iv
[REVISI]
MPLS telah selesai kemarin. Kini, Retta sudah resmi menjadi siswa SMA. Senyum lebar perempuan itu kembali tersungging, ia suka memakai seragam putih abu-abunya yang masih bersih dan kinclong.
Segera saja perempuan itu melangkahkan kakinya menuruni tangga. Pagi ini terasa ramai di meja makan, semua keluarga lengkapnya sedang berbincang dan sarapan bersama. Duo kembar yang masih menduduki bangku SMP itu pun tidak berangkat pagi seperti biasa.
Retta tersenyum, diam-diam ia mensyukuri nikmat yang telah Tuhan berikan kepada keluarganya.
"Pagi!"
"Pagi juga, Kak."
"Pagi, penggemarnya Pak Yo!"
Kalian pasti tau siapa yang menyapa Retta dengan kata Pak Yo itu.
Lagi-lagi Retta mengulas senyum. Rengga masih saja terlihat menyebalkan, dan si kembar terlihat manis pagi ini. Dasar bocah SMP banyak tingkah. Padahal, Retta sendiri pun baru lulus SMP. "Masak apa, Ma?"
"Masak nasi."
Azki terkikik mendengar jawaban dari ibunya. "Ya kali masak kerikil, Ma."
Perempuan paruh baya itu hanya terkekeh geli mendengar perkataan Azki. "Udah, cepetan duduk."
Selama sarapan berlangsung, Retta banyak berbicara mengenai kegiatan MPLS-nya, Rengga dengan cerita seputar hari-hari sibuknya, dan si kembar dengan cerita seputar ekstrakurikuler mereka. Semua obrolan mengalir begitu saja pagi ini. Hal itu membuat Retta yang jarang sekali sarapan bersama saat kelas sembilan SMP karena jam tambahan pagi itu tersenyum lebar.
Pagi Retta kembali. Ini pagi yang ia inginkan.
Pukul setengah tujuh, sarapan sudah selesai, Retta segera pamit kepada kedua orang tuanya dan masuk ke dalam mobil milik Rengga.
Seperti biasa, suasana mobil tidak pernah sepi, ada saja yang membuat dua orang kakak beradik ini ribut satu sama lain. "Gimana perasaan lo?"
Retta tersenyum lebar. "Senenglah!"
"Jelas, orang tadi pagi ketemu sama Pak Yo, gimana mau gak girang kayak gini," ungkap Rengga yang membuat Retta ingin menarik rambut kakak laki-lakinya itu.
Sisa perjalanan menuju sekolah pagi itu diisi dengan ejekan serta teriakan kesal Retta yang terdengar sampai di luar mobil. Untung saja para pengguna jalan tidak tabrakan karena teriakan Retta.
◀▶◀▶
Retta berhenti mengetuk-ngetukan jarinya ke meja saat satu suara membuat seluruh perhatian manusia di kelas teralihkan. Ternyata, ada siswa yang telat. Retta menggeleng kagum, berani sekali telat di hari pertama pelajaran intensif.
Sayangnya, sosok itu masih berada di luar, membuat Retta kesulitan melihat wajahnya. Pak Slamet yang merasa kegiatannya terganggu karena siswa telat itu, langsung menuju pintu dengan wajah galak. Sedangkan Retta hanya bisa meringis melihat ekspresi guru satu itu.
"Kenapa telat?!" tanya Pak Slamet dengan berkacak pinggang. Sedetik kemudian, kacamatanya melorot karena bentakannya sendiri.
Retta membekap mulut, menahan tawa.
"Saya abis nolongin kucing lahiran, Pak!" seloroh anak itu ngawur. Sontak seluruh kelas yang awalnya tegang, kini tertawa lepas.
Pak Slamet semakin memasang wajah garang. "Yang bener aja kamu!"
"Lah, Bapak gak percaya sama saya? Saya tadi aja sampe dicakar-cakar sama kucingnya," jawab anak itu lagi sambil mengulurkan pergelangan tangannya kepada Pak Slamet. Dasar banyak akal.
Retta yang mendengar percakapan absurd ala Pak Slamet dan anak itu hanya bisa tersenyum kecil. Dalam otaknya sudah berputar-putar kejadian saat MPLS kemarin. Retta mengenal suara itu. Suara laki-laki aneh yang mengindarinya saat pertama kali bertemu.
Menyadari fakta bahwa laki-laki itu akan satu kelas dengannya, Retta terseyum tipis. Entah kenapa ada satu rasa bahagia menguar dari hatinya.
"Ya sudah, berhubung ini masih satu kali saya melihat kamu telat, saya ampuni. Nama kamu?"
"Atha, Pak."
Pak Slamet mengangguk, mempersilakan Atha masuk. "Oke, Atha, silakan duduk dengan," ucap Pak Slamet menggantung sambil meneliti seisi kelas, "Claretta."
Retta menganga mendengar keputusan itu keluar dari mulut Pak Slamet. "Saya, Pak?"
"Iya."
"Terus ini temen sebangku saya gimana?" tanya Retta mendesak.
"Pindah di depan."
Akhirnya, teman sebangku Retta mengalah, membiarkan Atha menggantikan posisinya untuk duduk di samping Retta. Atha sendiri masih mematung di depan kelas, menatap lamat-lamat perempuan dengan tas biru donker tersebut.
"Sudah, Atha silakan duduk, mari kita lanjutkan pelajaran hari ini."
Setelahnya, Pak Slamet kembali menjelaskan materi di depan kelas. Tidak memikirkan perasaan salah satu siswa yang pikirannya sedang campur aduk. Atha menarik napas panjang, kakinya mulai melangkah mendekati bangku di samping Retta.
"Hai, gue Retta," sapa Retta dengan suara rendah, takut percakapannya ini didengar oleh Pak Slamet yang sedang menjelaskan materi di depan sana.
Sepuluh detik setelah Retta mengucapkan kalimat itu, Atha tersenyum. "Atha."
"Fairel Atharizz C, kan? C-nya apaan?"
"Calief."
Mulut Retta sontak membentuk huruf o setelah mendengar jawaban itu dari mulut Atha. "Oh ya, emang lo tadi beneran nolongin kucing mau lahiran?"
"Hhmm."
"Terus-terus anaknya laki apa perempuan?"
"Banci."
"Lahirannya biasa apa cesar?"
"Banyak nanya."
"Ceritain dong gimana lahirannya, lo tadi liat, kan?"
Atha tersenyum medengar kebawelan perempuan yang duduk disebelahnya ini. "Lo gak perlu tau."
Dia lebih cantik dari terakhir kali Atha menemuinya. Rambut panjang warna coklat muda agak keriting. Mata tajam, bulu mata lentik, alis tidak terlalu lebat, dan bibir tipis merah muda tanpa sapuan lipstick itu benar-benar membuat Atha terlempar ke dalam masa lalu miliknya. Perempuan ini nyata, kembali ada di sampingnya setelah satu tahun hilang dari pandangan Atha.
Senang? Tentu saja. Siapa yang tidak senang ketika bertemu kembali dengan seseorang yang telah merampas telak hatimu? Bahkan, berada dekat di sebelahmu, hanya berjarak beberapa sentimeter saja.
"Gue harap lo gak menghindar dari gue."
Atha menoleh, menangkap sorot berharap dari perempuan di hadapannya ini. "Kapan gue menghindar dari lo?"
"Oh, enggak, ya? Gue cuma ngerasa aja," Retta menjawab kikuk. Ia mulai terlihat salah tingkah saat Atha menatapnya lamat-lamat seperti itu.
Atha merutuki dirinya dalam hati, harusnya ia jujur saja terhadap Retta bahwa ia memang menghindarinya!
"Jadi, sekarang kita temenan, kan?"
Pertanyaan dari Retta membuat Atha tersenyum lagi dan mengangguk.
Ini awal yang baru, kan?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top