xxv
Ponsel Thaliee berbunyi nyaring, membuat si pemilik tersentak dari tidurnya. Cepat-cepat ia mengangkat telpon tanpa melihat siapa yang menghubungi terlebih dahulu. "Halo?"
"Atha di mana?"
Tanpa dosa, Thaliee menjawab, "Di RS, kenapa?"
"RS? ATHA KENAPA KOK BISA DI RS?"
Thaliee mengerutkan kening bingung. Ia menjauhkan ponsel dari telinganya. Kemudian, melihat id si penelpon.
Kak Retta.
Matanya membulat sempurna. Ia bergerak-gerak gelisah. "Ngg ... gak apa Kak, emang kita lagi liburan. Jadi ke RS, Rumah Setan, iya itu. Udah dulu ya, bye!"
Thaliee menghela napas panjang sepasang matanya melihat sekeliling dengan liar. Selamat. Ia dapat menghindar dari seribu satu pertanyaan yang akan Retta lontarkan nanti. Lain kali, Thaliee akan lebih berhati-hati dalam menerima telepon. Atau, ia akan menciptakan masalah yang cukup fatal nanti.
Kakaknya-Arez, ia sedang keluar ke supermarket untuk membelikan beberapa camilan untuknya. Sungguh, ia sangat bosan di sini. Hanya ditemani bau obat-obatan menyengat. Elektograf yang berbunyi nyaring sepanjang hari.
Bosan.
Satu kata yang mencerminkan keadaan Thaliee saat ini. Dan tak lupa, perutnya yang sedari tadi berbunyi. "Ugh, laper."
"Thal, sorry gue lama. Atha gak kenapa-kenapa 'kan?"
Seketika kepala Thaliee memutar ke arah pintu mencari sumber suara. Matanya mengerjap pelan saat melihat dua kantung belanjaan dipenuhi snack dan softdrink kesukaannya. Dengan semangat ia berdiri menghampiri Arez yang kesusahan membawa barang. "Sini gue batuin!"
Sebelum semua belanjaannya raib di tangan Thaliee. Arez dengan sigap menyembunyikan satu kantung belanjaannya di belakang tubuh. "Buat gue kantung yang sebelah kiri, buat lo yang sebelah kanan," ucapnya sembari menunjukkan deretan giginya yang rapi.
Thaliee mengambil kantung belanjaan dari tangan kanan Arez. "Emang beda ya?" Thalie membuka kantung plastik itu dan mengeceknya satu persatu.
"Beda dikit doang. Yang punya gue ada es krim sama cheesecake-nya."
Mendengar itu, Thaliee mendelik ke arah Arez. "Ih, pantesan lama! Mampir beli cheseecake dulu ternyata," ujar Thalie dengan sebal, ia melanjutkan, "Bodo amat, pokoknya bagi."
"Hmm ya, kurang baik apa sih gue."
"Tadi malem tuh gimana sih, Bang? Gue ketiduran."
Arez menoleh. "Kemaren Atha gak kenapa-napa. Ya emang ada yang racunin infusnya dia. Tapi, untung masih belum nyebar racunnya, jadi ya gak apa. Semalem juga gue dimarahin sama Papa. Bukan marah juga sih, dinasehatin tepatnya. Katanya, lain kali kalo dititipin sesuatu jangan main tinggal gitu aja." Ia menghela napas berat, matanya melirik Atha yang masih terbaring tak sadarkan diri. "Kapan dia bangun."
"Waktu itu gue juga kaget Bang Atha tiba-tiba pingsan gitu aja abis camping. Gue kira dia kecapean atau apa gitu. Eh ternyata ada hal lain. Seriously, gue sempet ngira dia becanda," jelas Thaliee sambil memakan snack yang ia genggam.
Hawa dingin AC yang sejak tadi menyelimuti ruangan itu terasa nyaman bagi Thaliee dan Arez. "Kayaknya lo harus kasih tau temen-temennya Atha deh, Dek."
"Gue bisa sih, Bang kasih tau temen-temennya tentang hal ini, tapi gue takut kalo Kak Retta tau, gak tau dia kayak gimana. Pingsan kali," jawab Thaliee dengan luwes.
Arez mengangguk-angguk, lalu berkata, "Retta itu Sila, kan?"
Anggukan dari Thaliee menjawab pertanyaan Arez. "Iya, itu Retta dan Sila sama aja kali, Bang."
Suara sobekan bungkus snack memecah keheningan di antara keduanya. Arez mengunyah kripik kentang dengan ukuran jumbo yang berada di tangannya.
"Mama Papa kapan ke sini?" Thaliee melihat Arez dengan serius.
"Nanti sore, mungkin. Lo pulang gih, besok sekolah aja. Masa udah hampir seminggu gak masuk. Udah tau belum pinter-pinter amat, seenaknya aja gak masuk," ujar Arez sembari menypitkan matanya ke arah Thaliee.
"Bodo amat, Bang. Nanti kalo Mama sama Papa udah dateng, gue pulang."
Arez hanya menganggukkan kepalanya malas mendengar jawaban Thaliee.
◀▶◀▶
10.34
Terlihat segerombolan remaja bersenda gurau di kafe seberang SMA Millenium tanpa mempedulikan keadaan sekitar. Terpaan lembut angin yang beberapa kali menggelitik tengkuk mereka seakan tidak menganggu pembicaraan. Mereka tetap mengobrol disertai gelak tawa yang terdengar di seluruh penjuru kafe.
"Ah, Nizar pea." Keisha merebut ponsel di tangan Nizar dengan tawa.
Retta terkekeh kecil melihat Nizar yang cemberut menatap Keisha yang tengah tertawa puas. "Makanya yang bener jadi orang. Tahun depan udah mau UN juga masih aja pea," sahut Retta dengan nada sedikit mengejek.
"Ini kenapa pada sekongkolan bully gue, sih." Nizar berdecak sebal.
"Muka lo cocok, Zar."
"Btw, Atha udah ada kabar belum, sih?" Rendi mengalihkan pembicaraan dengan raut wajah campur aduk.
Serentak mereka semua menoleh ke arah Rendi dengan raut wajah tak jauh berbeda. Tawa mereka hilang, tak ada lagi senyum menghiasi bibir. Denting suara cangkir yang bertabrakan dengan piring tatakan terdengar jelas di antara mereka. Hening panjang, sampai helaan napas lelah terdengar.
"Gue gak dapet kabar." Azriel mengusap wajahnya kasar. "Sumpah ya, gue takut dia kenapa-napa."
Perempuan yang duduk dengan secangkir caramel machiatto di hadapannya itu tersenyum miris. Kembali teringat tentang Atha. Padahal tujuannya datang ke mari untuk melupakan semua hal tentang dia. Rasa khawatir itu masih ada, tertanam di hati Retta paling dalam.
"Gue kemaren ngehubungin adeknya, Thaliee. Dan kayaknya dia gak sengaja nyebutin kata RS waktu gue telpon. Pas gue nanya, Atha kenapa, dia malah kayak gugup jawabnya. Gue takut," jawab Retta pelan.
Tista melirik Retta perlahan. "Hmm, gue gak tau apa-apa. Apa selama ini gue yang kurang peka ya sama Atha? Sampe-sampe gak ngerti dia kenapa."
"Ada saatnya kita tau semuanya. Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat. Nanti, nanti semuanya bakal kebongkar." Feeyla menarik sudut bibirnya membentuk senyuman.
Serentak, mereka menghela napas berat. Melirik satu sama lain.
"Kak?"
Lagi-lagi mereka menoleh bersama. Menatap objek di hadapan dengan mata menyipit.
"Gue bisa ngomong sesuatu bentar, gak?"
"Thaliee ... kalo lo mau ngomong tentang Atha, gue ambilin kursi paling kinclong sekarang juga." Nizar menatap Thaliee dengan mata berbinar.
Thaliee terkekeh pelan. "Iya aku mau ngomongin Abang."
Nizar langsung berdiri dari tempat duduknya dan berkata, "Duduk aja di tempat gue. Soalnya itu yang paling kinclong," jawabnya sambil tersenyum lebar.
"Apa sih, Nizar. Kalo mau modus bentaran dulu, ih." Retta mendelik kesal ke arah Nizar yang masih tersenyum lebar ke arah Thaliee.
"Iya iya, tau deh yang khawatir," sahut Nizar sambil menyeret kursi dari meja lain.
Sejanak, sepasang mata Thaliee menatap wajah-wajah kakak kelasnya itu dengan seksama. Terlihat raut penasaran dan khawatir yang jelas. "Sebenernya aku di suruh Bang Arez buat bilang semua ini sama kalian, dan buat Kak Retta, jangan nangis duluan ya." Thaliee melirik Retta yang tengah mendengus kesal.
Dengan itu, Thaliee mulai menceritakan rentetan peristiwa yang terjadi setelah camping tanpa ada sedikit saja perubahan di dalamnya.
" ... abis itu Bang Atha dibawa ke Rumah Sakit. Kirain Mama sama Papa cuma kecapean aja, ternyata dia sakit parah. Bang Atha kena kanker, udah stadium tiga dan kemungkinan bakal stadium empat. Dia nyembunyiin hal ini sendiri, gak mau kasih tau siapa-siapa." Thaliee menghela napas berat. "Juga, sampe sekarang Mama sama Papa gak mau kasih tau itu kanker apa. Gue berhari-hari gak masuk sekolah nenangin diri, jagain Bang Atha tiap hari sama Bang Arez," lanjutnya.
Hening panjang, tak ada yang menyahuti penjelasan Thaliee yang di luar perkiraan mereka. Hal yang sebelumnya tak pernah terpikir oleh pribadi masing-masing. Mereka tak pernah menyangka.
"Kak, kenapa semuanya terlambat tau. Kenapa semuanya tau waktu penyakit itu udah parah."
"At least, gue udah tau kenapa Atha menghilang akhir-akhir ini. Uhm, Thal, kita boleh jenguk Atha?" tanya Rendi hati-hati dengan raut sedikit memohon.
Thaliee menganggukkan kepalanya, lalu ia melirik Retta yang menatap kosong cangkir di depannya. "Kak Rett, ayo ketemu Bang Atha."
Diam. Retta terdiam dalam duduknya. Terlalu sulit berkata saat hatinya pun tak kuasa berkata.
"Ya udah. Kuy!" Rendi menarik pergelangan tangan Retta perlahan, menuntunnya menuju arah mobil yang akan dinaiki. Sesekali Rendi menghela napas berat melihat Retta dengan tatap mata kosongnya.
"Everythings is gonna be a alright."
◀▶◀▶
An//
well, yeah. Halo! Long time no see💋 buat chap ini udah lama sih sebenernya😂 oke papai, see u🍂🍃
Tetap padamu, 12 April 2016
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top