakan pada siapapun tentang sikap Arusha, aku malah menceritakannya pada Anza yang waktu itu sedang berada di dapur ketika aku membutuhkan air mineral. Anza cukup jadi pendengaran uneg-unegku yang baik. Dia memang kerap menawariku untuk mengikuti kegiata survival besok pagi, tapi aku menolaknya dengan alasan, "Malas kemana-mana, apalagi ketemu doi. Takutnya ambyar."

Tapi sebelum Anza menanggapi ucapanku, dari arah pintu dapur, aku melihat Arusha mendekati kami. "Itu karena usaha kamu kurang dalam membujuknya."

"Memangnya kamu bisa, Suh?" tantang Anza pada Arusha.

Aku mengikuti arah lirikan Anza pada Arusha. Dan sialnya, Arusha malah menatap balik kepadaku sambil tersenyum miring. "Tentu saja saya bisa!" ucapnya mantap.

OH EM GI!

Aku memalingkan wajahku, untung saja celotehan Hani yang mendadak berada di sampingku, membuat suasana tidak secanggung tadi. "Ayok, katanya mau berangkat," ajaknya.

Jika kami hanya membawa perlengkapan seadanya, meskipun agak mirip-mirip dikit dengan perlengkapan yang dibawa oleh para calon anggota kopassus, yang membedakan hanyalah mereka yang diharuskan membawa amunisi, tambang peluncur, senjata dan perlengkapan perorangan.

"Pasti berat," gumamku saat melihat ransel prajurit yang sangat kembung.

Aku melongo melihat sebuah setapak jalan yang akan dijadikan sebagai latihan pendaki serbu. Bahkan dalam cerita Arusha waktu itu, tempat ini juga yang akan dijadikan sebagai tempat penjejakan, anti penjejakan, dan survival di tengah hutan.

Lagi-lagi aku menggerutu dalam hati. Hani sudah lebih dulu mendaki bersama para prajurit lainnya, ditemani dengan Kapten Anza.

Aku sendiri tertinggal dibelakang karena kakiku yang terasa sudah pegal. "Tahu gini, aku gak bakalan ikutan lagi lah!" ucapku kesal.

Aku memijit betisku yang terasa sudah kebas saja. "Aduuuhh, ini nih akibat waktu dulu aku minum susu kaleng daripada ASI, jadinya gini! Ibu sih!" Aku kembali menggurutu tidak jelas, hingga kawanan prajurit yang awalnya tidak jauh berada di dekatku, sudah menghilang.

Aku terserang penyakit panik, lupa akan rasa pegal pada kaki. "Lho MEREKA PADA KEMANA!  KOK NINGGALIN GUE SIHHH!"

Aku celingukan dengan panik, mengambil keputusan tiga langkah untuk maju, tapi karena ragu aku mengambil tiga langkah lagi untuk mundur. Terus saja seperti itu, layaknya lagu Syahrini. Maju-mundur syantik.

Aku diliputi kebimbangan. Melirik kanan dan kiri dengan kecemasan yang luar biasa. Pohon-pohon tinggi yang berjajar membuatku semakin ketakutan. Ingin berteriak pun, aku tidak mau karena takut memancing kedatangan para hewan di hutan untuk mendekat ke arahku.

Dengan sisa keberanian yang ada, aku berteriak dengan suara yang bergetar karena menahan tangis. "Tolong ...." lirihku yang sepertinya tersapu oleh semilir angin.

Air mataku sudah berjatuhan pada kedua pipi, aku berusaha menahan isak tangis dengan mengigit bibir bawahku. "Ayah .... tahu gini, Naura janji deh nanti akan ikut kelompok pecinta alam biar gak nangis kaya anak kecil saat tersesat kaya gini. Kan malu jadinya." Isakku semakin menjadi.

Tanpa aku duga, pikiranku langsung teringat pada Arusha yang pada waktu itu menemukanku dipinggir sungai. Dalam hati, aku bertanya-tanya, akankah dia kembali menemukanku saat ini.

Hingga sebuah kalimat yang tidak pernah aku sangka, akan keluar dari bibirku. "Arusha ... tolong ...." Suara itu terdengar lemah. Aku yakin, bahwa hanya aku saja yang mendengar suara ini. Orang lain, mana tahu.

Tapi aku salah. Suara yang berasal dari suatu arah membuat perhatianku teralihkan. Samar-samar, aku mendengar namaku disebut-sebut. "NAURAAA!"

"NAURAAA, INI SAYA. KAMU MENDENGAR?"

"NAURAAA!"

Suara itu sangat aku ketahui, meskipun belum genap satu tahun mengenalnya. Tapi aku yakin, bahwa itu adalah suara Arusha!

Aku menghapus sisa air mataku dengan kasar, tersenyum cerah. "AKU DI SINIII!" balasku berteriak nyaring.

Suara itu semakin mendekat dan aku semakin bahagia karena dia akan segera menemukanku. Aku turut berjalan ke arah asal suaranya berasal.

Aku tidak peduli jika nantinya dia akan meledekku karena terlampau bahagia bisa bertemu dengannya. Setidaknya bertemu dengan orang bernyawa lebih baik daripada bertemu dengan yang sudah tidak bernyawa, kan?

Awalnya aku hanya berjalan kecil, hingga akhirnya berlari ke arah suara Arusha. "NAURAAA!!!" Suara teriakan itu semakin jelas pada indera pendengaranku. Aku segera berlari.

Memacu langkahku agar secepatnya bisa bertemu dengan Arusha. Tidak ada yang lebih aku kenal di sini, selain Arusha. Sedangkan Hani, Alvin dan Anza mungkin bisa dikatakan kenal, tapi kami kurang dekat.

Tapi karena aku tidak memperhatikan langkahku, kakiku tersangkut pada akar pohon yang berukuran besar. Saat berusaha menarik kakiku, aku tersungkur dan terguling ke lain arah.

Tubuhku berputar seiring tubuhku yang berguling di dataran tanah yang aku rasa miring dan menurun. Aku merasakan beberapa kali kulitku tergores oleh sesuatu. Aku kesulitan untuk menghentikan gulingan tubuhku sendiri. Aku kembali menahan tangis karena rasa perih pada mata tiap kali aku mengeluarkan air mata.

Hingga saat tubuh ini berada di ujung jurang, aku berusaha berdiri dengan susah payah. Berpegangan pada akar pohon yang tebal. Tapi saat aku mencoba melangkahkan kaki, kakiku terkilir dan jalan yang licin itu membuatku terjatuh ke jurang.

"AAAAAAA ...."

Aku merasakan tubuhku terhempas dan beberapa detik seperti melayang di udara dan berakhir dengan suara benturan yang mengakibatkan beberapa bagian tubuhku terasa remuk. Mataku sudah sulit aku usahakan tetap terjaga. Semua persendian terasa lumpuh, hingga yang bisa aku lakukan hanyalah bermohon dalam hati.

"Siapapun itu ... tolong aku...."

~tbc~
©06082020
Revisi : 29/10/20
.
.
.
Terima kasih telah membaca
Bye-bye, black!💚
.
.
Jangan lupa klik 🌟 tinggalkan komentar dan share cerita ini ya 🤗
.
Salam hangat,
Fe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top